MOST RECENT

Nominator Lomba


BARUSAN, seorang panitia lomba blog untuk menyambut Visit Aceh Years 2013 menelpon saya. Dia mengatakan, blog saya www.dimas-sambo.blogspot.com menjadi salah satu nominator dalam lomba itu. “Penyerahan hadiah malam ini di RRI Banda Aceh,” katanya

Syukur blog ini menjadi salah satu nominator lomba tersebut. Disebutkan, masuk dalam juara harapan. Seumur-umur baru kali ini masuk nominator lomba blog. Saya mulai membuat blog tahun 2005 lalu. Pernah membuat blog di multifly. Saya lupas password blog itu. Lalu buat blog di blogspot (www.dimassambo.blogspot.com). Dalam blog ini semua tulisan saya tersimpan, dari jenis berita, feature, sampai opini. Bahkan beberapa cerpen dan tulisan untuk orang-orang yang spesial saya tulis diblog itu.

Lalu, saya buat blog baru www.dimas-sambo.blogspot.com . Saya tak faham banyak cara mengedit blog agar indah dan lebih kreatif. Sebisanya saja. Tujuannya buat blog untuk menjadi arsip saya. Semua tulisan yang pernah dimuat di media atau pun belum di up load ke blog itu.

Kini, saya mengelola dua blog. Tidak terlalu up date. Hanya sekali dalam sepekan saya mengupdate kedua blog itu. Khusus untuk mengambil hadiah sebagai nominator kategori blog saya minta Arafat Nur mewakili. Saya tak bisa ke Banda Aceh. Ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Thanks Allah SWT. 

01.39 | Posted in , | Read More »

Kebiasan Buruk

SETIAP kali mau menulis sastra (cerpen,cerbung,dan novel) selalu dikerjakan sembari mengerjakan tulisan jenis. Ketika ide sedang mengalir deras di otak, tangan sedang gencar menggempur keyboard, terpaksa berhenti dan harus mengerjakan tulisan jenis lain.

Sangat susah mengembalikan ide yang hilang itu ke pakem awalnya. Saya harus mengingat-ingat kembali tadi ide awalnya bagaimana, konfliknya apa, lalu endingnya bagaimana. Ah, ini kebiasaan yang buruk.

Kondisi ini jauh lebih baik dibanding dua tahun lalu. Tahun 2010-2012 saya praktis tak menulis sastra. Waktu terlalu sempit. Terkesan sok sibuk sehingga tak punya waktu menulis. Kini, mulai menulis sastra lagi. Sesekali jika selesai mengirimkannya ke beberapa media. Jika dibuat syukur, jika tidak, perbaiki lagi, lalu kirim lagi.

Seorang teman bilang, jangan ada naskah yang sia-sia. Semuanya harus bisa dinikmati oleh pembaca. Aku sepakat dengan pendapat ini. Terlepas penilaian baik atau buruk naskah itu. Terpenting, pembaca bisa menikmati tulisan tersebut.

Apa pun komentar pembaca terhadap tulisanmu, itu hak mereka. Bisa jadi mereka tertawa bahagia, bisa pula mengutuk plus mengeluarkan sumpah serapah. Menganggap karyamu basi, kacangan dan tak professional. Itu hak mereka. Tak usah mengeluarkan air mata, lalu berkicau di jejaring sosial tentang kesedihan dan menumpahkan kata-kata galau di layar jejaring sosial. Nikmati saja proses kreatif ini.

Toh, orang yang mengutuk karyamu itu belum tentu bisa menulis seindah kamu.Sama seperti penonton sepak bola, selalu memaki pemain jika salah umpan dan lain sebagainya. Coba sipenonton itu main bola. Lima menit main, nafasnya tersengal-sengal. Syukur jika masih punya nafas.

Ya, sekarang saya coba memperbaiki kebiasaan buruk ini. Punya niat untuk menulis setelah pulang kerja di rumah. Namun, tayangan sejumlah film action (laga dan perang) selalu menggoda. Ketika sampai rumah, agenda hanya nonton film action.  Ya, satu waktu, semoga memiliki waktu yang tenang buat menulis sastra. Entah kapan waktu itu tiba?




03.46 | Posted in , | Read More »

Mengatasi Kebocoran Uang Negara

Oleh : Masriadi Sambo

KORUPSI di Indonesia sudah menjadi budaya. Itulah kalimat yang sering diungkapkan oleh para politisi, pejabat negara, pengajar, dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) di berbagai forum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin masif melakukan penangkapan terhadap koruptor di negeri ini. KPK bergerak dari pusat sampai daerah. Dari polisi sampai para politisi. Dari bupati hingga pegawai negeri. Dari calo anggaran sampai ke rekanan proyek pembangunan.
Jika korupsi sudah menjadi budaya di negeri ini, maka upaya pecegahan dan pemberantasan korupsi pun patut dilakukan dari segala arah. Memperkecil ruang bagi koruptor untuk melakukan aksinya. Salah satu sektor yang paling rentan terjadi korupsi adalah pengadaan barang dan jasa. Dari sektor ini, rekanan, politisi dan pegawai negeri kerap tersangkut kasus korupsi.
Lihatlah kasus korupsi megaproyek Hambalang, Bogor, Jawa Tengah. Sejauh ini, KPK telah menetapkan kuasa pengguna anggaran proyek itu Dedy Kusnidar sebagai tersangka. Kasus itu melibatkan perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin (Kompas, 3 Oktober 2012).
Proyek pengadaan simulator di Korlantas Mabes Polri tak lepas dari korupsi. Akibatnya, KPK menetapkan mantan Komandan Korlantas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka. Kasus yang menghebohkan ini terus disidik oleh dua lembaga yaitu KPK dan Mabes Polri.
Dua kasus tersebut merupakan kasus besar dan menonjol sepanjang tahun 2011-2012. Korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa juga terjadi di daerah. Semisal kasus pengadaan barang alat kesehatan pada Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, telah menetapkan Kepala Dinas Kesehatan setempat,Sarjani, sebagai tersangka. Dalam kasus ini diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 3 Miliar. Kejaksaan juga menyelidiki keterlibatan rekanan dalam kasus tersebut. (Serambi Indonesia, 1 September 2012). Dari kasus itu terlihat pejabat dan rekanan berkolaborasi untuk melakukan korupsi.

Peran Masyarakat
Realitas tersebut menyiratkan sektor pengadaan barang dan jasa harus dibenahi oleh elit negeri ini. Dalam Keputusan Presiden (Kepres) No 54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa hanya memuat tentang teknis pengadaan barang dan jasa. Dalam Kepres itu tidak ada satu pun pasal yang mengatur keterlibatan masyarakat untuk mengawasi pengadaan barang dan jasa tersebut.
Untuk itu, sudah seharusnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI Gamawan Fauzi, mengintruksikan seluruh daerah di Indonesia membuat peraturan daerah (Perda) tentang transfaransi pengadaan barang dan jasa. Dalam Perda transfaransi pengadaan barang dan jasa harus mengatur tentang keterlibatan masyarakat secara nyata dari proses awal tender sampai pengerjaan proyek di lapangan. Apa pun ceritanya, masyarakat lah yang akan menikmati baik dan buruknya kuwalitas proyek yang diciptakan oleh pemerintah. Sehingga, sudah seharusnya masyarakat dilibatkan untuk mengawasi proses tender tersebut.
Selain itu, dalam Perda tersebut harus mengatur tentang pendirian pos pengaduan masyarakat. Pos pengaduan ini idealnya berada dibawah Kantor Inspektorat di masing-masing kabupaten/kota. Sehingga, ketika rekanan tidak mengerjakan proyek dengan baik, kuwalitas proyek sangat buruk dan lain sebagainya, masyarakat bisa melaporkan temuan tersebut pada pos pengaduan itu. Pos ini nantinya secara berkala akan melaporkan ke bupati/walikota dan wajib mengekspose laporan-laporan dari masyarakat tersebut melalui media massa. Jika ini dilakukan, tidak akan ada lagi cerita gedung tertentu rusak sebelum difungsikan. Jalan tertentu rusak padahal baru selesai diaspal dua bulan sebelumnya. Ini langkah kecil untuk menyelematkan kebocoran uang negara dari sektor pengadaan barang dan jasa. Mempersempit ruang korupsi bagi pejabat dan rekanan proyek barang dan jasa.
Perda tentang transfaransi pengadaan barang dan jasa ini belum pernah dibuat di Indonesia. Khusus untuk Provinsi Aceh yang memiliki 27 kabupaten/kota, hanya Kabupaten Aceh Utara saja yang baru membahas draf Perda transfaransi pengadaan barang dan jasa tersebut, 14 September 2012 lalu. Sedangkan 26 kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh belum sama sekali membahas draf Perda tersebut, (Alfian, 2011).
Untuk itu, Mendagri RI sekali lagi, Mendagri perlu mengintruksikan seluruh kepala daerah membuat Perda ini. Penyusunan Perda ini tidak membutuhkan waktu bertahun-tahun. Setahun saja Perda ini telah selesai dibahas dan disahkan. Bagi daerah yang membandel, harus ada sanksi tegas dari Mendagri RI. Tujuannya, menyelematkan uang negara dan memperkecil kebocoran dana pada sektor pengadaan barang dan jasa. Untuk tingkat pemerintah pusat, perlu dibuat Kepres tentang transfaransi ini. Sehingga, publik bisa berpartisipasi dalam mengawasi sektor ini.

Penegakkan Hukum
            Terakhir, perlu upaya penegakkan hukum yang tegas, cepat , tanpa pandang bulu dan transfaran. Saat ini, untuk daerah hanya polisi dan kejaksaan yang mengusut kasus-kasus korupsi. Jumlah kasus korupsi yang diusut terbilang sedikit dibanding kasus-kasus pidana umum lainnya.
Alasannya, penyidik di kejaksaan dan polisi pada tingkat kabupaten/kota jumlahnya sangat sedikit. Umumnya, pada unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres dan unit Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri hanya ada dua penyidik. Dalam setahun, polisi dan jaksa tak mampu menyelesaikan satu kasus korupsi pun. Untuk itu, sudah seharusnya Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mabes Polri menambah jumlah penyidik untuk kabupaten/kota.
Selain itu, ke depan, KPK sudah sepatutnya membuka kantor-kantor perwakilan di ibukota provinsi. Sehingga, kasus-kasus korupsi dengan nominal puluhan milyar dan triliun bisa langsung ditangani oleh KPK.
            Kini, saatnya seluruh elemen negeri ini menggalang kekuatan, menyatukan pandangan, seiring bahu, seayun langkah dan teriakkan lawan koruptor dan stop korupsi di Indonesia.

03.54 | Posted in , | Read More »

Selamat Jalan Bang Basri

PAGI ini, saya menerima pesan singkat dari seorang teman. Isinya menceritakan bahwa seorang jurnalis senior, Basri Daham (67) telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya, Minggu, 11 November 2012 di Desa Blang Paseh, Pidie.

Bang Basri—begitu biasanya dia dipanggil—merupakan perintis lahirnya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh Utara 1995 silam, dan lahirnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe, 1999 silam.

Beliau meninggal di rumahnya setelah sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Sigli. Selama lima bulan terakhir, kondisi kesehatannya memburuk. Beberapa kali sempat keluar-masuk rumah sakit.

Selama hidupnya, dia pernah bekerja di Harian Merdeka Jakarta, Sinar Indonesia Baru, Medan dan terakhir menghabiskan karir di Serambi Indonesia, Aceh. Dia guru sekaligus jurnalis handal yang pernah dimiliki Provinsi Aceh.

Secara pribadi, saya tidak begitu mengenal beliau. Saya hanya akrab dengan putranya, Zaki Mubarak yang kini menjadi fotografer Serambi Indonesia. Saya banyak mendengar soal ketugan prinsip Bang Basri dalam dunia jurnalistik. Suaranya keras, tegas, dan to the poin. Begitu kira-kira yang saya dengar dari beberapa teman jurnalis senior di kota ini.

Ketika AJI Lhokseumawe hendak mendirikan sekolah jurnalistik. Ada beberapa nama yang diusulkan untuk menjadi nama sekolah itu. Lalu, ada Acta Diurna, Basri Daham dan lain sebagainya. Salah salah seorang yang mendukung nama Bang Basri dijadikan nama sekolah tersebut. Ini untuk menghormati dan menghargai jasa Bang Basri yang mendirikan AJI di Lhokseumawe. Sekadar diketahui, AJI Lhokseumawe merupakan AJI pertama yang lahir di Aceh. Bang Basri pemegang mandat pertama untuk melahirkan AJI di Aceh.

AJI Lhokseumawe juga sempat memberikan penghargaan pada Bang Basri beberapa waktu lalu. Penghargaan itu diberikan sekaligus pertunjukan seni yang digelar di GOR Unimal, Lhokseumawe.

Kini, Bang Basri telah tiada. Semangatnya perlu ditiru. Semangat menjadi jurnalis yang handal dan professional. Selamat jalan Bang Basri, kami selalu merindukanmu.  (masriadi sambo)

03.47 | Posted in , | Read More »

Anak Petani Miskin Ini Menderita Bocor Jantung



LHOKSUKON - Di usianya yang baru 12 tahun, Zulkhairi (12) telah mendapatkan cobaan dari Allah. Anak petani miskin, wara Desa Alue Rimee, Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara ini, mengalami bocor jantung dan ginjal. 


Saat dikunjungi Serambi, Sabtu (27/10), anak ketiga dari pasangan Ibrahim dan Maenah itu kini terbaring lemas di rumahnya. Perutnya terlihat membesar. Ibrahim mengatakan, semakin hari, perut anaknya semakin besar. Dia sulit bergerak. Jika ingin duduk harus dibantu oleh orang lain. Bahkan, dia sulit bernafas. 



“Sebulan lalu, kami sudah membawa ke Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Aceh Utara di Lhokseumawe. Namun, dokter menyatakan harus dirawat secara intensif di rumah sakit Medan atau Jakarta. Sehingga, kami putuskan untuk membawa Zulkhairi pulang ke rumah,” sebut Ibrahim.
Ditambahkan, pihaknya tak bisa membawa anaknya tersebut ke rumah sakit di Medan atau Jakarta karena mengalami kesulitan dana. Orangtua Zulkhairi hanya petani biasa, dan tak memiliki dana mencukupi membawa anaknya berobat. 


“Kalau pengobatan mungkin bisa menggunakan layanan Jamkesmas. Namun, untuk biaya transportasi dan biaya jaga selama rumah sakit serta obat-obat yang tidak ditanggung di Jamkesmas kami tak memiliki dana. Kami berharap ada dermawan yang membantu pengobatan anak saya,” pungkas Ibrahim.(c46)

Editor : bakri
SUMBER : SERAMBINEWS.COM

03.13 | Posted in , | Read More »

Menikmati Kupi Get One di Lhokseumawe


SEMILIR angin membelai pengunjung Tunas Caffe, di Jalan Pase Ujung, Lhokseumawe, Minggu, 28 Oktober 2012. Di luar terasa matahari memanggang bumi. Terik.

Sejumlah pengunjung Caffe itu sibuk berbincang di meja masing-masing. Sesekali tawa mereka pecah. Ya, dua bulan terakhir ini, Caffe itu menyajikan menu istimewa. Kupi Get One, namanya.

Saya baru saja duduk. Sejurus kemudian, seorang teman, Syahruf memesan secangkir kopi itu.  “Get one saboh (Kupi Get One satu),” sebut Syahrul pada pelayan.

Tak lama kemudian, Afid, pelayan di Caffe itu menghidangkan semangkuk kopi di tempat khusus. Tempat kopi ini berbeda dengan tempat kopi umumnya. Bagian atas memiliki alat pemompa.

Cara meracik kopi ini pun berbeda. Bubuk kopi dimasukkan ke dalam tempat kopi tersebut, lalu dimasukkan air panas. Ditutup. Bubuk kopi ada dibawahnya. Tunggulah lima menit agar bubuk kopi itu matang. Setelah itu, tekanlah alat pemompa. Jika ingin rasa semakin pahit, maka tekanlah alat pemompa itu lebih kuat.

Bubuk kopi itu diproduksi oleh CV Tunas Bersama Aceh, Bireuen, Aceh milik Tgk Nasruddin Bin Ahmed. Sejak dua bulan lalu, Tunas Caffe telah menyajikannya pada penikmat kopi di kota itu.

“Bulan pertama kami gratiskan. Sekaligus launching produk dan memperkenalkannya pada masyarakat. Baru sebulan ini dikomersilkan. Masyarakat sudah mulai mengenal kopi ini,” sebut pemilik Tunas Caffe, Ismed AJ Hasan.

Kopi ini dibadrol Rp 7.000 per gelas. Harga itu jauh lebih mahal dibanding  Kopi Ulee Kareng, Rp 4.000 per gelas. Meski begitu, penikmat kopi sejati tetap memilih kopi ini.

“Segelas itu cukup diminum berdua. Jadi segelas besar, jika dibagi menjadi dua gelas kecil. Cukuplah buat berdua,” terang Ismed. Nah, Anda penasaran rasa kopi, silahkan mencoba. Saya sudah membuktikannya. Memang beda dengan kopi biasa.  ==masriadi sambo==

02.52 | Posted in , | Read More »

Sehari di Kutacane (2)

HARI ini, saya berada di depan halaman SDN 2 Bambel, Aceh Tenggara. Dulu, sekitar 22 tahun lalu, saya menimba ilmu di sekolah itu. Saya sempat menghabiskan waktu setahun di sana. Ketika naik kelas dua, saya pindah ke SDN Blang Siren, Aceh Utara. Mengikuti orang tua yang pindah tempat tinggal.

Sewaktu berada di SDN 2 Bambel, sekolah ini masih lusuh. Ada sepuluh ruangan. Namun, yang difungsikan hanya tujuh. Enam ruang kelas, plus satu ruang guru. Sedangkan tiga ruang dibelakang, tidak difungsikan. Karena, tak layak ditempati. Saya ingat betul, waktu itu ayah saya (Zainal Abidin Sambo) mendaftarkan saya ke sekolah itu, ya ruang penerimaan murid baru persis di ruang yang tak layak pakai itu. Dinding papan, cat putih kusam, dan atap bocor. Namun, saat itu, SDN 2 Bambel menjadi favorit banyak murid. Dikenal sebagai sekolah yang aktif, dan jarang tawuran. Zaman itu, tawuran bukan hanya tradisi pelajar dan siswa. Murid pun kerap tawuran. Teman-teman saya di SDN 2 Bambel waktu itu, Jhoni, Ahmad Mistiadi, Gunawan, dan beberapa teman yang saya tidak ingat namanya.

Hari ini, sekolah itu baru selesai dibangun. Masih tercium bau cat, dan bekas semen berserakan. Halaman sekolah gundul. Tak ada pohon waru, tempat kami berteduh dulu. Kini, sekolah itu gersang.

Saya tidak bisa menemui guru kelas saya dulu. Namanya Bu Nur. Menurut guru yang kini menempati mes di sekolah itu, Bu Nur sudah lama pensiun. Tak diketahui dimana dia menetap saat ini. Saya ingin berterima kasih, karena beliaulah orang yang pertama mengajarkan saya menghitung.

SMK
Saya juga mengunjungi SMKN 1 Kutacane. Dulu, saya menamatkan pendidikan menengah di SMK ini. Jurusan Akutansi 2. Pada zamannya, Akutansi 2 dikenal sebagai siswa bandel. Tapi, cerdas. Umumnya, ketua OSIS berasal dari kelas ini. Termasuk aku salah satunya.

Kini, sekolah itu semakin canggih. Ruang kelas sudah beton. Tak ada lagi ruang kelas dengan jendela dan pintu terbuka selebar-lebarnya, khas bangunan tahun 70-an. Kini, gedungnya minimalis. Gapura minimalis. Bahkan sekolah itu kini berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Semoga, ke depan sekolah itu semakin maju. Melahirkan akuntan handal, ahli manajemen, dan sektretaris yang mumpuni. Kabarnya, jurusan sudah bertambah satu yaitu jurusan teknologi informasi komputer. Hebat. Teman saya di SMK ini banyak, beberapa saya masih ingat namanya, Viska Novita Jagia, Dedy Y Darmen Mentedak,Almarhum Chandar Gunawan, Riko Rau Andika, Sri Helena, Sri Kartika, Sri Wahyuni, Mardiana, Eka Pratiwi Marsyah, Pesta, Berta, Erlin, Maradona, Mulyani Mumul, Umi, Masriadi Selian, Ola Mutia, Hendrik, Mulyadi, Nasri, Roni, Taufik (ini teman di Akuntansi 2).

Teman lainnya di Akutansi 1, Novita, Amiruddin, Robi, Basri, Maruli, Minge, Hefni, dan lainnya. Beberapa diantaranya masih sering komunikasi sekarang. Umumnya, sulit mencari waktu untuk bertemu. Sebagian diantara mereka berada di luar kota Kutacane, sebagian lagi menetap di Kutacane. Ada yang menjadi pengusaha, guru, karyawan swasta, pegawai negeri, TNI, dan lain sebagainya.

Kutacane, 21 Oktober 2012
==masriadi sambo==

04.08 | Posted in , | Read More »

Sehari di Kutacane (1)

PERJALANAN menuju Kutacane, Aceh Tenggara, memang sangat melelahkan, Sabtu, 20 Oktober 2012. Perjalanan kali ini, saya mengemban misi membawa Ayah yang baru saja keluar dari Rumah Sakit Adam Malik, Medan, Sumatera Utara. Ayah saya, ditabrak oleh seorang remaja sebulan lalu. Dia harus menjalani dua operasi pada kaki dan tangan kiri. Perjalanan menuju Kutacane, saya ditemani oleh dua abang saya, Samsul Amar, dan Muhammad Hatta. Sangat melelahkan. Kami menempuh rute dari Medan menuju Sibolangit, Brastagi, Kabanjahe, Tiga Binaga, dan Kutacane.

Sepanjang jalan, petani bunga dan buah berada disisi kiri-kanan jalan. Bunga warna merah, kuning, putih ditata api. Sebagian petani sedang memanen bunga, dan sebagian lainnya sedang memanen buah jeruk. Di Kecamatan Munthe, Kabupaten Tanah Karo, saya singgah untuk merasakan sejuknya aroma kota itu. Sembari menikmati jeruk rasa asam-manis. Sebagian asam, dan sebagian manis.

Menyempatkan diri foto di kota yang didominasi penduduk beragama Kristen ini. Sembari menikmati jeruk, kami berfoto membelakangi gunung menjulang. Jalan berliku, berkelok-kelok dan rusak parah sangat sulit dilalu. Jalan berkelok bisa mengocok isi perut. Sebagian dari kami muntah, tak tahan dengan kocokan alam tersebut. Jalan itu dibangun oleh nenek moyang kita, dibawah tekanan Belanda. Sampai saat ini, belum ada jalan yang lebih bagus dibanding jalan yang dibuat pada masa Belanda tersebut.

Idealnya Medan-Kutacane ditempuh enam jam. Namun, karena kondisi jalan rusak parah, kami terpaksa menempuhnya delapan jam. Tiba di Kutacane sekitar pukul 16.00 WIB.

Ikan Mas
Kota ini dikenal sebagai penghasil ikan mas. Kami pun menikmati ikan mas, dari kepala, bodi, dan ekor ikan. Ada yang dilemak, ada pula yang digoreng. Rasanya gurih, dan nikmat sekali.

Jika dijual di warung makan,sepotong ikan mas goreng atau lemak dijual Rp 10.000. Harga yang terbilang mahal. Namun, mahal itu sebanding dengan gurihnya ikan tersebut. Tahun 2007, saya pernah mengunjungi kota itu. Kini, perlahan kota mulai berubah. Misalnya, jalan dua jalur, dari Biak Moli sampai pusat kota.

Jalan ini sepertinya untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas. Dulu, jalan dalam kota hanya satu jalur. Akibatnya, kecelakaan terjadi saban hari. Kini, mulai membaik.

Kuda
Saya sempat mengunjungi Sungai Alas. Sungai terpanjang yang dimiliki Provinsi Aceh. Sungai ini banyak digunakan sebagai ajang arung jeram. Aliran sungai sangat deras dan jernih. Sembari menikmati aliran sungai. Sekitar delapan remaja menunggangi kuda. Mereka bermain, dan tertawa ria. Luar biasa. Kota ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Sayangnya, kuda tersebut belum menjadi ikon tujuan wisata di kota itu.

Tak Ada Souvenir
Saya mencoba mencari souvenior khas kota tersebut. Be\berapa toko kami kunjungi. Sayangnya, tak ada toko yang menjual souvenir khas Aceh Tenggara. Souvenir yang ditawarkan umumnya berasal dari Aceh Utara, seperti tas Aceh, baju kaos dengan tulisan Aceh dan lain sebagainya. Sementara khas Kutacane nihil. Kota ini belum siap menjadi kota wisata.

Pemerintah Aceh Tenggara sudah sepatutnya memanfaatkan kekayaan alam menjadi tujuan wisata. Sehingga,PAD tak hanya berasal dari sektor pertanian, namun juga dari sektor wisata. Kita tunggu, gebrakan bupati baru kabupaten itu, Hasanuddin Beruh (Sanu).
masriadi sambo—

02.50 | Posted in , | Read More »

Jadi Ayah


Masriadi Sambo Junior

HARI ini, Minggu, 20 Mei 2012. Aku resmi menjadi ayah. Anakku lahir dengan selamat di Klinik Yayasan Fuji, Lhokseumawe. Dia laki-laki. Berat 3,5 kilogram. Sebenarnya ini anak kedua. Anak pertamaku, Felomena, meninggal dunia dalam kandungan ibunya. Saat itu, usia kandungan genap enam bulan. Namun, Allah berkata lain. Felo tak sempat melihat dunia.

Kini, putraku lahir. Secara fisik, dia mirip dengan ibunya. Alis tebal, dan putih. Kini, dia mengisi hari-hari kami. Rumah sewa kami semakin ramai dengan tangisnya. Setiap dia lapar, selalu menangis. Tangisan itu menjadi musik tersendiri bagiku.

Semoga dia tumbuh menjadi anak yang baik, saleh, dan bisa berguna memperbaiki dunia yang semakin kacau saja. Dia harus lebih hebat dibanding aku dan ibunya. Dia harus lebih sukses. Dulu ibuku mengatakan, kalau ibu hanya menamatkan pendidikan di Sekolah Rakyat (SR). Maka,anaknya harus mendapatkan pendidikan yang layak. Selemah-lemahnya iman, harus menamatkan pendidikan strata satu, plus pendidikan agama yang memadai. (masriadi sambo)

05.32 | Posted in , | Read More »

Sekolah Akreditasi B

SEJUMLAH siswa sedang berada di laboratorium komputer SMAN 1 Matangkuli, di Desa Blang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Sabtu (5/5). Mereka belajar aplikasi microsoft word. Siswa lainnya terlihat sibuk belajar di ruang kelas masing-masing.

Sekolah itu didirikan tahun 1985 silam. Saat itu masih berstatus swasta. Baru pada tahun 1989 sekolah itu dinegerikan. Secara perlahan, sekolah terus berbenah meningkatkan kuwalitas lulusan agar tidak kalah bersaing dengan sekolah di pusat kota seperti Lhokseumawe. Untuk meningkatkan kuwalitas,  sekolah itu pernah menjadi sekolah binaan Sampoerna Fondation Jakarta 2006 sampai April 2011. Sampoerna memberikan pelatihan untuk guru, kepala sekolah pustakawan dan siswa di sekolah tersebut. Bahkan, pada tahun 2010 lalu, sekolah tersebutr mendapatkan bantuan dari Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan RI untuk program rintisan sekolah mandiri. Hasilnya, sekolah itu kini mengantongi akreditasi dengan nilai B.
SUASANA belajar di laboratorium SMAN 1 Matangkuli


“Sampoerna mendampingi para guru agar menguasai metode pembelajaran yang menarik dan mudah difahami siswa. Begitu juga mengajarkan agar pustakawan sekolah mampu mengatur buku yang baik dan mudah dicari siswa,” sebut Kepala SMAN 1 Matangkuli, Hasbi SPd kepada Serambi.

Ditambahkan, sebagai fasilitas pendukung sekolah tersebut memiliki laboratorium fisika, kimia dan komputer. Sekolah itu menjadi favorit untuk Kecamatan Matangkuli, Pirak Timu, dan Kecamatan Paya Bakong. Saat ini, sekolah tersebut memiliki siswa sebanyak 710 orang dan guru PNS sebanyak 30 orang ditambah guru honorer 16 orang.

“Kami terus berusaha semampu kami agar kuwalitas lulusan SMA ini tidak kalah dengan kuwalitas lulusan sekolah di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Caranya, kami memberikan jam pelajaran tambahan khusus bagi anak yang lambat memahami pelajar selama tiga hari dalam sepekan. Ini komitmen kami untuk meningkatkan kuwalitas mereka,”ujar Hasbi. Dia berharap seluruh kalangan di kecamatan itu mendukung dan membantu manajemen sekolah untuk kemajuan dunia pendidikan di kawasan barat Aceh Utara itu. (masriadi sambo)

profile sekolah
Nama : SMAN 1 Matangkuli
Alamat : Desa Blang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara
Berdiri : 1985
Guru : 30 orang PNS, 16 orang Honorer
Siswa : 710 orang
Akreditasi : B
Fasilitas : Laboratorium komputer, fisika,kimia dan perpustakaan
Kepala sekolah : Hasbi, SPd

01.23 | Posted in , | Read More »

Anak Seribu Ayah

FOTO : ILUSTRA
AKU terkejut, ketika menerima buku warna abu-abu. Ya, rapor sekolah menengah atas (SMA) yang pertama kuterima. Dalam buku itu disebutkan ibuku bernama Yuna, sedangkan di kolom nama ayah tidak tertulis nama siapa pun. Kolom itu kosong.

Mungkinkah aku ini anak yang lahir dari pecahan batu di rimba Tuhan? Atau aku ini anak yang lahir dari rahim bongkahan kayu di pegunungan nusantara? Ah, aku tak tahu. Perlahan, bulingan jernih menetes di pipiku.

Aku bingung siapa aku sebenarnya.  Langkahku gontai menuju gubuk tua Mak Saleha, orang yang selama ini kukira ibuku

Saat itu, Mak-begitu aku memanggil Mak Saleha-sedang di kebun.Wanita ringkih ini sudah tujuh tahun menemaniku. Sejak aku lahir entah dimana.

Senyumnya menyambutku. Mak memagang parang kecil, dia baru saja menyiapkan kayu bakar untuk masak sore nanti. Keringatnya memasahi baju kaos lusuh itu. Nafasnya terlihat ngos-ngosan. Mak letih. Ah, tak mungkin kutanyakan masalah Ayahku saat ini.

“Sudah pulang anak Mak?. Bagaimana rapornya, biru semua atau ada merahnya?”
“Aku rangking satu Mak. Tadi, Bu Ratih kirim salam pada Mak,” jawabku sambil duduk disamping Mak. Mak memperhatikan isian raporku. Dia tersenyum bangga.
“Harus pertahankan prestasi. Nanti, Mak buatkan kue bingkhang kesukaanmu,” kata Mak sambil merapikan kayu bakar.

***
Malam merangkak naik menuju puncak. Sinar bulan menerabas masuk lewat atap rumbia rumah kami. Aku tak bisa memejamkan mata. Kulihat Mak tertidur pulas. Dia terlalu letih hari ini. Selama ini Mak Saleha kupikir benar-benar orang tuaku. Setiap kali mengambil rapor SD sampai SMP dia selalu menyimpan rapor di lemari. Mak hanya mengatakan, bahwa nilaiku baik dan harus dipertahankan.

Hari ini aku baru sadar, bahwa aku bukanlah anak Mak Saleha. Ibuku Yuna. Entah dimana wanita itu dan mengapa aku bisa telantar disini. Mak terbangun dari tidurnya. Lalu, mengambil segelas air di meja samping tempat tidur.

“Kenapa belum tidur? Hayo, cerita sama Mak,”
“Mak...gini...aduh...gimana ya mulainya.”
“Mulai saja cerita. Mak siap membantu kamu Dara”
“Tapi jangan marah?”
Sejurus kami terdiam. Mak menatapku dalam-dalam. Aku mulai bertanya siapa aku sebenarnya. Lalu, siapa Yuna? Mengapa nama ayahku tidak ada di kolom rapor? Mak terdiam. Wajahnya terlihat gelisah. Bingung.

“Mengapa Mak bohong selama ini?”
“Aku tak mau kamu tahu sebenarnya Dara. Sudah puluhan tahun kusimpan rahasia ini. Cukup Mak saja yang tahu? Mata tua itu mulai mengeluarkan air. Menetes perlahan membasahi pipi keriput. Mak mengatur nafasnya.
***
DULU, aku dan Mak mu adalah tenaga kerja wanita (TKW) di Timur Tengah. Ibumu bernama Yuna. Ayahmu, aku sendiri tidak tahu siapa namanya. Yuna bekerja sebagai pencuci pakaian di salah satu asrama milik perusahaan swasta di sana. Gajinya lumayan, Rp 5 juta per bulan, ditambah bonus dan tunjangan lembur. Ibumu wanita yang baik. Rajin ibadah, dan sangat mencintai kakek dan nenekmu. Semua uang yang dihasilkannya dikirim ke kampung. Tujuannya, agar kakek dan nenekmu tidak perlu menggarab sawah dan beternak seperti petani kebayakan. Waktu itu kami satu tempat kos di sana.

Satu pagi, Ibumu datang mencuci pakaian di tempat kerjanya. Saat itulah peristiwa itu terjadi. Ibumu diperkosa oleh puluhan pria yang menginap di situ. Ibumu pingsan. Tidak sadarkan diri tiga hari dan tiga malam. Sembilan bulan kemudian, ibumu melahirkan di salah satu rumah sakit di sana. Dia tidak mahu pulang kampung. Malu.

Lalu, ketika usiamu setahun, aku dan ibumu sepakat pulang ke Indonesia. Kami pulang menggunakan boat ala kadar. Kami pendatang haram di Timur Tengah. Dalam perjalanan, kapal kami karam. 20 penumpang tenggelam. Ibumu salah satunya. Tidak ditemukan jenazahnya hingga kini. Sedangkan aku berhasil menyelamatkan mu. Sejak saat itu, kuputuskan untuk menganggapmu anakku.

Aku bahkan tak tahu dimana alamat keluarga Ibumu di Pulau Jawa sana. Kuputuskan membawamu kemari. Ke desa ini. Seluruh warga kampung mencaciku. Menghujat dengan kata tak senonoh. Mereka mengira aku melacurkan diri dan pulang bawa anak jaddah. Kuacuhkan semua tuduhan itu. Bahkan, sampai kini, aku tak menikah, tak ada yang mahu denganku. Mereka menganggap aku hina, tanpa tahu cerita sebenarnya.

Sakit memang. Meski begitu, aku tetap tabah. Bagiku, kamu amanah terindah yang dititipkan Tuhan. Aku harus merawatmu hingga dewasa. Tidak ada maksud untuk menipumu Dara. Aku terdiam. Mak juga diam. Kami lalu menangis.

Aku terpukul mengetahui takdirku. Ibuku entah dimana, ayahku entah siapa?. Hidup memang penuh dinamika. Tak bisa diprediksi takdir Illahi. Penuh teka-teki. Kurenungi takdir ini. Kucoba fahami hikmah dibalik elegi.

Aku ini anak jaddah, dari lelaki bedebah. Namun, tak guna mengumpat amarah, karena hidup penuh hikmah. Kini, aku bertahan, di lorong sunyi hati. Membenahi mental sejati, menyiapkan hidup yang terus berlanjut nanti. Aku anak seribu ayah.

Masriadi Sambo
Penikmat sastra. Menetap di Lhokseumawe.







05.16 | Posted in , | Read More »

Guru Pecinta Seni

AZIZAH sedang duduk di bangku guru piket SMAN 1 Matangkuli di Desa Blang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Jumat (4/5). Dia berdiskusi ringan dengan sejumlah guru piket lainnya di sekolah itu. Ibu dua anak tersebut merupakan salah seorang guru berprestasi di sekolah itu.  Wanita gemar menyanyi ini dipercaya unit pelaksana teknis dinas (UPTD) Disdikpora Aceh Utara sebagai pelatih seni untuk guru sekolah dasar (SD) di kecamatan tersebut tahun 2007 lalu.

Tugasnya melatih para guru teknis dasar tari dan teknik dasar paduan suara. Sehingga, diharapkan seluruh guru seni tingkat SD di kecamatan tersebut bisa menjadi pelatih untuk sekolahnya masing-masing.

Lalu, setiap menjelang peringatan HUT RI, Azizah dipercaya sebagai pelatih untuk paduan suara pada upacara HUT RI tingkat kecamatan itu. Tidak hanya disitu, dia juga melatih tari tradisional di sekolah tersebut. Lalu, khusus untuk even Gita Bahana Nusantara, Azizah juga didaulat menjadi pelatih khusus paduan suara lagu-lagu kebangsaan tersebut. “Setiap lomba Gita Bahana Nusantara, kami selalu menang untuk tingkat Kabupaten Aceh Utara. Namun, untuk tingkat provinsi kami belum beruntung. Kelompok yang beruntung akan menyanyikan lagu kebangsaan pada puncak HUT RI di Istana Negara Jakarta,” terang Azizah

Sehari-hari Azizah mengajar pelajaran biologi di sekolah tersebut. Lalu, apa kesulitan sebagai pelatih paduan suara? “Susah mencocokan cengkok suara anak-anak. Umumnya, kami butuh waktu sebulan agar suara mereka terbentuk dan menyatu dengan suara teman-temannya dalam paduan suara tersebut. Selebihnya, tinggal meningkatkan kuwalitas vocal saja,” ujar wanita yang gemar menyanyi ini.

Secara akademik, wanita ini terbilang beruntung. Pasalnya, setelah menyelesaikan pendidikan DIII biologi FKIP Unsyiah, 1989 dia sempat bekerja setahun sebagai guru honor di SMA tersebut. Lalu, pada tahun 1990 dia diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di sekolah yang sama hingga kini. “Alhamdulillah, tidak sempat honor berlama-lama langsung diangkat menjadi PNS. Dari dulu sampai sekarang saya berbakti di sini, mengajarkan apa yang saya ketahui pada anak-anak, semoga mereka kelak menjadi orang yang sukses,” pungkasnya sambil tersenyum. (masriadi sambo)

siapa azizah?
Nama : Azizah
Lahir : Matangkuli/ 24 Februari 1969
Alamat : Desa Ude, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara
Orangtua : H Muhammad Yunus Yusuf/Hj Hanisah
Prestasi :
-          Pelatih evan seni Gita Bahana Nusantara 2009-sekarang
-          Pelatih paduan suara Kecamatan Matangkuli 2010
-          Pelatih tari tradisional SMAN1 Matangkuli 2010-sekarang
-          Tutor seni guru SD Kecamatan Matangkuli 2007

05.10 | Posted in , | Read More »

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added