MOST RECENT

Jadi Ayah


Masriadi Sambo Junior

HARI ini, Minggu, 20 Mei 2012. Aku resmi menjadi ayah. Anakku lahir dengan selamat di Klinik Yayasan Fuji, Lhokseumawe. Dia laki-laki. Berat 3,5 kilogram. Sebenarnya ini anak kedua. Anak pertamaku, Felomena, meninggal dunia dalam kandungan ibunya. Saat itu, usia kandungan genap enam bulan. Namun, Allah berkata lain. Felo tak sempat melihat dunia.

Kini, putraku lahir. Secara fisik, dia mirip dengan ibunya. Alis tebal, dan putih. Kini, dia mengisi hari-hari kami. Rumah sewa kami semakin ramai dengan tangisnya. Setiap dia lapar, selalu menangis. Tangisan itu menjadi musik tersendiri bagiku.

Semoga dia tumbuh menjadi anak yang baik, saleh, dan bisa berguna memperbaiki dunia yang semakin kacau saja. Dia harus lebih hebat dibanding aku dan ibunya. Dia harus lebih sukses. Dulu ibuku mengatakan, kalau ibu hanya menamatkan pendidikan di Sekolah Rakyat (SR). Maka,anaknya harus mendapatkan pendidikan yang layak. Selemah-lemahnya iman, harus menamatkan pendidikan strata satu, plus pendidikan agama yang memadai. (masriadi sambo)

05.32 | Posted in , | Read More »

Sekolah Akreditasi B

SEJUMLAH siswa sedang berada di laboratorium komputer SMAN 1 Matangkuli, di Desa Blang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Sabtu (5/5). Mereka belajar aplikasi microsoft word. Siswa lainnya terlihat sibuk belajar di ruang kelas masing-masing.

Sekolah itu didirikan tahun 1985 silam. Saat itu masih berstatus swasta. Baru pada tahun 1989 sekolah itu dinegerikan. Secara perlahan, sekolah terus berbenah meningkatkan kuwalitas lulusan agar tidak kalah bersaing dengan sekolah di pusat kota seperti Lhokseumawe. Untuk meningkatkan kuwalitas,  sekolah itu pernah menjadi sekolah binaan Sampoerna Fondation Jakarta 2006 sampai April 2011. Sampoerna memberikan pelatihan untuk guru, kepala sekolah pustakawan dan siswa di sekolah tersebut. Bahkan, pada tahun 2010 lalu, sekolah tersebutr mendapatkan bantuan dari Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan RI untuk program rintisan sekolah mandiri. Hasilnya, sekolah itu kini mengantongi akreditasi dengan nilai B.
SUASANA belajar di laboratorium SMAN 1 Matangkuli


“Sampoerna mendampingi para guru agar menguasai metode pembelajaran yang menarik dan mudah difahami siswa. Begitu juga mengajarkan agar pustakawan sekolah mampu mengatur buku yang baik dan mudah dicari siswa,” sebut Kepala SMAN 1 Matangkuli, Hasbi SPd kepada Serambi.

Ditambahkan, sebagai fasilitas pendukung sekolah tersebut memiliki laboratorium fisika, kimia dan komputer. Sekolah itu menjadi favorit untuk Kecamatan Matangkuli, Pirak Timu, dan Kecamatan Paya Bakong. Saat ini, sekolah tersebut memiliki siswa sebanyak 710 orang dan guru PNS sebanyak 30 orang ditambah guru honorer 16 orang.

“Kami terus berusaha semampu kami agar kuwalitas lulusan SMA ini tidak kalah dengan kuwalitas lulusan sekolah di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Caranya, kami memberikan jam pelajaran tambahan khusus bagi anak yang lambat memahami pelajar selama tiga hari dalam sepekan. Ini komitmen kami untuk meningkatkan kuwalitas mereka,”ujar Hasbi. Dia berharap seluruh kalangan di kecamatan itu mendukung dan membantu manajemen sekolah untuk kemajuan dunia pendidikan di kawasan barat Aceh Utara itu. (masriadi sambo)

profile sekolah
Nama : SMAN 1 Matangkuli
Alamat : Desa Blang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara
Berdiri : 1985
Guru : 30 orang PNS, 16 orang Honorer
Siswa : 710 orang
Akreditasi : B
Fasilitas : Laboratorium komputer, fisika,kimia dan perpustakaan
Kepala sekolah : Hasbi, SPd

01.23 | Posted in , | Read More »

Anak Seribu Ayah

FOTO : ILUSTRA
AKU terkejut, ketika menerima buku warna abu-abu. Ya, rapor sekolah menengah atas (SMA) yang pertama kuterima. Dalam buku itu disebutkan ibuku bernama Yuna, sedangkan di kolom nama ayah tidak tertulis nama siapa pun. Kolom itu kosong.

Mungkinkah aku ini anak yang lahir dari pecahan batu di rimba Tuhan? Atau aku ini anak yang lahir dari rahim bongkahan kayu di pegunungan nusantara? Ah, aku tak tahu. Perlahan, bulingan jernih menetes di pipiku.

Aku bingung siapa aku sebenarnya.  Langkahku gontai menuju gubuk tua Mak Saleha, orang yang selama ini kukira ibuku

Saat itu, Mak-begitu aku memanggil Mak Saleha-sedang di kebun.Wanita ringkih ini sudah tujuh tahun menemaniku. Sejak aku lahir entah dimana.

Senyumnya menyambutku. Mak memagang parang kecil, dia baru saja menyiapkan kayu bakar untuk masak sore nanti. Keringatnya memasahi baju kaos lusuh itu. Nafasnya terlihat ngos-ngosan. Mak letih. Ah, tak mungkin kutanyakan masalah Ayahku saat ini.

“Sudah pulang anak Mak?. Bagaimana rapornya, biru semua atau ada merahnya?”
“Aku rangking satu Mak. Tadi, Bu Ratih kirim salam pada Mak,” jawabku sambil duduk disamping Mak. Mak memperhatikan isian raporku. Dia tersenyum bangga.
“Harus pertahankan prestasi. Nanti, Mak buatkan kue bingkhang kesukaanmu,” kata Mak sambil merapikan kayu bakar.

***
Malam merangkak naik menuju puncak. Sinar bulan menerabas masuk lewat atap rumbia rumah kami. Aku tak bisa memejamkan mata. Kulihat Mak tertidur pulas. Dia terlalu letih hari ini. Selama ini Mak Saleha kupikir benar-benar orang tuaku. Setiap kali mengambil rapor SD sampai SMP dia selalu menyimpan rapor di lemari. Mak hanya mengatakan, bahwa nilaiku baik dan harus dipertahankan.

Hari ini aku baru sadar, bahwa aku bukanlah anak Mak Saleha. Ibuku Yuna. Entah dimana wanita itu dan mengapa aku bisa telantar disini. Mak terbangun dari tidurnya. Lalu, mengambil segelas air di meja samping tempat tidur.

“Kenapa belum tidur? Hayo, cerita sama Mak,”
“Mak...gini...aduh...gimana ya mulainya.”
“Mulai saja cerita. Mak siap membantu kamu Dara”
“Tapi jangan marah?”
Sejurus kami terdiam. Mak menatapku dalam-dalam. Aku mulai bertanya siapa aku sebenarnya. Lalu, siapa Yuna? Mengapa nama ayahku tidak ada di kolom rapor? Mak terdiam. Wajahnya terlihat gelisah. Bingung.

“Mengapa Mak bohong selama ini?”
“Aku tak mau kamu tahu sebenarnya Dara. Sudah puluhan tahun kusimpan rahasia ini. Cukup Mak saja yang tahu? Mata tua itu mulai mengeluarkan air. Menetes perlahan membasahi pipi keriput. Mak mengatur nafasnya.
***
DULU, aku dan Mak mu adalah tenaga kerja wanita (TKW) di Timur Tengah. Ibumu bernama Yuna. Ayahmu, aku sendiri tidak tahu siapa namanya. Yuna bekerja sebagai pencuci pakaian di salah satu asrama milik perusahaan swasta di sana. Gajinya lumayan, Rp 5 juta per bulan, ditambah bonus dan tunjangan lembur. Ibumu wanita yang baik. Rajin ibadah, dan sangat mencintai kakek dan nenekmu. Semua uang yang dihasilkannya dikirim ke kampung. Tujuannya, agar kakek dan nenekmu tidak perlu menggarab sawah dan beternak seperti petani kebayakan. Waktu itu kami satu tempat kos di sana.

Satu pagi, Ibumu datang mencuci pakaian di tempat kerjanya. Saat itulah peristiwa itu terjadi. Ibumu diperkosa oleh puluhan pria yang menginap di situ. Ibumu pingsan. Tidak sadarkan diri tiga hari dan tiga malam. Sembilan bulan kemudian, ibumu melahirkan di salah satu rumah sakit di sana. Dia tidak mahu pulang kampung. Malu.

Lalu, ketika usiamu setahun, aku dan ibumu sepakat pulang ke Indonesia. Kami pulang menggunakan boat ala kadar. Kami pendatang haram di Timur Tengah. Dalam perjalanan, kapal kami karam. 20 penumpang tenggelam. Ibumu salah satunya. Tidak ditemukan jenazahnya hingga kini. Sedangkan aku berhasil menyelamatkan mu. Sejak saat itu, kuputuskan untuk menganggapmu anakku.

Aku bahkan tak tahu dimana alamat keluarga Ibumu di Pulau Jawa sana. Kuputuskan membawamu kemari. Ke desa ini. Seluruh warga kampung mencaciku. Menghujat dengan kata tak senonoh. Mereka mengira aku melacurkan diri dan pulang bawa anak jaddah. Kuacuhkan semua tuduhan itu. Bahkan, sampai kini, aku tak menikah, tak ada yang mahu denganku. Mereka menganggap aku hina, tanpa tahu cerita sebenarnya.

Sakit memang. Meski begitu, aku tetap tabah. Bagiku, kamu amanah terindah yang dititipkan Tuhan. Aku harus merawatmu hingga dewasa. Tidak ada maksud untuk menipumu Dara. Aku terdiam. Mak juga diam. Kami lalu menangis.

Aku terpukul mengetahui takdirku. Ibuku entah dimana, ayahku entah siapa?. Hidup memang penuh dinamika. Tak bisa diprediksi takdir Illahi. Penuh teka-teki. Kurenungi takdir ini. Kucoba fahami hikmah dibalik elegi.

Aku ini anak jaddah, dari lelaki bedebah. Namun, tak guna mengumpat amarah, karena hidup penuh hikmah. Kini, aku bertahan, di lorong sunyi hati. Membenahi mental sejati, menyiapkan hidup yang terus berlanjut nanti. Aku anak seribu ayah.

Masriadi Sambo
Penikmat sastra. Menetap di Lhokseumawe.







05.16 | Posted in , | Read More »

Guru Pecinta Seni

AZIZAH sedang duduk di bangku guru piket SMAN 1 Matangkuli di Desa Blang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, Jumat (4/5). Dia berdiskusi ringan dengan sejumlah guru piket lainnya di sekolah itu. Ibu dua anak tersebut merupakan salah seorang guru berprestasi di sekolah itu.  Wanita gemar menyanyi ini dipercaya unit pelaksana teknis dinas (UPTD) Disdikpora Aceh Utara sebagai pelatih seni untuk guru sekolah dasar (SD) di kecamatan tersebut tahun 2007 lalu.

Tugasnya melatih para guru teknis dasar tari dan teknik dasar paduan suara. Sehingga, diharapkan seluruh guru seni tingkat SD di kecamatan tersebut bisa menjadi pelatih untuk sekolahnya masing-masing.

Lalu, setiap menjelang peringatan HUT RI, Azizah dipercaya sebagai pelatih untuk paduan suara pada upacara HUT RI tingkat kecamatan itu. Tidak hanya disitu, dia juga melatih tari tradisional di sekolah tersebut. Lalu, khusus untuk even Gita Bahana Nusantara, Azizah juga didaulat menjadi pelatih khusus paduan suara lagu-lagu kebangsaan tersebut. “Setiap lomba Gita Bahana Nusantara, kami selalu menang untuk tingkat Kabupaten Aceh Utara. Namun, untuk tingkat provinsi kami belum beruntung. Kelompok yang beruntung akan menyanyikan lagu kebangsaan pada puncak HUT RI di Istana Negara Jakarta,” terang Azizah

Sehari-hari Azizah mengajar pelajaran biologi di sekolah tersebut. Lalu, apa kesulitan sebagai pelatih paduan suara? “Susah mencocokan cengkok suara anak-anak. Umumnya, kami butuh waktu sebulan agar suara mereka terbentuk dan menyatu dengan suara teman-temannya dalam paduan suara tersebut. Selebihnya, tinggal meningkatkan kuwalitas vocal saja,” ujar wanita yang gemar menyanyi ini.

Secara akademik, wanita ini terbilang beruntung. Pasalnya, setelah menyelesaikan pendidikan DIII biologi FKIP Unsyiah, 1989 dia sempat bekerja setahun sebagai guru honor di SMA tersebut. Lalu, pada tahun 1990 dia diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di sekolah yang sama hingga kini. “Alhamdulillah, tidak sempat honor berlama-lama langsung diangkat menjadi PNS. Dari dulu sampai sekarang saya berbakti di sini, mengajarkan apa yang saya ketahui pada anak-anak, semoga mereka kelak menjadi orang yang sukses,” pungkasnya sambil tersenyum. (masriadi sambo)

siapa azizah?
Nama : Azizah
Lahir : Matangkuli/ 24 Februari 1969
Alamat : Desa Ude, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara
Orangtua : H Muhammad Yunus Yusuf/Hj Hanisah
Prestasi :
-          Pelatih evan seni Gita Bahana Nusantara 2009-sekarang
-          Pelatih paduan suara Kecamatan Matangkuli 2010
-          Pelatih tari tradisional SMAN1 Matangkuli 2010-sekarang
-          Tutor seni guru SD Kecamatan Matangkuli 2007

05.10 | Posted in , | Read More »

Wakili Aceh ke Jambore Asia Pasifik

PAGI itu Shelly Delvia sedang duduk santai di halaman SMAN 1 Matangkuli, Desa Blang, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara. Gadis murah senyum ini seorang siswa berprestasi di sekolah tersebut. Bulan lalu, dia menjadi wakil Aceh pada Jambore Pramuka Asia Pasifik di Sri Lanka. Shelly--panggilan akrab-Shelly Delvia terpilih jadi peserta jambore Asia Pasifik karena fasih berbahasa Inggris. Anak pertama pasangan Amri Wahid dan Hasanah itu belajar bahasa Inggris sejak kelas satu SMP.

“Saya tertarik mendalami bahasa Inggris. Karena kalau bisa bahasa Inggris jalan ke luar negeri lebih mudah, bisa berkomunikasi dengan orang asing, dan memudahkan langkah untuk meraih cita-cita,” ujar Shelly sambil tersenyum.

Dia juga menjadi pengajar bahasa Inggris untuk empat Sekolah Dasar (SD) tahun 2011. Saat itu, SMAN 1 Matangkuli membuat program mengajar bahasa Inggris dasar untuk murid SD di kecamatan tersebut. “Saya mengajar untuk empat SD waktu itu. Sekolah memberi nama program ini community service project,” ujar penggemar musik pop alternatif ini.

Dara berkulit putih ini juga mencintai dunia pramuka. Dia pernah menjadi peserta Perkemahan Bakti Saka Bhayangkara (Pertikara) Pramuka di Seulawah, Aceh Besar tahun 2011. Lalu, apa cita-cita Shelly? “Saya ingin menjadi guru bahasa Inggris. Sekarang sudah lulus tanpa tes di jurusan bahasa Inggris Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Almuslim Peusangan, Bireuen,” ujarnya.

Disebutkan, orang tua juga mendukung langkah yang ditempuhnya. “Semoga cita-cita saya tercapai, sehingga bisa mengajarkan anak-anak belajar bahasa Inggris secara fasih,” pungkasnya. Shelly terus belajar memperlancar kemampuan bahasa Inggris. Tujuannya, agar bisa berbagi pengetahuan dengan sesama. Cita-cita yang mulia. Semoga!  * masriadi sambo

23.32 | Posted in | Read More »

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added