MOST RECENT

Anak Petani Miskin Ini Menderita Bocor Jantung



LHOKSUKON - Di usianya yang baru 12 tahun, Zulkhairi (12) telah mendapatkan cobaan dari Allah. Anak petani miskin, wara Desa Alue Rimee, Kecamatan Pirak Timu, Aceh Utara ini, mengalami bocor jantung dan ginjal. 


Saat dikunjungi Serambi, Sabtu (27/10), anak ketiga dari pasangan Ibrahim dan Maenah itu kini terbaring lemas di rumahnya. Perutnya terlihat membesar. Ibrahim mengatakan, semakin hari, perut anaknya semakin besar. Dia sulit bergerak. Jika ingin duduk harus dibantu oleh orang lain. Bahkan, dia sulit bernafas. 



“Sebulan lalu, kami sudah membawa ke Rumah Sakit Umum Cut Meutia (RSUCM) Aceh Utara di Lhokseumawe. Namun, dokter menyatakan harus dirawat secara intensif di rumah sakit Medan atau Jakarta. Sehingga, kami putuskan untuk membawa Zulkhairi pulang ke rumah,” sebut Ibrahim.
Ditambahkan, pihaknya tak bisa membawa anaknya tersebut ke rumah sakit di Medan atau Jakarta karena mengalami kesulitan dana. Orangtua Zulkhairi hanya petani biasa, dan tak memiliki dana mencukupi membawa anaknya berobat. 


“Kalau pengobatan mungkin bisa menggunakan layanan Jamkesmas. Namun, untuk biaya transportasi dan biaya jaga selama rumah sakit serta obat-obat yang tidak ditanggung di Jamkesmas kami tak memiliki dana. Kami berharap ada dermawan yang membantu pengobatan anak saya,” pungkas Ibrahim.(c46)

Editor : bakri
SUMBER : SERAMBINEWS.COM

03.13 | Posted in , | Read More »

Menikmati Kupi Get One di Lhokseumawe


SEMILIR angin membelai pengunjung Tunas Caffe, di Jalan Pase Ujung, Lhokseumawe, Minggu, 28 Oktober 2012. Di luar terasa matahari memanggang bumi. Terik.

Sejumlah pengunjung Caffe itu sibuk berbincang di meja masing-masing. Sesekali tawa mereka pecah. Ya, dua bulan terakhir ini, Caffe itu menyajikan menu istimewa. Kupi Get One, namanya.

Saya baru saja duduk. Sejurus kemudian, seorang teman, Syahruf memesan secangkir kopi itu.  “Get one saboh (Kupi Get One satu),” sebut Syahrul pada pelayan.

Tak lama kemudian, Afid, pelayan di Caffe itu menghidangkan semangkuk kopi di tempat khusus. Tempat kopi ini berbeda dengan tempat kopi umumnya. Bagian atas memiliki alat pemompa.

Cara meracik kopi ini pun berbeda. Bubuk kopi dimasukkan ke dalam tempat kopi tersebut, lalu dimasukkan air panas. Ditutup. Bubuk kopi ada dibawahnya. Tunggulah lima menit agar bubuk kopi itu matang. Setelah itu, tekanlah alat pemompa. Jika ingin rasa semakin pahit, maka tekanlah alat pemompa itu lebih kuat.

Bubuk kopi itu diproduksi oleh CV Tunas Bersama Aceh, Bireuen, Aceh milik Tgk Nasruddin Bin Ahmed. Sejak dua bulan lalu, Tunas Caffe telah menyajikannya pada penikmat kopi di kota itu.

“Bulan pertama kami gratiskan. Sekaligus launching produk dan memperkenalkannya pada masyarakat. Baru sebulan ini dikomersilkan. Masyarakat sudah mulai mengenal kopi ini,” sebut pemilik Tunas Caffe, Ismed AJ Hasan.

Kopi ini dibadrol Rp 7.000 per gelas. Harga itu jauh lebih mahal dibanding  Kopi Ulee Kareng, Rp 4.000 per gelas. Meski begitu, penikmat kopi sejati tetap memilih kopi ini.

“Segelas itu cukup diminum berdua. Jadi segelas besar, jika dibagi menjadi dua gelas kecil. Cukuplah buat berdua,” terang Ismed. Nah, Anda penasaran rasa kopi, silahkan mencoba. Saya sudah membuktikannya. Memang beda dengan kopi biasa.  ==masriadi sambo==

02.52 | Posted in , | Read More »

Sehari di Kutacane (2)

HARI ini, saya berada di depan halaman SDN 2 Bambel, Aceh Tenggara. Dulu, sekitar 22 tahun lalu, saya menimba ilmu di sekolah itu. Saya sempat menghabiskan waktu setahun di sana. Ketika naik kelas dua, saya pindah ke SDN Blang Siren, Aceh Utara. Mengikuti orang tua yang pindah tempat tinggal.

Sewaktu berada di SDN 2 Bambel, sekolah ini masih lusuh. Ada sepuluh ruangan. Namun, yang difungsikan hanya tujuh. Enam ruang kelas, plus satu ruang guru. Sedangkan tiga ruang dibelakang, tidak difungsikan. Karena, tak layak ditempati. Saya ingat betul, waktu itu ayah saya (Zainal Abidin Sambo) mendaftarkan saya ke sekolah itu, ya ruang penerimaan murid baru persis di ruang yang tak layak pakai itu. Dinding papan, cat putih kusam, dan atap bocor. Namun, saat itu, SDN 2 Bambel menjadi favorit banyak murid. Dikenal sebagai sekolah yang aktif, dan jarang tawuran. Zaman itu, tawuran bukan hanya tradisi pelajar dan siswa. Murid pun kerap tawuran. Teman-teman saya di SDN 2 Bambel waktu itu, Jhoni, Ahmad Mistiadi, Gunawan, dan beberapa teman yang saya tidak ingat namanya.

Hari ini, sekolah itu baru selesai dibangun. Masih tercium bau cat, dan bekas semen berserakan. Halaman sekolah gundul. Tak ada pohon waru, tempat kami berteduh dulu. Kini, sekolah itu gersang.

Saya tidak bisa menemui guru kelas saya dulu. Namanya Bu Nur. Menurut guru yang kini menempati mes di sekolah itu, Bu Nur sudah lama pensiun. Tak diketahui dimana dia menetap saat ini. Saya ingin berterima kasih, karena beliaulah orang yang pertama mengajarkan saya menghitung.

SMK
Saya juga mengunjungi SMKN 1 Kutacane. Dulu, saya menamatkan pendidikan menengah di SMK ini. Jurusan Akutansi 2. Pada zamannya, Akutansi 2 dikenal sebagai siswa bandel. Tapi, cerdas. Umumnya, ketua OSIS berasal dari kelas ini. Termasuk aku salah satunya.

Kini, sekolah itu semakin canggih. Ruang kelas sudah beton. Tak ada lagi ruang kelas dengan jendela dan pintu terbuka selebar-lebarnya, khas bangunan tahun 70-an. Kini, gedungnya minimalis. Gapura minimalis. Bahkan sekolah itu kini berstatus Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Semoga, ke depan sekolah itu semakin maju. Melahirkan akuntan handal, ahli manajemen, dan sektretaris yang mumpuni. Kabarnya, jurusan sudah bertambah satu yaitu jurusan teknologi informasi komputer. Hebat. Teman saya di SMK ini banyak, beberapa saya masih ingat namanya, Viska Novita Jagia, Dedy Y Darmen Mentedak,Almarhum Chandar Gunawan, Riko Rau Andika, Sri Helena, Sri Kartika, Sri Wahyuni, Mardiana, Eka Pratiwi Marsyah, Pesta, Berta, Erlin, Maradona, Mulyani Mumul, Umi, Masriadi Selian, Ola Mutia, Hendrik, Mulyadi, Nasri, Roni, Taufik (ini teman di Akuntansi 2).

Teman lainnya di Akutansi 1, Novita, Amiruddin, Robi, Basri, Maruli, Minge, Hefni, dan lainnya. Beberapa diantaranya masih sering komunikasi sekarang. Umumnya, sulit mencari waktu untuk bertemu. Sebagian diantara mereka berada di luar kota Kutacane, sebagian lagi menetap di Kutacane. Ada yang menjadi pengusaha, guru, karyawan swasta, pegawai negeri, TNI, dan lain sebagainya.

Kutacane, 21 Oktober 2012
==masriadi sambo==

04.08 | Posted in , | Read More »

Sehari di Kutacane (1)

PERJALANAN menuju Kutacane, Aceh Tenggara, memang sangat melelahkan, Sabtu, 20 Oktober 2012. Perjalanan kali ini, saya mengemban misi membawa Ayah yang baru saja keluar dari Rumah Sakit Adam Malik, Medan, Sumatera Utara. Ayah saya, ditabrak oleh seorang remaja sebulan lalu. Dia harus menjalani dua operasi pada kaki dan tangan kiri. Perjalanan menuju Kutacane, saya ditemani oleh dua abang saya, Samsul Amar, dan Muhammad Hatta. Sangat melelahkan. Kami menempuh rute dari Medan menuju Sibolangit, Brastagi, Kabanjahe, Tiga Binaga, dan Kutacane.

Sepanjang jalan, petani bunga dan buah berada disisi kiri-kanan jalan. Bunga warna merah, kuning, putih ditata api. Sebagian petani sedang memanen bunga, dan sebagian lainnya sedang memanen buah jeruk. Di Kecamatan Munthe, Kabupaten Tanah Karo, saya singgah untuk merasakan sejuknya aroma kota itu. Sembari menikmati jeruk rasa asam-manis. Sebagian asam, dan sebagian manis.

Menyempatkan diri foto di kota yang didominasi penduduk beragama Kristen ini. Sembari menikmati jeruk, kami berfoto membelakangi gunung menjulang. Jalan berliku, berkelok-kelok dan rusak parah sangat sulit dilalu. Jalan berkelok bisa mengocok isi perut. Sebagian dari kami muntah, tak tahan dengan kocokan alam tersebut. Jalan itu dibangun oleh nenek moyang kita, dibawah tekanan Belanda. Sampai saat ini, belum ada jalan yang lebih bagus dibanding jalan yang dibuat pada masa Belanda tersebut.

Idealnya Medan-Kutacane ditempuh enam jam. Namun, karena kondisi jalan rusak parah, kami terpaksa menempuhnya delapan jam. Tiba di Kutacane sekitar pukul 16.00 WIB.

Ikan Mas
Kota ini dikenal sebagai penghasil ikan mas. Kami pun menikmati ikan mas, dari kepala, bodi, dan ekor ikan. Ada yang dilemak, ada pula yang digoreng. Rasanya gurih, dan nikmat sekali.

Jika dijual di warung makan,sepotong ikan mas goreng atau lemak dijual Rp 10.000. Harga yang terbilang mahal. Namun, mahal itu sebanding dengan gurihnya ikan tersebut. Tahun 2007, saya pernah mengunjungi kota itu. Kini, perlahan kota mulai berubah. Misalnya, jalan dua jalur, dari Biak Moli sampai pusat kota.

Jalan ini sepertinya untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas. Dulu, jalan dalam kota hanya satu jalur. Akibatnya, kecelakaan terjadi saban hari. Kini, mulai membaik.

Kuda
Saya sempat mengunjungi Sungai Alas. Sungai terpanjang yang dimiliki Provinsi Aceh. Sungai ini banyak digunakan sebagai ajang arung jeram. Aliran sungai sangat deras dan jernih. Sembari menikmati aliran sungai. Sekitar delapan remaja menunggangi kuda. Mereka bermain, dan tertawa ria. Luar biasa. Kota ini memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Sayangnya, kuda tersebut belum menjadi ikon tujuan wisata di kota itu.

Tak Ada Souvenir
Saya mencoba mencari souvenior khas kota tersebut. Be\berapa toko kami kunjungi. Sayangnya, tak ada toko yang menjual souvenir khas Aceh Tenggara. Souvenir yang ditawarkan umumnya berasal dari Aceh Utara, seperti tas Aceh, baju kaos dengan tulisan Aceh dan lain sebagainya. Sementara khas Kutacane nihil. Kota ini belum siap menjadi kota wisata.

Pemerintah Aceh Tenggara sudah sepatutnya memanfaatkan kekayaan alam menjadi tujuan wisata. Sehingga,PAD tak hanya berasal dari sektor pertanian, namun juga dari sektor wisata. Kita tunggu, gebrakan bupati baru kabupaten itu, Hasanuddin Beruh (Sanu).
masriadi sambo—

02.50 | Posted in , | Read More »

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added