MOST RECENT

|

Akhir Pemikiran

AKHIRNYA apa yang tak pernah kuinginkan kan terjadi. Apa yang selalu ku hindarkan terjadi juga. Apa yang selalu kubenci dalam dua tahun terakhir, tak bisa ku-ellakkan. Ya, ini semua harus diakhiri. Akhir pemikiran dan renungan.


Kamu tahu, bahwa tak mudah menjalani semua ini. Tak mudah pula mengakhiri pemikiran panjang yang kurancang dua tahun terakhir. Tak mudah. Sulit. Tapi, ini tak bisa berlarut. Tak bisa pula carut-marut kelak dan kini. Kamu tahu, bahwa dunia ini begitu kejam. Yang membuatku tak bisa tidur. Siang dan malam. Membuatku harus berada di depan laptop berjam-jam. Bermain kata dan mencoba menempelkan foto pada kata itu. Hanya untuk profesi dan untuk rezeki.


Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik. Ya, untukmu dan untuk semua orang didekatmu. Atas permintaan atau intruksimu. Aku lakukan itu. Pertimbanganku tak lain, aku ingin kamu tertawa setelah melihat nyata. Menyaksikan semua ucapanku terbukti. Semua janji tak hanya ilusi. Semua kata tak basi. Semua tingkah tak hanya sekadar. Namun, jauh kedalam. Terbukti, bernyali atas semua perbuatan dan sikap.

Mengejar waktu itu yang kusuka. Ya, mengejar waktu kemana-mana. Merekam gambar dalam lensa. Mengabadikan dengan pena. Itu pekerjaanku. Dan, akhirnya pekerjaan itu pula yang membuatmu seakan tak nyaman. Seakan terpinggirkan. Aku tahu itu. Jujur, ini pilihan hidup. Tak bisa ditawar. Apapun pekerjaan lain ku, rekam dan abadi dalam kata tak akan kutinggalkan.

Kamu tau, sebagai orang yang bekerja sampingan untuk mikro ekonomi, aku selalu berpikir akan memiliki bidang itu. Kelak, dan, satu waktu. Membuka luas, jaringan ekonomi ke seluruh negeri. Tentu, ini kulakukan bukan hanya untukku dan keluargaku. Tapi, juga untukmu. Ya, untuk semua orang dekatku.


Aku mendesain rancangan hidup yang mulai kokoh. Aku kuatkan pondasi untuk kehidupan lebih baik. Aku buka lahan dan menerabas hutan kehidupan. Aku buka komunikasi dengan semua teman. Dengan semua seniorku. Dengan semua orang didekatku. Aku juga bawa kamu mengenal mereka. Mengenal lingkungan kerja. Membawa kamu pada taraf yang serius. Kata banyak teman, kata banyak orang, aku tak salah. Aku memilih yang tepat. Desain hidup pun tak bermasalah. Desain hidup dan rancangan kehidupanku lebih bagus, meskipun belum terimplementasi 100 persen. Aku juga perkenalkan kamu pada desain hidup itu. Mendiskusikan seluruh keputusan dan kebijakan yang kuambil. Meminta pendapatmu tentang ini dan itu. Tentang semua hal. Ya, tak ada yang tersisa. Semuanya melalui diskusi dengan mu.


Aku juga tak munafik. Aku mencoba meminta dukungan semangat. Ya semangat dari orang yang paling kusayangi. Jauh di pinggir hutan. Masuk ke perkampungan. Aku dapatkan itu. Bahkan, disebutkan, bahwa kamu mendapat lisensi restu. Tapi, apa yang terjadi. Disaat beliau, mencoba membangun komunikasi, mencoba mengenalmu lebih baik, lebih dekat. Dan, ingin sekali duduk berlama-lama denganmu. Satu waktu, satu hari tertentu. Satu masa dan satu agenda yang penting. Agenda, tak hanya sekadar diskusi dan senyum simpul. Tapi, agenda yang lebih serius. Kamu tahu itu? Ah, aku pikir kamu tak mengerti itu.

Lalu, mengapa aku mengakhiri pemikiranku? Aku tak bisa. Jujur, ketika naskahku yang kutitip dan minta bantu ke kamu, itu tak dihargai. Aku sangat benci. Benci pada ketidaktepatan waktu. Benci pada ketidakprofesionalan. Benci pula pada ketidakjujuran. Hanya dua lembar. Tak lama. Anak TK mengerik dua lembar, dalam dua jam. SD dalam 1 jam. SMP dalam 30 menit. SMA dalam 15 menit. Mahasiswa hanya dalam lima menit. Tak siapkah ini? Apa arti prioritas? Apa arti kata penting? Apa arti kata sibuk di hari Ahad. Hari Ahad dikala semua aktifitasmu tak ada. Aku sangat menghargai waktu. Dan, tak mahu egois soal waktu. Aku hargai kesibukan orang, sama dengan orang menghargai kesibukanku.


Tapi, kenapa kamu lakukan itu. Aku tak bisa ketemu kamu. Dalam waktu lama. Dalam waktu yang tak bisa kutentukan. Pikiran intelektualku sudah mencoba mengerti, mengapa itu terjadi. Pikiran jernihku berulangkali berputar. Pikiranku lainnya semuanya sudah bekerja. Semua renunganku. Semua khayalan soal masa depan, soal kehidupan dan penghidupan yang baik, soal bangunan kehidupanku. Semua telah tak ada. Aku tak bisa menemani perjalanan waktu ini. Aku tak bisa melewatkan hujan dan terik ini lagi. Aku tak bisa melupakan semua kebaikan. Ya, kebaikkanmu ketika aku ini hanya sebagai pejalan kaki. Hanya naik becak jika ada ribuan di tangan. Aku tak bisa lupakan itu. Aku pikir, aku harus katakan terima kasih untuk semua itu. Semua kebaikan, dan waktu mu yang terbuang bersamaku. Seluruh kekesalanmu pada ku. Seluruh kebosananmu.


Hari ini, aku ingin kembali ke desaku. Jauh di pedalaman. Ingin menentramkan diri. Jauh dari semua keributan. Ribut pada desainku. Ribut pada rekam lensa dan pena. Aku ingin ini berakhir. Aku tak tau, apa arti prioritas bagimu? Aku tak tahu, apa arti penting dan tidak padamu? Aku tak tahu itu.


Aku hanya ingin katakan, aku akan menjalani seluruh desain bangunan kehidupanku sendiri. Itu saja.


Markas Biru, 22 September 2008.

Publis Oleh Dimas Sambo on 05.57. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added