MOST RECENT

|

Pertimbangan

Sebenarnya, ingin aku tidak menulis lagi di kolom ucapan, dalam dunia maya yang kurancang dengan segala upaya. Ingin aku tak mau melihat dunia lagi. Ingin aku tak bersandar lagi, di kursi tempatku melepas lelah. Ingin rasanya, aku terlelap. Tertidur, untuk sebuah kemenangan. Ya, untuk sebuah kesunyian. Untuk sebuah catatan tentangmu. Ingin semua kulakukan itu. Memasukkan sobekan wajahmu dalam peti es.


Di satu sudut kisah ini telah panjang. Di sudut lainnya, ada hati yang menanti. Menunggu kata pasti. Dibagian cerita ini pula aku terpana, pada hitam di belakang masa. Tak ada yang sempurna, itu kata pepatah.


Aku sadar, dunia kita takkan sama. Ya, tak sama. Aku dibesarkan oleh alam. Dari bongkahan batu, desing mesiu, deras hujan, terpaan badai, hantaman gelombang. Alam mendidikku seperti ini. Alam pula yang membawaku kemari. Ya, ke tempat ini. Belajar dari waktu dan batu. Belajar dari dunia yang beku, kelu dan kaku.


Belajar dari makna. Kata pena dan kata hati. Belajar menentukan orientasi dan perioritas. Belajar dan terus belajar. Ya, entah sampai kapan harus belajar. Ku pikir, tak ada waktu untuk berhenti. Aku terus belajar. Mencapai target dan tujuan bangunan hidup dan kehidupan.

Di sini masalah muncul. Ketika waktuku tak banyak. Ketika nafasku melelah. Ketika detak jantung seakan enggan berdenyut. Ketika aku minta dukungan. Apa yang terjadi. Entahlah. Diam. Tertawa. Dan, melemparkan kesalahan pada waktu dan kata ”nanti”. Ah, nanti juga bisa. Kan besok baru dikumpulkan. Ini yang aneh.


Aku terbentur pada kata nanti. Nanti dan nanti lagi. Kata nanti, apa itu sebuah prioritas. Apa ini target yang akan dicapai. Seorang teman bercerita tentang makna kata ini. Dia hidup sama denganku, seperti dalam hutan belantara. Dia bercetita banyak. Tentang hidup dan kehidupan. Tentang target dan tujuan. Dan, aku mengerti maksudnya. Aku faham apa yang dia inginkan. Aku tau, dia sama sepertiku dibesarkan oleh bongkahan batu.


Merubah pikiran tak mudah. Merubah tabiat lahir sangat susah. Merubah semua kebiasaan memang sangat payah. Ini pula yang kupikir, sangat sulit kulakukan. Sulit untuk mengubahmu. Sulit untuk membentuk pola pikiranmu. Dan, sulit untuk semua prioritas yang katamu bisa nanti itu.


Pertimbangan apa lagi yang harus kubuat? Entahlah. Aku ini lahir dan dibesarkan oleh alam. Oleh batu, desing mesiu, bau menyengat dan oleh semua disekelilingku.

Aku bingung meraih kata pertimbangan.


Markas Biru, 24 September 2008.

Publis Oleh Dimas Sambo on 01.39. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added