MOST RECENT

|

Dari Lhoksukon, Mencetak Cendekiawan Muslim


SUASANA sejuk langsung terasa begitu memasuki Dayah Terpadu Al Muslimun di Desa Meunje, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara. Halaman dayah itu dipenuhi pohon sawit nan rindang. Dayah ini didirikan 21 Desember 1984, namun aktivitas belajar-mengajarnya baru dimulai tahun 1991 silam.

“Saat itu, seorang pengusaha H Rusli Puteh, berinisiatif mendirikan dayah ini. Konsepnya dayah terpadu. Karena, di zaman itu, seluruh jenis pendidikan terpusat di Lhokseumawe. Maka, dayah inilah dayah pertama yang lahir di Kecamatan Lhoksukon,” ujar Pimpinan Dayah Al Muslimun, H Arif Rahmatillah Jafar Lc, kepada Serambi, kemarin.

Dibangun di atas lahan seluas 14 hektare, dayah itu memadukan kurikulum dayah salafi, kementrian agama, dan kurikulum dayah modern. Hasilnya, santri dituntut mampu membaca kitab kuning, dan melek teknologi informasi. Untuk itu dibangunlah madrasah tsanawiyah dan aliyah.

Fasilitas pun dilengkapi dengan laboratorium komputer, laboratorium bahasa, perpustakaan dengan 1.000 judul buku dan kitab, serta ruang belajar dan asrama yang refresentatif. “Kami bangun perlahan, Sumber dananya macam-macam, ada bantuan dari NGO Jepang, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Aceh Utara serta masyarakat yang ingin menyumbang ke dayah ini,” ujar Arif.

Pria berkacamata itu menuturkan, Al Muslimun ingin menciptakan cendekiawan muslim yang memiliki kemantapan akidah, kedalaman spiritual, keluhuran akhlak, dan keluasan ilmu melalui proses pendidikan yang integratif dan komprehensif. “Untuk mencapai itu, kami tingkatkan kuwalitas di pendidikan umum. Hasil UN, 100 persen lulun. Salah satu syarat naik kelas, santri harus hafal empat juz Quran, berakhlak baik, dan lain sebagainya,” ujar Arif.

Alumnus dayah itu kini mencapai 1000 orang. Tersebar ke seluruh pelosok Aceh. Bekerja di berbagai bidang. Sebagian mendirikan dayah di kampung halamannya. “Sebagian lainnya bekerja di kantor pemerintahan,” ujar Arif.

Proses belajar, siang hari, santri menimba ilmu di madrasah tsanawiyah dan aliyah. Sore hingga malam hari, para santri bergelut dengan kitab kuning dan menghafal ayat-ayat Alquran.

Saat ini, dayah itu memiliki 560 santri dengan 68 tenaga pengajar. Sebagian besar tenaga pengajar itu lulusan Universitas Al Azhar Cairo, Mesir. “Kami terus berupaya mengembangkan pendidikan Islam di Lhoksukon ini. Saat ini, kami sedang menyusun persiapan pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Muslimun. Semoga bisa terealisasi segera,” ujar Arif.

Sebagai tangung jawab sosial, Al Muslimun juga menerima santri dari keluarga tidak mampu. “Untuk sementara kami khususkan untuk desa-desa yang ada di sekitar dayah, misalnya Desa Meunje, Meunasah Trieng, dan Desa Alue Buket. Kami minta ke kepala desanya, jika ada pelajar yang tidak mampu, silahkan sekolah dan belajar di dayah ini. Kami beri pendidikan gratis,” pungkas Arif.

Sore terus meranjak. Aktivitas dayah kini sepi. Seluruh santri pulang kampung ke seluruh pelosok Aceh. Menjadi dai Ramadhan utusan Al Muslimun.(masriadi sambo) data al muslimun
Didirikan 21 Desember 1984
Pendiri : H Rusli Puteh
Ketua Pembina : H Rayendra Alamsyah
Ketua Yayasan : H Ismail Johan
Pimpinan Dayah : H Arif Rahmatillah Jafar Lc

Publis Oleh Dimas Sambo on 22.48. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Dari Lhoksukon, Mencetak Cendekiawan Muslim"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added