MOST RECENT

|

Mungkihkah Kupiah Meukeutop di Gedung Dewan?



Kupiah meukeutop menjadi kebanggan masyarakat Aceh. Akahkah anggota parlemen baru menggenakan kupiah itu ketika dilantik menjadi anggota parlemen?

TAHUN 2006, pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Aceh identik mengenakan pakaian adat Aceh. Pertama kali dilakukan oleh pasangan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar yang kini menjadi gubernur dan wakil gubernur Aceh. Pakar komunikasi politik menyebutkan, kampanye Irwandi-Nazar efektif, karena satu-satunya pasangan yang mengenakan baju Aceh. Lalu, Pemilu 9 April 2009, banyak caleg meniru langkah ini. Tidak semua berhasil. Ada yang terpilih, ada pula yang tidak. Lalu, mungkinkah anggota dewan yang baru terpilih pada Pemilu lalu, dilantik dengan menggunakan pakaian adat Aceh?

Calon anggota DPRA dari Partai Daulat Aceh (PDA) Nasrul Sufi, menyebutkan setuju dengan wacana mengenakan pakaian adat Aceh ketika pelantikan dewan.

“Tidak masalah. Saya bersedia mengenakannya. Ini jika diperbolehkan dalam aturan dan tata tertib pelantikan dewan,” ujar anggota dewan yang dipastikan lolos ke gedung parlemen Aceh itu.

Nasrul antusias. Wajahnya terlihat gembira. “Ini menarik, ada fenomena baru dalam acara formal dimana setiap kegiatan memakai baju khas Aceh,”sambungnya.

Senada dengan Nasrul, anggota DPRA Aceh, Sulaiman Abda sangat setuju dengan pakaian baru yang akan dikenakan pada pelantikan anggota dewan ini. Politisi dari Partai Golkar itu disebut-sebut juga terpilih kembali menjadi anggota DPRA periode lima tahun mendatang.

“Apa saja boleh dipakai tergantung pada kesepakatan resmi, tidak ada masalah bahkan memakai pakaian putih saja saya juga mau,”tegas Sulaiman. Dia menyebutkan, selama ini pelantikan anggota DPRA selalu menggunakan jas plus dasi. Dia setuju dengan gaya itu. Sulaiman juga tak keberatan bila diganti dengan kupiah meukeutop plus rencong di pinggang.

“Pihak sekretariat dewan yang akan mengatur lebih lanjut mengenai tata tertib pelantikan, Coba tanya mereka, dia lebih mengerti tentang aturan pelantikan. Terpenting, kita semua sepakat mengenakan pakaian adat saat pelantikan. Jadi, lebih seragam dan sangat ke-Aceh-an,”ujarnya.

Sulaiman dan Nasrul Sufi juga menyetujui bilang langkah itu akan diikuti oleh anggota DPRK kabupaten/kota di Aceh “Semua kembali kepada agreement (perjanjian) bersama anggota dewan,”ujarnya singkat.



Terbetur Tata Tertib
Sementara itu, Sekretaris DPRA, Hasan Basri A Thalib menyebutkan pelantikan DPRA dan DPRK diperkirakan hasil Pemilu 2009 tetap menggunakan jas dan dasi. Hal itu sesuai dengan tata tertib DPRA No 1/DPRD/2007 pasal 1 point a yang berbunyi, pakaian sipil lengkap dipakai untuk setiap kegiatan rapat paripurna atau paripurna khusus.

“Pelantikan anggota baru DPRA termasuk dalam sidang paripurna khusus atau istimewa. Artinya anggota dewan yang akan dilantik dilantik memakai pakaian sipil lengkap yang berupa jas lengan panjang,”rincinya. Namun dia tidak menutup kemungkinan kedepan pakaian adat Aceh itu bisa pada sidang paripurna. Syaratnya, tata tertib yang ada harus dirubah oleh anggota parlemen.

“Saya secara pribadi senang-senang saja melihat pakaian adat dipakai dalam sidang. Namun, kalau sekarang tidak bisa.Apabila anggota dewan yang baru mau merubah tata tertib, ke depan baju itu sudah bisa dikenakan pada sidang resmi,”ujarnya tersenyum.

Hasan menyebutkan, bila anggota dewan yang baru nanti ingin mengenakan pakaian adat Aceh, artinya melanggar tata tertib.

Dalam Peraturan Pemerintah No 24/ 2004 tentang Kedudukan Protokoler Anggota DPR masing-masing anggota dewan mendapat pakaian resmi atau safari dan baju pelantikan satu stel per tahun. Ditambah pakaian sipil harian (PSH) dua stel per tahun. Biaya yang dikeluarkan pun terbilang besar, untuk pakaian PSH diberikan biaya sebesar Rp 3 juta per stel. Sedangkan pakaian pelantikan sebesar Rp 3,9 juta .

Informasi yang dihimpun Peuneugah, pakaian adat Aceh hanya dijual Rp 2 juta, lengkap dengan segala aksesorisnya. Namun, Hasan berpendat lain. Dia menilai biaya untuk pakaian adat Aceh lebih mahal. “Butuh Siwah (sejenis rencong-red), kupiah meukeutop juga, assesories lain, yang pastinya lebih mahal dari jas,”ungkap Hasan.

“Tidak ada biaya pelantikan khusus yang dianggarkan untuk pelantikan. Hanya diambil dari biaya rutin sekretariat dewan saja,” pungkas Hasan menutup perbincangan. [nizar]

Lihat teks asli pada Tabloid Peuneugah Aceh, Edisi 4, 2009.

Publis Oleh Dimas Sambo on 22.31. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Mungkihkah Kupiah Meukeutop di Gedung Dewan?"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added