Gedung-Gedung Terlantar di Wilayah Timur
MATAHARI membakar Desa Alue Mudem, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, Selasa (13/10). Tampak beberapa pekerja santai, duduk rileks, di depan gedung Dinas Kesehatan, Aceh Utara di desa itu. Gedung itu telah rampung di bangun sejak awal tahun lalu. Namun, hingga kini, belum ditempati. Tahun lalu, dinas kesehatan beralasan belum ada perintah untuk menempati gedung itu dari Bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid. Selain itu, terkendala dengan belum ada jaringan listrik. Namun, Pemerintah Aceh Utara, telah menganggarkan biaya pemasangan listrik Juli, 2009 lalu sebesar Rp 50 juta.
Gedung yang dibangun oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias itu kabarnya menelan biaya Rp 3,4 miliyar. Akibat tidak ditempati terlalu lama, rumput setingi satu meter pun tumbuh subur. Informasi yang dihimpun, baru dalam seminggu terakhir, Dinas Kesehatan Aceh Utara, membersihkan rumput dipekarangan kantor itu. Namun, rumput setinggi 30 centimeter masih tumbuh subur di depan kantor (diluar pagar kantor).
Sampai saat ini belum ada aktifitas perkantoran di gedung itu. Dinas Kesehatan masih berkantor di Jalan T Hamzah Bendahara, Lhokseumawe. Jadilah gedung lantai dua, dengan cat biru muda itu terlantar. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai “gedung hantu”.
“ Sejak selesai dibangun, sampai sekarang gedung ini belum ditempati. Hanya ada pemasang bendera merah-putih saja yang datang setiap hari,” kata salah seorang warga Desa Alue Mudem, Mansurlah Yasin.
Masyarakat lainnya, Abdullah Habib, mengatakan percuma saja gedung itu berdiri megah, jika tidak ditempati. Dia bahkan mengataka, jika Dinas Kesehatan Aceh Utara tidak mau menempati, alangkah baiknya pemerintah memberikan gedung itu pada desa. Sehingga, desa memiliki gedung untuk dijadikan pusat kegiatan desa.
Pemandangan serupa terlihat di gedung Bachelor Camp, bekas ExxonMobil. Lahan gedung ini mencapai 24 hektare. Tahun lalu, Pemerintah Aceh Utara menganggarkan dana sebesar Rp 2 miliyar untuk merehab kembali gedung itu. Hasilnya, proses rehab belum rampung. Ketika Kontras, mengunjungi gedung itu tampak tiga orang pekerja sibuk mengaduk semen. Gedung ini diplotkan untuk Dinas Bina Marga, Cipta Karya, Kantor Pemadam Kebakaran, dan sebagian Dinas Pendidikan.
Gedung ini pula diharapkan masyarakat untuk dijadikan Kantor Bupati Aceh Utara. Namun, sampai saat ini proses rehab belum rampung. Hanya sebagian bidang Dinas Bina Marga saja yang telah berkantor di bagian belakang gedung tersebut. Sebagian lagi, Dinas Bina Marga, masih berkantor di Desa Mon Geudong, Lhokseumawe.
Diperkirakan, proses rehab ini akan rampung dua bulan kedepan. Namun, belum bisa dipastikan pula, bahwa sejumlah dinas akan pindah ke lokasi itu. Pasalnya,seluruh dinas beralasan, bahwa pemindahan hanya akan dilakukan bila bupati telah mengintruksikan. Akankah bupati mengintruksikan anak buahnya pindah ke sana? Menempati gedung yang sudah tersedia, atau malah membiarkan gedung itu terlantar, menjadi “rumah hantu”. (masriadi)