MOST RECENT

|

Berfoya-Foya di APBK Aceh Utara?



Masriadi Sambo - KONTRAS

Banyak hal aneh dalam APBK Aceh Utara tahun 2010. Latah atau memang karena ketidaktahuan eksekutif dan legislatif di daerah yang dulu dijuluki Petro Dolar itu?

SETELAH dibahas selama berbulan-bulan, dikaji secara mendalam, dianalisis oleh DPRK Aceh Utara dan pemerintah setempat, ternyata tidak juga menghasilkan program yang luar biasa indah. Alih-alih berpihak kepada rakyat, bahkan draf APBK yang kini dianalisis oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Provinsi Aceh itu terlihat rancu dan amburadul.

Lihatlah misalnya, angka untuk advokasi hukum Pemerintah Aceh Utara sebesar Rp 3 miliar. Tidak disebutkan secara rinci untuk kasus apa saja uang sebesar itu digunakan. Sementara itu, di Aceh Utara banyak kalangan menilai bahwa uang itu akan digunakan untuk melakukan advokasi menuntut balik Bank Mandiri Jelambar terkait kasus bobol kas Aceh Utara sebesar Rp 220 miliar.

“Dulu bupati selalu bilang kalau Bank Mandiri yang bermasalah. Sekarang mengapa mesti mengalokasikan dana sebesar itu untuk melakukan advokasi. Artinya, ini pemborosan yang tidak perlu sebenarnya,” kata Dewan Pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bytra, Basri A Gani kepada Kontras, kemarin.

Basri menilai, APBK Aceh Utara mencederai rasa keadilan bagi masyarakat. Lihatlah betapa repotnya mahasiswa di Aceh Utara yang tidak mendapatkan alokasi dana beasiswa tahun ini. Beasiswa yang dialokasikan tahun ini hanya untuk membayarkan beasiswa yang belum disalurkan tahun 2009 lalu. Kejadian ini baru kali pertama sepanjang sejarah Aceh Utara. Sebelumnya, setiap tahun pemerintah setempat selalu mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mahasiswa yang menimba ilmu di Aceh Utara maupun di luar daerah. Bahkan ada pula alokasi dana untuk mahasiswa pascasarjana.

“Kasus ini membuktikan bahwa APBK memang tidak pro-rakyat. Banyak sekali uang yang diperlukan untuk membangun Aceh Utara, kok malah bisa program penting dilupakan. Yang tak penting malah dianggarkan. Ini namanya program latah,” kata Basri.

Persoalan dana beasiswa ini memicu amarah mahasiswa yang menimba ilmu di luar Kabupaten Aceh Utara. Kepala Bidang Humas, Ikatan Mahasiswa Aceh Utara (IMAU) di Kabupaten Bireuen, M Yanis, menyebutkan, pihaknya kini sedang berkoordinasi dengan seluruh elemen mahasiswa asal Aceh Utara untuk melakukan aksi demonstrasi akbar.

IMAU adalah organisasi yang membawahi mahasiswa asal Aceh Utara yang kuliah di tiga perguruan tinggi di Bireuen. Jumlah anggota organisasi ini mencapai 2.000 mahasiswa. M Yanis menyesalkan sikap Pemda Aceh Utara yang tidak mengalokasikan anggaran beasiswa untuk tahun ini. “Baru kali ini dalam sejarah tidak ada anggaran beasiswa untuk mahasiswa yang menimba ilmu. Ini sangat memprihatinkan, sangat menyedihkan,” kata Yanis.

Itu baru soal beasiswa, lihatlah keluhan 852 kepala desa di Aceh Utara. Ratusan kepala desa mengaku terlilit utang. Pasalnya, alokasi dana gampoeng (ADG) tahap dua tahun 2009 hingga kini belum dicairkan. Berkali-kali kelompok keuchik yang dikoordinir Asosiasi Keuchik Aceh Utara (Asgara) beraudiensi ke gedung DPRK setempat. Mereka meminta dukungan agar dana itu dianggarkan dalam tahun 2010 secara utuh. Jika tidak, maka, keuchik di semua desa ketiban masalah besar.

“Keuchik sudah banyak berutang dulu untuk membangun. Padahal uang tahap dua belum turun. Sekarang banyak keuchik yang didatangi kontraktor, meminta uang mereka dibayarkan. Ini yang sangat menyulitkan keuchik,” kata Ketua Asgara, Muksalmina.

Anehnya lagi, DPRK Aceh Utara hanya berani menjanjikan anggaran sebesar 25 persen atau sebesar Rp 25 juta per desa. Idealnya, Rp 50 juta per desa. Ini terungkap dalam demonstrasi akbar para keuchik bulan lalu di gedung DPRK setempat.

Informasi yang dihimpun di kalangan panitia anggaran DPRK Aceh Utara, uang untuk pos bantuan hukum yang diusulkan oleh eksekutif mencapai Rp 5 miliar. Namun, dewan setempat memangkasnya menjadi Rp 3 miliar. Pengesahan APBK Aceh Utara sendiri dilakukan Kamis, 18 Februari 2010 lalu. Pada Jumat 19 Februari tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) membawa draf qanun APBK itu untuk dievaluasi oleh Pemerintah Provinsi Aceh. Ikut hadir dalam tim itu adalah Sekda Aceh Utara, Syahbuddin Usman, dan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Aceh Utara. Plus didampingi oleh lima anggota dewan, yaitu Abdul Muthaleb, Tgk Junaidi, Ridwan Yunus, Khaidir Abdurahman, dan Ridwan M Yunus (PAN).

Muncullah persoalan. Tim evaluasi pada DPKKD Provinsi Aceh mempertanyakan mengapa dana bantuan hukum mencapai Rp 3 miliar. Selain itu, ada juga dana bantuan untuk instansi vertikal seperti TNI. Sementara itu, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Aceh Utara, Azhari SE, membenarkan bahwa sampai saat ini APBK Aceh Utara masih dievaluasi oleh Pemerintah Provinsi Aceh.

“Sampai sekarang masih dievaluasi. Belum diserahkan ke Aceh Utara, itu setahu saya,” kata Azhari, Selasa (9/3). Azhari salah seorang tim TAPD yang hadir dalam pembahasan dengan tim evaluasi anggaran pada DPKKA Provinsi Aceh.

“Prinsipnya diberikan masukan. Bukan mengubah. Misalnya, ada yang tidak sesuai aturan hukum. Ya, kalau tidak sesuai aturan hukum artinya harus dirubah,” kata Azhari. Dia mengaku ada beberapa bagian yang dikritisi oleh DPKKA Provinsi Aceh, termasuk pos dana bantuan hukum tersebut.

“Prinsipnya bisa saja dana bantuan hukum itu. Kita sudah jelaskan, bahwa dana itu untuk kasus-kasus perdata yang dialami oleh Pemerintah Aceh Utara. Misalnya, kasus gugatan sengeta pertanahan. Lalu, kasus bantuan hukum untuk masyarakat Aceh Ut ara,”ungkap Azhari.

Azhari juga menyebutkan, pihaknya telah melengkapi detail rencana bantuan hukum dan seluruh mata anggaran yang telah diajukan. “Bantuan untuk instansi vertikal seperti TNI juga dibolehkan. Nam un, anggarannya disarankan untuk dirasionalkan kembali. Prinsipnya, provinsi hanya menyarankan saja,” terang Azhari sembari menambahkan dalam waktu dekat ini akan ada rapat lagi antara TAPD Aceh Utara dengan DPRK Aceh Utara untuk merasionalkan anggaran dalam APBK tersebut.

Azhari menggaransi bahwa pos dana bantuan hukum itu akan digunakan untuk perdata. “Kalau digunakan untuk pidana itu yang tidak boleh. Dan digunakan untuk Pemkab Aceh Utara, bukan orang pribadi,” pungkas Azhari.

Azhari boleh saja mengatakan bahwa hasil evaluasi gubernur hanya masukan. Artinya, boleh diikuti boleh juga tidak. Akan tetapi, dalam surat hasil evaluasi Gubernur ada kalimat yang menegaskan, “Dalam hal bupati dan DPRK tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dan tetap menetapkan rancangan qanun tersebut, akan dilakukan pembatalan oleh Gubernur Aceh sekaligus menyatakan berlaku pagu APBK tahun sebelumnya.”

Sementara itu, Sekda Aceh Utara, Syahbuddin Usman tidak berhasil dikonfirmasi terkait rincian mata anggaran yang mendapat perubahan setelah dievaluasi oleh DPKKA Provinsi Aceh. Handphone Syahbuddin Usman diblokir dan hanya meninggalkan pesan masuk dengan nada terima kasih telah menghubungi kami. Lalu, handphone itu secara otomatis mati sendiri. Pesan singkat yang dikirim pun belum dibalas hingga berita ini diturunkan. Hal yang sama juga terjadi pada Bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid. Kabar yang diperoleh Kontras, Bupati Aceh Utara sedang berada di Jakarta untuk mengurus pengembalian uang barang bukti sebesar Rp 177 miliar di Polda Metro Jaya.

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 532 | Tahun XI 11 - 17 Maret 2010

Publis Oleh Dimas Sambo on 02.05. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Berfoya-Foya di APBK Aceh Utara?"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added