Memaknai Maulid Nabi
Oleh : Tgk Muzakkir M Ali
PERINGATAN maulid Nabi Muhammad SAW diperingati secara meriah
di seluruh Aceh. Dari kampung, kota kecamatan, hingga ibukota provinsi. Namun,sebagai umat muslim kita perlu mengambil hikmah
dari peringatan maulid. Bukan hanya sekadar menggelar khenduri, tapi juga
memaknai maulid itu sendiri.
Ada tiga hal, hikmah memperingati maulid Nabi Muhammad
SAW. Pertama, meneguhkan kembali
kecintaan pada Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadist disebutkan, tidak beriman
seseorang, jika cinta kamu kepada orang tua kamu dan kepada anak kamu melebihi
cinta kepadaku. Maknanya, jika seseorang mencintai orangtuanya, anaknya dan
keluarganya melebihi cintanya pada Rasul, maka orang tersebut belum
dikategorikan orang-orang yang beriman.
Kedua, meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasullullah
dalam setiap gerak kehidupan. Dalam surat Al Ahzab ayat 21 Allah berfirman “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasullullah itu suriteladan yang baik bagimu yaitu bagi
orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat, dan banyak
berzikir kepada Allah. Ayat itu menjelaskan bahwa Allah telah menjamin
ketauladanan Rasulullah. Untuk itu, sudah seharusnya umat Islam mengikuti rekam
jejak yang telah dilakukan Rasul. Berbuat baik, melaksanakan ibadah tepat
waktu, menghormati sesama ummat manusia dan lain sebagianya.
Ketiga, melestarikan ajaran dan misi perjuangan Rasulullah.
Sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhir, Rasul meninggalkan pesan pada umat
yang dicintainya. Hadist itu diriwayatkan Bukhari dan Muslim berisi Aku
tinggalkan kepadamu dua perkara, apabila kau berpengah teguh pada dua perkara
tersebut niscaya kau tidak akan sesat. Dua perkara itu yakni al
quran dan hadist.
Peringatan
maulid pertama dilakukan Sultan Salahuddin Yusuf Al Ayyubi, ulama besar dari
Mesir pada tahun 570 Hijriah. Al Ayyubi mengajak seluruh umat memperingati
maulid dengan membaca zikir, salawat secara massal dan mendengarkan ceramah.
Tujuannya untuk meningkatkan kecintaan pada Rasulullah. Saat itu, peringatan
maulid sebagai momentum membangkitkan semangat umat untuk melawat kaum kafir
pada peristiwa Perang Salib. Sehingga, ketika peringatan maulid selesai, umat
kala itu berubah ke arah positif. Perilaku yang sebelumnya tidak baik menjadi
lebih baik. Terpenting umat bersatu padu melawan kafir pada Perang Salib itu.
Nah,
fenomena di daerah kita saat ini sebaliknya. Peringatan maulid hanya dianggap
sebagai tradisi adat. Cukup membawa dalong
dan rantang besar-besar ke masjid dan meunasah. Namun, dalam benak masyarakat
tidak ada yang berubah. Setelah maulid, masyarakat yang tidak shalat tetap
tidak shalat, masyarakat yang mengenakan pakaian ketat tanpa jilbab juga tetap
begitu.
Seharusnya,
setelah maulid, perilaku manusia menjadi lebih baik. Perilaku itu harus merujuk
pada perbuatan dan perkataan Rasulullah. Setelah maulid, mari meningkatkan amal
ibadah, menjalankan shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Termasuk cara
berpakaian, marilah kita mengajak anak-anak kita berpakaian yang muslim dan
muslimah. (disarikan dari khutbah yang
disampaikan, Jumat 22 Februari 2013)
profil khatib
- Nama : Tgk Muzakkir M Ali
- Lahir : Desa Reudeub / 10 Desember 1972
- Alamat : Desa Reudeub, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara
Pekerjaan
- Pimpinan Dayah Sirajul Huda Lhoksukon
- Koordinator Dayah dan Balai Pengajian se-Lhoksukon, Aceh Utara
- Ketua Bidang Dakwah, Tadzkiratul Ummah Lhoksukon
Publis Oleh Dimas Sambo
on 04.03. Filed under
Dayah,
OPINI,
UPDATE SAMBO
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response