Nikmatnya Dodol dari Pase
SEJUMLAH armada penumpang L-300 terlihat berjejer di depan kios pusat kuliner di Desa Rawang Itek, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, pertengahan Desember lalu. Lokasi ini berada di pinggir jalan Medan-Banda Aceh, tepat di samping Masjid Raya Pase, Pantonlabu, Aceh Utara.
Satu-dua penumpang membeli aneka penganan khas Aceh di kios tersebut. Di depan kios berukuran 8 x 4 meter itu terpampang spanduk menerangkan lokasi tersebut merupakan pusat kuliner di Kabupaten Aceh Utara. Lokasi wisata kuliner yang diresmikan pada, 5 Desember 2012 lalu ini, diharapkan akan menjadi ikon baru bagi Kabupaten Aceh Utara, sekaligus ikut menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat.
Sesuai dengan nama dan spanduk yang terpampang di sana, di lokasi itu akan dengan mudah terlihat penganan khas Aceh. Sebut saja keukarah, dodol, bu grieng, haluwa minyeuk, meuseukat, bolu ikan, peyek, kembang loyang, hingga bu bajek pun tersedia di sana.
Bahkan, dodol dimodifikasi menjadi dodol rasa nangka dan dodol rasa durian. Pedagang mengklaim penganan tersebut tanpa bahan pengawet. Penganan andalan lokasi itu adalah aneka jenis dodol.
Dodol-dodol ini dibungkus dalam plastik kecil sebesar jempol orang dewasa. Warnanya terlihat coklat mengkilap. Rasa dodol ini, nikmat sekali. Legit dan tak terlalu manis. Selama ini, dodol paling laris di kawasan itu.
Wakil Bupati Aceh Utara M Jamil, meresmikan lokasi tersebut 5 Desember 2012 lalu. Pusat kuliner juga didirikan di lintas Medan-Banda Aceh, Desa Meunasah Mancang, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Untuk sementara, baru satu kios berdiri di sana.
“Saat ini, masyarakat belum ramai mengetahui lokasi penjualan makanan khas Aceh ini. Umumnya per hari hanya laku sekitar Rp 100 ribu. Itu pun dari penumpang L300 yang singgah di tempat ini. Dodol tetap menjadi pilihan utama pembeli,” sebut Salwati, pedagang di pasar kuliner tersebut.
Wanita paruh baya ini menyebutkan aneka kue tersebut diambil dari usaha kecil dan menengah (UKM) di kecamatan tersebut. Nama usaha pembuat kue lihat boks.
Soal harga, jangan khawatir, terbilang ekonomis. Semua jenis dodol dijual dari Rp 30.000-Rp 40.000. Sedangkan bolu, bu grieng, dan penganan lainnya, dijual dari harga Rp 5.000-Rp 12.000 tergantung ukurannya.
Pedagang juga memperhatikan kemasan produk tersebut. “Kami mengemas dalam kotak, sehingga terlihat modern. Kotak ini untuk sementara disediakan oleh Dinas Koperasi dan UKM Aceh Utara,” terang Salwati didampingi rekannya Dewi Apriani.
Dewi berharap Pemkab Aceh Utara mempromosikan pasar kuliner itu ke berbagai daerah di Aceh. “Salah satu promosinya bisa lewat media massa. Sehingga, masyarakat tahu lokasi ini dan tertarik berkunjung kemari. Jika sudah begitu, kami dan pembuat kue ini juga untung,” harap Dewi.
Nah, bagi Anda yang ingin menikmati penganan tradisional khas Aceh, silahkan berkunjung ke pasar kuliner Aceh Utara. Soal rasa, buktikan sendiri. Pasti nikmat.(c46)