Baru, Diperdagangkan Kaos Motif Aceh
Aceh Utara, [AER]- Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Pase Aceh Utara memperkenalkan kaos motif Aceh. Baju itu ditujukan untuk seluruh kalangan, baik remaja, dewasa dan kaum tua. “Kita disain dengan motif seluruhnya Aceh. Namun, untuk remaja, kita buat sesuai selera anak remaja,” ujar Zulfadli Ishak Kawom, ketua lembaga itu, Sabtu (25/4).
Zulfadli memaparkan, saat ini dia bersama kawan-kawannya menyediakan 1.000 potong baju kaos untuk dijual ke pasaran. Disain khas Aceh tergambar jelas dibaju tersebut seperti kupiah meukuthop, rencong Aceh, gunongan, pinto khop, gambar pahlawan-pahlawan Aceh, pantun dan hadih maja (nasehat Aceh) serta tersedia juga dalam bahasa inggris. Dari sisi warna, baju ini terdiri dari warna hitam, putih dan biru serta merah.
“Kita sedang meretas pasar ke Banda Aceh. Disana pangsa pasar menjanjikan. Banyak bule yang suka dengan disain-disain seperti ini,” sebutnya menganalisis. Untuk segmen pasar, mereka membagi disain tersebut sesuai usia pangsa pasarnya. Seperti untuk disain rambu-rambu lalu lintas yang diubah dalam bahasa Aceh untuk remaja. Sedangkan untuk masyarakat luar negeri mereka mendisain dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Untuk kalangan tua, tersedia juga baju kaos dengan gambar pahlawan Aceh tempo dulu.
“Kita usahakan ini semakin memperkenalkan budaya Aceh ke dunia internasional. Sekarang orang hanya kenal kupiah meukutop saja. Kita mau memperlihatkan khas dan adat Aceh yang lain,” paparnya.
Kaos diberi lebel Rampago itu kini mulai dipasarkan di Lhokseumawe, Bireuen dan Aceh Utara. Saat disinggung soal kualitas, Zulfadli mejamin kain yang mereka gunakan untuk membuat baju tersebut sangat bagus. “Kita pilih dan jahit kain itu menjadi kaos. Bukan sablon pada baju kaos yang sudah jadi ,” paparnya. Harga baju itu terbilang murah, hanya sebesar Rp 50 ribu per potongnya.
Dia berharap dengan disain baju kaos tersebut membantu memperkenalkan budaya Aceh pada seluruh masyarakat di Indonesia maupun mancanegara. Awalnya, Zulfadli mengatakan mereka tidak tertarik dengan bisnis pakaian itu. Namun, setelah mempelajari minat bule dan remaja Aceh tentang pemilihan kaos selama beberapa bulan, maka mereka memutuskan untuk terjun kebisnis pakaian dengan serius.
“Kita awalnya hanya hobi mengenakan kaos. Lalu, kita perhatikan, bagaimana motif kaos yang digunakan remaja, pendatang dan orang tetua di Aceh,” ujar lajang yang satu ini. dia berharap, bisnis pakaian itu diterima dengan baik oleh konsumen kaos di Aceh. [Masriadi Sambo]