MOST RECENT

|

Berharap Ikan Aceh Dikenal Dunia





SIANG itu langit Lhokseumawe begitu terik. Panas membakar kulit. Aladin Lubis (45) sibuk menimbang puluhan ikan tenggiri di gudang miliknya di belakang Pasar Ikan Pusong, Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Sesekali dia menyeka keringat yang menes dari keningnya. “Saya tetap optimis kalau bisnis ikan ini tetap jalan di Aceh,” sebut Aladin Lubis sambil tersenyum pada saya, Senin (23/3).

Sesekali perbincangan kami siang itu terputus. Nelayan di Pusong datang menjual ikan padanya. Aladin terlihat santai. Nelayan itu menimbang sendiri ikan-ikan milik mereka dan melaporkan jumlah kilogramnya pada Aladin. “Saya percaya sama nelayan. Kan saya sudah lama kenal mereka. Saya sudah tahu mana yang jujur dan tidak,” sebutnya.

Aladin adalah salah seorang tauke ikan di Kota Lhokseumawe. Saban hari, dia membeli dan menjual ratusan kilogram ikan ke Medan Sumatera Utara. Bila ikan kualitas ekspor, seperti tenggiri, dijual padanya, senyum merekah terlihat dibibirnya pria mualaf itu. Jika hasil tangkapan nelayan sedang banyak, Aladin mampu mengirimkan dua ton ikan ke Medan. “Itu saya kirim setiap hari.Paling sedikit 650 Kilogram,” ungkapnya.

Kini, Aladin bisa tersenyum. Bisnis yang dilakoninya kini mulai berkembang. Sedikitnya 50 kapal motor nelayan kini setiap hari menyetor ikan padanya. “Saya kasi pinjaman ke kapal motor nelayan. Misalnya pinjaman fiber atau dana operasional melaut. Lalu, cara bayarnya mereka nyicil. Saya tegaskan, pinjaman dari saya tidak pakai bunga,” ujarnya merendah.

Sekilas, pria ini tampak begitu tegar. Namun, akhir tahun 2004 silam, tsunami menghantam sekitar tiga ton kerapu serta satu unit perahu motor yang baru dibeli hancur dihantam aloen buluek (tsunami). Masyarakat tradisional Aceh, menyebutkan air bah itu dengan nama aloen buluek. “Saya stress saat itu. Setiap kali bangun dari tidur, saya teringat banyak sekali harta saya hancur dihantam tsunami. Saya berobat kedokter jiwa. Tapi tak ada hasil. Saya tetap gelisah. Saya butuh ketenangan,” kenang Aladin melambung ke empat tahun silam.

Lalu, Aladin sadar, menyesali peristiwa yang menghancurkan sebagian besar Aceh itu tak ada gunanya. Dia mencoba menenangkan diri. Mencari pengetahuan tentang islam lebih dalam. “Saya terus intropeksi diri. Dan, belajar fiqih, tasawuf bersama ustad di Pusong ini. Setiap malam selasa, saya belajar agama,” ujarnya.

Asosiasi Pedagang Ikan
Beberapa nelayan datang dan pergi ke gudang sederhana milik Aladin. Puluhan ikan tenggiri siap kirim ke Medan telah disusun rapi. Ikan lainnya, masih dalam gudang. Terlihat sebagian nelayan datang meminjam uang dan menjual ikan. Untuk mengembangkan usahanya, Aladin mengaku terkadang meminjam modal dari rekan-rekannya sesama pedagang ikan. Catatannya jelas, uang itu tidak menggunakan bunga. Hanya berdasarkan kepercayaan saja.

Aladin, menyebutkan, potensi laut di Aceh Utara dan Lhokseumawe sangat menjanjikan untuk dikembangkan kepasaran internasional. Langkah kearah itu telah dirintisnya, Juni 2007 lalu. “Saya kumpulkan semua orang pembeli ikan di Banda Aceh, Langsa dan Aceh Utara. Saya jajaki, agar ada asosiasi pedagang ikan. Kalau begini, kita bisa kirim sendiri keluar negeri ikan dari Aceh,” sebutnya.

Asumsi Aladin, bila ada organisasi pedagang ikan di Aceh, jumlah ikan kualitas ekspor sangat mencukupi. “Ini jika nelayannya bersatu. Tapi, kemarin itu, nelayan kurang respek dengan gagasan saya. Mungkin, mereka melihat saya ini tidak memiliki power yang hebat,” katanya merendah.

Jika pedagang ikan di Aceh memutuskan hubungan dagang dengan Medan, Sumatera Utara, Aladin menyebutkan laba akan besar dapat diraih. Dengan begitu, nelayan Aceh juga akan sejahtera. “Karena kami membeli dengan harga mahal. Sekarang, kami beli murah. Sesuai dengan harga Medan. Medan ambil laba lagi lalu baru di ekspor keluar negeri,” ujarnya menganalisis.

Lalu, bagaimana dengan tanggapan Pemerintah Kota Lhokseumawe? Aladin terdiam. Beberapa waktu lalu, dia bersama kawan-kawannya menawarkan gagasan ekspor ikan itu pada Pemko Lhokseumawe. Namun, sebut Aladin, Pemko Lhokseumawe meminta agar dibuat asosiasi nelayan untuk menjamin tersedianya ikan dengan kualitas ekspor tersebut. Saat ini, harga jual Ikan Pari di Medan sebesar Rp 36.000 per kilogram. Aladin membeli dengan harga Rp 32.000 per kilogram

Entah sampai kapan, Aladin harus menjual ikannya ke Medan, Sumatera Utara. Padahal, di Aceh Utara, terdapat Pelabuhan Krueng Geukuh standart internasional yang bisa digunakan untuk mengekspor hasil tangkapan nelayan di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Entahlah. [Masriadi Sambo]

Publis Oleh Dimas Sambo on 04.06. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

1 komentar for "Berharap Ikan Aceh Dikenal Dunia"

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added