MOST RECENT

|

Berharap Peci Aceh Dikenal Dunia



Aceh dikenal, karena banyak hal. Bukan hanya konflik yang berkepanjangan. Tapi, juga tadisi dan budaya Aceh seperti seni dan kerajinan tangan yang bagus. Siang itu, Fauzi, sibuk merapikan jahitan peci di tokonya. Peci itu didisain dengan motif khas Aceh. Ada gambar dua bilah dikiri dan kanan peci, serta di tengah antara kedua rencong tersebut terdapat tulisan “Nanggroe Aceh Darussalam”.

Itulah yang dilakoni Fauzi saban hari di Toko Pembuat Peci Sampena Pase di Pasar Geudong, Kecamatan Samudera Aceh Utara. “Wah, payah juga. Kalau penjualan hari-hari menurun,” sebut Fauzi, awal pekan lalu. Dia adik kandung, Nasruddin, si pemilik toko peci tersebut.

Senyumnya mengulas menyambut pembeli. Toko itu, distributor peci khas Aceh di Kecamatan Samudera. Fauzi mengaku telah menjual peci itu ke berbagai daerah di Aceh. Sebagian toko-toko souvenir di Banda Aceh sampai Kuala Simpang merupakan langganan setia toko tersebut. “Kalau ke Banda dan Kuala Simpang, itu sistem order. Paling sedikit mereka order 1000 buah,” ungkapnya. Sedangkan penjualan hari-hari biasa, hanya mencapai 15 buah.

Bahkan, kini tokonya telah mulai menjual peci khas Aceh itu ke Medan, Sumatera Utara. Bahkan, pedagang Medan, sebut Fauzi menjual lagi peci tersebut sampai ke Padang, Sumatera Barat.

Umumnya, jika hari besar islam tiba, pasaran peci khas Aceh meningkat drastis. “Kalau lagi musim Maulid seperti sekarang, bisa laku banyak. Pokoknya hari-hari besar islam,” sebutnya. Dia mematok harga peci paling murah seharga Rp 15.000 dan paling mahal Rp 45.000.

Fauzi memulai usaha itu sejak tahun 1998 silam. Tepatnya, ketika status daerah Operasi Militer (DOM) baru saja dicabut dari Aceh. Perlahan bisnis itu menggeliat. Dia bersama karyawannya berusaha memperkenalkan kerajinan itu ke berbagai daerah, termasuk ke toko-toko souvenir di Lhokseumawe dan Aceh Utara.

Namun, ketika darurat militer diberlakukan di Aceh. Bisnis ini laku keras. Aparat kemanan yang dikirim untuk mengamankan Aceh dari seluruh daerah di Indonesia menyukai motif peci khas Aceh, juga souvenir lainnya. “Aparat keamanan banyak yang suka topi ini. Itu dulu, ketika konflik,” sebutnya. Bahkan, saat itu, dia menambah karyawan pembuat peci menjadi 45 orang. Saat ini, jumlah itu menurun drastis, hanya 15 orang yang bekerja di tokonya.
Fauzi menyebutkan, dia berharap kedepan motif peci khas Aceh semakin dikenal di pasaran nasional dan masyarakat dunia. “Sekarang orang kenal peci Aceh itu bukan dari Aceh langsung. Tapi, sebagian dari relasi kita yang menjual dari Medan. Saya khawatir khas ini akan hilang perlahan,” sebutnya.

Kekhawatiran itu bukan tidak beralasan. Fauzi pernah menemukan peci khas Aceh di Yogyakarta. Kain dan ukiran peci tersebut sama persis dengan ukiran peci yang dibuat karyawannya. Namun, ketika melihat merknya, Fauzi kecewa. Pembuatnya berasal dari Yogyakarta dan bukan orang Aceh yang membuatnya. “Saya kecewa. Ketika beberapa waktu lalu melihat peci motif Aceh yang dibuat orang jawa di Yogya,” sebutnya.

Mesin jahit dan bordir menderu. Mesin itu bantuan Swiscontac melalui Pusat Informasi Bisnis. Fauzi sesekali sibuk melayani pembeli. Memperhatikan kualitas peci buatan karyawannya. Dia berharap, pemerintah segera mengurus hak paten motif Aceh tersebut. Agar tak bernasib sama dengan kopi gayo yang merk dagangnya dimiliki oleh salah satu perusahaan Belanda. “Saya harap hak paten peci ini juga segera diusulkan oleh Pemerintah Aceh, ya Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Propinsi yang mengurus. Karena, hak paten tak bisa diurus sendiri-sendiri,” sebutnya. [Masriadi Sambo]







Publis Oleh Dimas Sambo on 04.24. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Berharap Peci Aceh Dikenal Dunia"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added