Setia di Makam Sultan
“Sang 15 thon ka lon jaga makam nyo. Lebeuh baro jeut, kureng hanjet. (Sudah 15 tahun saya jaga makam ini. Bahkan lebih,” ujar Teungku Yakop Saleh (64). Dia adalah penjaga makam Sultan Malikussaleh di Desa Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Yakop meneruskan pekerjaannya. Sebuah sapu lidi ditangannya. Membersihkan daun angsana yang jatuh di sekitar pekarangan makam raja kerajaan Samudera Pasai itu. Tangannya cekatan mengumpulkan sampah dan membuangnya.
Sesekali dia berhenti. Menarik nafas kemudian melanjutkan lagi.Ketika saya datang, senyumnya mengulas. Mempersilahkan masuk dan istirahat. Sejak kecil, pria itu memang menggemari ilmu sejarah. Dia banyak
“Saya senang menjaga makam ini. Meskipun masih banyak yang belum saya ketahui. Misalnya, tentang
Saya memperhatikan tulisan kaligrafi diatas
Selama belasan tahun menjaga makam tersebut, Yakop ditemani istrinya Umi Maimunah.
Memperhatikan ukiran-ukiran kaligrafi tersebut. Lalu, menarik sebungkus rokok dari kemeja putih lengan pendek yang dikenakannya. Dia hanya digaji sebesar Rp 450.000 perbulan. Itupun dibayar tiga bulan sekali oleh Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Aceh Utara. Penambahan gaji yang tak seberapa itupun disyukuri oleh Yakop. “Dulu, 15 tahun lalu. Saya cuman digaji Rp 70.000 perbulan,” ujarnya. Gaji itulah yang digunakannya untuk membiayai kebutuhan rumah tangga. Merasa tak cukup, Yakop menanam padi. “Saya juga bertani, menanam padi. Jadi, agak lumanyan,” katanya.
Yakop tidak bisa fokus pada lahan sawah miliknya. Ketika, ada para penziarah yang hendak berkunjung ke Makam Sultan, dia berhenti. Melayani dan menjelaskan tentang sejarah kerajaan tersebut pada pengunjung. Paling sedikit setiap hari sekitar 20 orang datang berkunjung ke makam itu. Kata Yakop, dia ingin menjaga makam tersebut selama-lamanya. Selagi nafas berhembus. “Saya ingin menjaga makam ini selamanya. Selama saya hidup. Itupun jika aturan pemerintah mengijinkan,” ujarnya lirih. Daun angsana berjatuhan.