MOST RECENT

|

Setia di Makam Sultan



Sang 15 thon ka lon jaga makam nyo. Lebeuh baro jeut, kureng hanjet. (Sudah 15 tahun saya jaga makam ini. Bahkan lebih,” ujar Teungku Yakop Saleh (64). Dia adalah penjaga makam Sultan Malikussaleh di Desa Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Yakop meneruskan pekerjaannya. Sebuah sapu lidi ditangannya. Membersihkan daun angsana yang jatuh di sekitar pekarangan makam raja kerajaan Samudera Pasai itu. Tangannya cekatan mengumpulkan sampah dan membuangnya.

Sesekali dia berhenti. Menarik nafas kemudian melanjutkan lagi.Ketika saya datang, senyumnya mengulas. Mempersilahkan masuk dan istirahat. Sejak kecil, pria itu memang menggemari ilmu sejarah. Dia banyak mendengar cerita tentang kejayaan kerajaan islam pertama di Indonesia itu dari tetua dikampungnya. Itu pula yang membuatnya serius menjaga makam Sultan Malikussaleh, sejak 15 tahun lalu.

“Saya senang menjaga makam ini. Meskipun masih banyak yang belum saya ketahui. Misalnya, tentang ukiran kaligrafi yang ada di nisan itu,” ujarnya sambil menunjuk kearah ukiran kaligrafi di Makam Malikudahir, putra Sultan Malikussaleh yang kuburannya terletak tepat disamping makam ayahandanya.

Saya memperhatikan tulisan kaligrafi diatas nisan tersebut. Indah sekali. Lalu, kaligrafi di Makam Sultan Malikussaleh. Sangat indah, dengan marmer yang didatangkan dari Persia. Dibagian kaki nisan tersebut tertulis “Malikussaleh” dalam bahasa araf jawi. “Untuk tulisan ini saja. Saya baru tahu dari orang Cairo, Mesir yang berkunjung tahun 1965,” sebutnya dalam bahasa Aceh.

Selama belasan tahun menjaga makam tersebut, Yakop ditemani istrinya Umi Maimunah. Lima orang buah hatinya telah berkeluarga dan menetap didesa lain. “Saya tak digaji besar. Tapi, saya senang bekerja membersihkan makam. Saya bangga dengan pekerjaan membersihkan makam raja yang sangat tersohor,” sebutnya. Sejurus dia terdiam.

Memperhatikan ukiran-ukiran kaligrafi tersebut. Lalu, menarik sebungkus rokok dari kemeja putih lengan pendek yang dikenakannya. Dia hanya digaji sebesar Rp 450.000 perbulan. Itupun dibayar tiga bulan sekali oleh Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Aceh Utara. Penambahan gaji yang tak seberapa itupun disyukuri oleh Yakop. “Dulu, 15 tahun lalu. Saya cuman digaji Rp 70.000 perbulan,” ujarnya. Gaji itulah yang digunakannya untuk membiayai kebutuhan rumah tangga. Merasa tak cukup, Yakop menanam padi. “Saya juga bertani, menanam padi. Jadi, agak lumanyan,” katanya.

Yakop tidak bisa fokus pada lahan sawah miliknya. Ketika, ada para penziarah yang hendak berkunjung ke Makam Sultan, dia berhenti. Melayani dan menjelaskan tentang sejarah kerajaan tersebut pada pengunjung. Paling sedikit setiap hari sekitar 20 orang datang berkunjung ke makam itu. Kata Yakop, dia ingin menjaga makam tersebut selama-lamanya. Selagi nafas berhembus. “Saya ingin menjaga makam ini selamanya. Selama saya hidup. Itupun jika aturan pemerintah mengijinkan,” ujarnya lirih. Daun angsana berjatuhan. Siang semakin terik dan membakar bumi. Yakop terus bertahan, membersihkan makam Sultan Malikussaleh. Sultan pertama yang menyebarkan islam di nusantara. [masriadi sambo]

Publis Oleh Dimas Sambo on 23.53. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added