MOST RECENT

|

Yang Berkreasi Yang Dilupakan



“Sampai sekarang belum ada bantuan yang pernah saya terima,” ketus Iwan Sunarya, Sabtu (19/4) warga Desa Meunasah Mesjid, Kecamatan Syamtalira Aron, Aceh Utara. Usianya muda. Baru 20 tahun. Merintis bisnis kerajinan peci Aceh di desa itu sejak tahun 2002 silam. Ketika saya temui, dia baru saja menyelesaikan sebuah peci dengan motif rencong Aceh. Senyumnya ramah menyambut kedatangan saya.

Suara mesin jahit terdengar jelas di kios kecil yang disewanya. Kios ukuran 3 x 4 meter itu terletak dipinggir jalan desa itu. Untuk menuju kesana, dapat melalui Simpang Teupin Punti. Ikutilah jalan itu, sekitar tiga kilometer temukanlah usaha peci khas Aceh itu disana. Di desa itu ada tiga orang pengrajin peci berbagai motif khas Aceh. Tangan Iwan Sunarya telaten menjahit peci-peci itu. Sesekali dia berhenti. Memperhatikan hasil jahitannya. Jika rapi, senyumnya mengulas. Lalu mengambil gunting dan memotong sisa benang yang menempel di peci tersebut.

Puluhan peci yang siap di pasarkan diatur rapi dalam rak kecil disamping kiri mesin jahitnya. Usaha itu masih menggunakan mesin jahit model zaman dulu. Belum menggunakan mesin jahit yang dialiri aliran listrik. “Masih menggunakan mesin manual. Tidak ada modal. Harap pemerintah, sampai sekarang belum ada bantuan,” ujar lajang berkumis tipis itu.

Iwan memulai kerajinan itu dengan modal empat mesin jahit. Dia merogoh kocek sebesar Rp 7 juta untuk memulai usahanya. Ketika itu, dia masih menimba ilmu di SMA Negeri 1 Syamtalira Bayu, Aceh Utara. Sekitar lima kilometer dari kampungnya. Sejak masih remaja dia telah memikirkan lapangan kerja untuk teman-temannya. “Saya pikirkan dengan buka usaha ini, pasti menciptakan peluang kerja baru. Jadi, bisa sedikit mengurangi angka pengangguran,” ujarnya diplomatis. Iwan memang gemar menjahit. Dia juga mendisain motif peci-peci untuk dijahit teman-temannya.

Benar saja, saat ini dia mempekerjakan tiga orang untuk menjahit puluhan peci Aceh itu setiap hari. Iwan Sunarya senang bisa membantu sesama. Pria yang lama mondok di Pesantren Budi Teupin Punti, Aceh Utara mengaku usahanya sedikit berkembang. Kini, pasaran peci itu sudah sampai ke Aceh Timur, Bireuen dan Aceh Utara. Harga jual peci itu bervariasi. Tergantung kain yang digunakan. Standarnya, dia menjual dengan harga Rp 23.000 per peci.

Iwan mengaku, baru-baru ini, beberapa orang yang mengaku akan memberikan bantuan kredit Peumakmu Nanggroe sempat mengunjungi usaha kecil miliknya. Namun, hingga saat itu, kredit yang dijanjikan itu tidak pernah diterimanya.
Dia berharap, agar pemerintah memperhatikan pengrajin kecil di Aceh Utara. Kata dia, sejauh ini belum ada bantuan sedikitpun dari Pemerintah Aceh Utara. Padahal, peci khas Aceh telah digemari oleh pasaran nasional. “Saya harap pemerintah melihat usaha kecil yang ingin berkembang. Saya sangat berharap pemerintah memberikan bantuan modal usaha,” harapnya.

Sore kian merangkak menjemput senja. Iwan sibuk merapikan beberapa peci miliknya dan berkreasi besok pagi dengan puluhan peci. Iwan Sunarya, yang berkreasi yang terlupakan. [masriadi sambo]

Publis Oleh Dimas Sambo on 21.01. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Yang Berkreasi Yang Dilupakan"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added