AN
Indah sekali masa itu. Masa aku masih bego dan tak mengerti arti hidup. An, kini semuanya sudah selesai. Sebentar lagi penantianmu berakhir. Dan, aku masih mengembara entah sampai kemana? Aku juga tak tau itu. An, kamu tau, satu pesan singkat masuk ke handphoneku dan kabarkan kabar gembira. Ya, tentang akhir semua cerita. Gembira mungkin bagi yang merasakan. Gembira hanya bisa dirasakan. Tak bisa di raba dan dicicipi.
An, satu hal, aku ingin kamu ceria. Senyum mu yang mengembang untuk sesama, bertahan selamanya. Itu khas mu yang ku ingat. Senyum untuk semua, katamu, ketika kita masih duduk dibawah pohon waru depan SMU mu dulu.
Kilauan bening itu ku harap tak pernah menetes. Suara serak itu tak pernah ku dengar. Aku mau, kamu hidup bahagia. Senang dan selalu ceria. Jika sakit, jangan pernah luka minum obat. Aku tau, kamu alergi yang namanya obat dan pil sejenis. Tapi, kamu bukan sendiri lagi. Kamu harus tetap sehat membina keluarga, membahagiakan suami dan anak-anakmu.
Aku tak bisa hadir di hari suci mu. Mungkin, waktu tak mengizinkan aku untuk sekadar memotretmu yang terakhir. Salamku buat suami. Salam tabik. Aku bangga bila kamu bahagia.