Keramik dari Kota Juang
Tangan keriput itu telaten membentuk tanah liat menjadi hiasan. Mengaduk adonan cat, memolesnya kebenda yang telah jadi. Itulah
Dia pemilik
Bisnis ini salah satu bisnis yang menjanjikan. Belum banyak saingan menjadi salah satu peluang untuk mengembangkan bisnis tersebut. sayangnya, Abdurrahim mengaku, dia hanya menjual kerajinan itu keseluruh daerah di Aceh. Produksi kerajinan ini telah hadir di Banda Aceh, Lhokseumawe, Bireuen dan kabupaten lainnya. Untuk mengembangkan lebih luas, dia mengaku tak memiliki pondasi dana yang kuat.
Pengalaman menekuni usaha selama 21 tahun tak bisa membuat pria itu berkembang. Pasarannya sejak berdiri sampai saat ini, masih di daerah-daerah di Nanggroe Aceh Darussalam. “Tak ada kedaerah lain. Hanya di seluruh Aceh saja. Tak ada modal,” katanya sambil tersenyum.
Lalu, bagaimana dengan laba bersih? Saya bertanya pada Abdurrahim. Ditangan pria itu, kuas telah diolesi cat. Sejurus dia terdiam. Mengayunkan kuas pada guci kecil yang telah selesai di produksi. Guci itu diatur, berjejer dan rapi. Puluhan guci dan keramik jenis lainnya dijemur di bawah terik matahari. Lalu, setelah dijemur, keramik itu sampai pada tahap pembakaran. Soal kualitas tak
“Kalau sekarang ini, sebulan paling sampai Rp 3 Juta atau paling banyak Rp 5 Juta,” sebutnya. Bagi Abdurrahim, bulan ramadhan adalah bulan penuh berkah. Disaat ramadhan datang, omzet penjualanpun meningkat. Banyak masyarakat yang memesan keramik untuk menyambut hari nan fitri. Itulah penyebab meningkatkatnya pendapatan pria murah senyum itu. Laba sebesar Rp 20 Juta mampu diraih menjelang Idul Fitri setiap tahunnya. “Dari
Keramik yang diproduksi Abdurrahim, terbilang up to date. Selain model-model yang telah biasa dibuatnya, dia selalu mengikuti perkembangan zaman seni pembuatan keramik. Caranya, membeli koran dan majalah. Informasi perkembangan model terbaru didapatkannya dari media. Ketika sedang berbelanja di
Meski begitu, terkadang, mesin pengolah tanah liat yang dimilikinya tak bisa memproduksi beberapa model paling keren. Kemampuan mesin sederhana, yang terdiri dari besi pemutar dan terdapat tiang ditengahnya itu sangat terbatas. Abdurrahim tak bisa berekspresi lebih dengan mesin tersebut. “Modal saya terbatas. Kepingin rasanya membeli mesin yang baru dan bisa dipakai membuat semua model,” harapnya. Untuk membeli satu truk pick-up tanah liat sebagai bahan
Matanya kembali memperhatikan beberapa guci kecil yang telah dicat. Guci itu mengkilap diterpa sinar matahari. Cukup
Apa tidak ada bantuan dari pemerintah? Saya bertanya. Ibrahim terdiam. Sejurus kemudia, dia menyebutkan beberapa kali Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bireuen sempat mengunjungi tempat
Meminjam bantuan dari Bank, baginya sama dengan bunuh diri. Dia tak sanggup memikirkan bunga pinjaman yang diperoleh dari Bank. “Saya tak sanggup. Mengembalikan uang dengan bunga yang berlipat,” akunya.
Dia berharap, pemerintah kabupaten