MOST RECENT

|

Empat Tahun Tsunami, Penantian Masih Panjang


DERETAN rumah tipe 36 itu dicat kuning tua. Atapnya dicat warna coklat. Mengkilap diterpa sinar matahari. Rumah yang terletak di Desa Blang Crum, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe itu ditempati oleh 163 kepala keluarga (KK) korban tsunami asal Desa Pusong, Keudai Aceh, dan Desa Pusong Baru, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe.

3 Maret 2008 lalu, mereka mulai menempati rumah itu. Sebelumnya, mereka bertahan di barak pengungsian Desa Mon Geudong, Lhokseumawe. Sepanjang jalan menuju komplek perumahan korban tsunami itu, rusak parah. Jalan berlumpur. Harus berhati-hati mengendarai kendaraan melewati jalan itu.

Memasuki komplek, tampak anak-anak sibuk bermain. Sebagian masyarakat ikut dalam pembangunan parit di kompleks itu. Empat tahun tsunami, pembangunan infrastruktur masih banyak yang belum rampung. Lihat saja, mushala, masih dalam pengerjaan. Belum bisa difungsikan untuk tempat ibadah. Selain itu, rumah yang telah dibangun itu belum memiliki fasilitas sanitasi. ”Sebagian besar penutup toilet, tidak ada. Terbuka begitu saja. Pipa pembuangan toilet juga tidak ada. BRR mengatakan akan diberikan, entah kapan?” kata mantan koordinator pengungsi korban tsunami Mon Geudong, Faisal Za, kepada Independen, Kamis (25/12).

Faisal kini menetap disalah satu rumah korban tsunami itu. Selain itu, asbes rumah juga banyak yang bocor. Faisal menunjukkan asbes yang bocor dirumahnya. Jika hujan, Faisal, terpaksa meletakkan ember dibawah asbes yang bocor tersebut. ”Itu lumayan. Rumah lainnya, ada yang lebih parah asbesnya bocor,” terangnya.

Namun, persoalan lain muncul. Sebanyak 40 kepala keluarga (KK) korban tsunami masih menetap dirumah saudaranya di komplek itu. Hingga kini mereka belum mendapatkan rumah bantuan. BRR hanya membangun 163 rumah. Sebanyak 151 diantaranya telah ditempati. 12 rumah lagi, hingga kini belum jelas pemiliknya siapa?

Sebelumnya, BRR telah memberikan 12 rumah itu kepada korban tsunami. Lalu, dicabut kembali, dengan dalih mereka tidak berhak menerima bantuan. ”Kalau kita pikir, mana ada korban tsunami yang terlalu parah di Lhokseumawe. Semuanya sama, namun BRR mencabut hak korban tsunami itu. Sehingga, mereka menetap di Pusong,” kata Faisal.

Untuk 40 kepala keluarga yang belum mendapatkan rumah bantuan itu telah ditanggulangi Save The Children. 20 unit rumah panggung telah dibangun di Desa Mayang, Kecamatan Blang Mangat. Dalam waktu dekat, segera ditempati oleh korban tsunami di daerah itu. Sedangkan 20 unit rumah lagi, terletak di Desa Blang Crum. Rumah ini belum dibangun sama sekali. Lahan telah dibersihkan, pembangunan belum terlihat.

Artinya, 20 KK korban tsunami masih harus menunggu pembangunan itu rampung.

Terkait penarikan rumah yang dilakukan oleh BRR, Kepala Layanan Umum dan Informasi BRR Regional II Lhokseumawe, Yuli Asbar, baru-baru ini menyebutkan itu sesuai dengan aturan penertiban rumah. ”Tim penertiban rumah melihat siapa saja yang berhak dan tak berhak mendapatkan rumah. Makanya, ditarik kembali,” katanya. Yuli menyebutkan, rumah itu akan diberikan pada yang berhak. Soal sanitasi, juga akan dibangun kembali setelah tim penertiban turun dalam waktu dekat ini.

Sementara itu, Kantor Regional II Lhokseumawe telah ditutup secara resmi oleh Kepala Badan Pelaksana BRR, Kuntoro Mangkusubroto, 22 Desember lalu. Informasi yang dihimpun Independen, bagian perumahan kantor itu masih bekerja untuk melakukan penertiban rumah, mengkroscek permasalahan rumah di Aceh Utara dan Lhokseumawe hingga April 2009 mendatang. Sedangkan bagian lainnya, telah berhenti beroperasi di Kantor Regional II BRR Lhokseumawe.

Sementara itu, di Kecamatan Seuneuddon, sebanyak 33 KK korban tsunami tidak menempati rumah bantuan. Di Kecamatan Lapang, 12 KK korban tsunami hingga kini belum mendapatkan rumah bantuan. Empat KK diantaranya, hingga kini masih bertahan dibawah kolong meunasah Desa Kuala Cangkoi, Kecamatan Lapang, Aceh Utara.

Sudah empat tahun aloen buluek (tsunami) usai, namun hingga kini masyarakat korban tsunami masih menunggu di bawah kolong meunasah. Menunggu dirumah sanak famili. Sedangkan BRR resmi ditutup April 2009 mendatang. Setelah itu, korban tsunami harus sabar menunggu, pembangunan rumah usai. Entah sampai kapan mereka sabar menunggu? Entahlah. [masriadi sambo]

Publis Oleh Dimas Sambo on 23.21. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Empat Tahun Tsunami, Penantian Masih Panjang"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added