Akhir Kisah Waria Udin
SEKILAS, catatan kenangan yang ditinggalkan waria bernama Mahmuddin hanya tentang tingkah kemayu dan asmara terlarang sesama jenis. Tapi, di balik itu, sungguh ia juga manusia yang punya hati.
Di kalangan remaja di Lhokseumawe, Udin cukup populer. Ia dikenal sebagai waria suka bersahabat. Rumahnya di Jalan Dusun Purnama, Gampong Jawa Baru, Banda Sakti, Lhokseumawe nyaris tak pernah sepi dari keceriaan. Teman-temannya menjadikan rumahnya tempat berkumpul. Waria itu ramah.
Tapi, kini semua itu tak akan pernah terjadi lagi. Rumah berlantai dua miliknya kini sepi. Udin tewas menggenaskan dengan 21 tusukan pisau di tubuh dan lehernya. Ususnya terburai. Ia menjadi korban cemburu asmara sesama jenis.
Heriyadi, kekasih Udin, dibantu kekasih gelapnya Heri Kurniawan, membantai waria itu.
Kabar meninggalnya Udin menyebar luas ke seluruh penjuru kota. Seorang teman Udin, Andre, warga Kampung Jawa Baru, mengatakan dia tahu lewat media massa bahwa Udin telah meninggal dunia. “Saya terkejut. Ada teman kirim SMS, bilang ada berita pembunuhan Udin. Saya baca. Kejam sekali pelakunya,” kata Andre.
Andre mengenal Udin dua tahun lalu. Menurutnya, Udin baik. Dia nakal pada kaum laki-laki yang ia suka. Tapi, pada orang yang sudah menjadi temannya, Udin tak mau bergenit-genit ria.
“Tidak semua orang diganggunya. Dia itu baik,” kata Andre.
Teman Udin lainnya, Nuhayani, mengakui Udin punya sifat cemburuan. Tapi, waria itu juga tak pelit. Jika ada uang, dia suka mentraktir semua teman-temannya untuk makan malam atau sekadar minum di café.
Udin suka jalan-jalan sore, katanya. Mengelilingi Kota Lhokseumawe dengan teman-temannya. “Kalau nggak jalan-jalan sore, dia pusing. Begitu katanya,” ujar Nurhayani.
Udin menyisakan kenangan tersendiri bagi teman-temannya. Banyak yang mencela, juga bangga pada kemandirian dan kebaikannya. Tapi, Udin telah pergi jauh. Ia tak akan kembali. [masriadi sambo]