MOST RECENT

|

Menunggu Keadilan Turun dari Langit


PAGI itu, ratusan orang memadati halaman Masjid Al Azhar, Desa Pusong Baru, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Ahad (11/1). Di situ, 17 korban kekerasan aparat keamanan di Gedung KNPI Aceh Utara, Jalan Iskandar Muda, Lhokseumawe berkumpul. Ratusan keluarga korban lainnya juga hadir.



Mereka hanyut dalam lantunan zikir. Berikutnya serentak menengadahkan tangan. Berdoa agar suami, adik, abang dan ayah mereka yang menjadi korban peristiwa berdarah Gedung KNPI diampuni dosanya. Insiden itu terjadi tanggal 3 Januari 1999 silam. Saat itu, status daerah operasi militer (DOM) baru saja dicabut satu tahun. Saat itu, puluhan aparat keamanan datang ke Desa Pusong, untuk menggerebek Gerakan Aceh Mereda (GAM).



Namun sejumlah masyarakat sipil ikut ditangkap dan dibawa ke Gedung KNPI. Lalu, tanggal 9 Januari 1999 juga terjadi hal yang sama. Aparat keamanan melakukan sweeping dalam rangka memburu pentolan GAM, Ahmad Kandang. Beberapa masyarakat sipil juga menjadi korban. Data dari K2HAU menyebutkan, dari tanggal 3-9 Januari sebanyak 73 warga sipil meninggal dunia di Gedung KNPI Aceh Utara.


“Lon lake keadilan (Saya minta keadilan),” ujar Nurhayati (38 Tahun). Ibu tiga orang anak ini tidak mengalami langsung kekerasan itu. Namun suaminya, Abdullah Sani Abidin disiksa di Gedung KNPI.



Pagi itu dia datang bersama putranya, Muhammad Nadir (11 Tahun). Nadir terkena tembakan di pergelangan kakinya. “Anak saya ini digendong ibu saya (Neneknya Nadir) di depan Pendopo Bupati Aceh Utara tanggal 9 Januari, pukul 08.30 WIB. Tiba-tiba terdengar suara senjata. Nadir, kena di kaki. Pelurunya tembus, dan neneknya Nadir, terkena peluru yang tembus itu,” kenangnya melambung ke sepuluh tahun silam.


Kontan Ti Aminah (neneknya Nadir) meninggal dunia. Nadir yang kala itu berusia 11 bulan, jatuh ke aspal. Kakinya tembus timah panas. Dia menangis sejadinya. Tak ada yang peduli. Suasana kota sangat kacau. Semua orang berlarian menyelamatkan diri dan aparat keamanan terus melepaskan tembakan. Usai letusan senjata, Nadir dibawa ke Rumah Sakit Cut Mutia. Kakinya dioperasi.



“Manteung saket bak gaki lon (masih terasa sakit di kaki saya),” kata Nadir, ditemui Independen, dalam acara tersebut.



Hingga saat ini, Nurhayati, sulit melupakan insiden yang terjadi 3-9 Januari 2009 itu. Dia terpaksa meminjam uang tetangga, untuk melakukan operasi kaki putranya Muhammad Nadir. Nadir memperlihatkan kakinya, bekas jahitan masih terlihat jelas.



“Saya berharap, kami mendapatkan hak kami. Sekarang ini, untuk biaya berobat saja tak ditanggung pemerintah. Saya juga minta, agar kasus ini diselesaikan sampai tuntas,” ujar Nurhayati.



Ibu tiga orang anak ini tak kuasa menahan tangis. Dia kehilangan ibu kandungnya, Ti Aminah. Suami dan anaknya cedera. Kini, Muhammad Nadir, duduk di bangku kelas lima, SD Negeri 20 Pusong Baru, Lhokseumawe. “Keadilan harus ditengakkan, pemerintah harus bentuk KKR seperti amanah MoU. Agar, bumi ini bisa adil pada kaum lemah,’” harap Nurhayati.


Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) memang menjadi amanah MoU Helsinki. Komisi ini yang akan menangani persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh. Namun, untuk provinsi komisi ini belum bisa dibentuk. Dalihnya, di tingkat pusat saja, Rancangan Undang-undang KKR gagal disahkan akhir tahun 2007 lalu.



Ketua Komunitas Korban Hak Azasi Manusia Aceh Utara dan Lhokseumawe (K2HAU) Murthalla, menyebutkan, harus dimulai dari sekarang pembentukan KKR. “Pemerintah Aceh, Irwandi-Nazar, hingga kini belum terlihat serius untuk KKR. Harusnya bisa dilakukan, dan didesak agar pemerintah pusat membentuk KKR. KKR solusi keadilan untuk korban konflik,” kata Murthalla.



Dia menghimbau, agar seluruh korban pelanggaran HAM di Aceh tidak jenuh memperjuangkan nasib mereka. Menuntut keadilan, dan menuntut pelaku kejahatan HAM tersebut.


Murthalla, Nurhayati dan Muhammad Nadir, terus berharap agar KKR segera disahkan. Agar keadilan tak hanya slogan. Mereka terus berjuang, menunggu keadilan turun dari langit. [masriadi sambo]

Publis Oleh Dimas Sambo on 18.37. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Menunggu Keadilan Turun dari Langit"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added