Cerita Lama (Tetap) Usang
DHEBIT Desliana, sibuk membenahi perahu miliknya di Desa Kampung Jawa, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Saban minggu, nelayan yang menggunakan ketek ini, terpaksa memperbaiki perahu miliknya.
Dia sudah mengusulkan bantuan pada Dinas Perikanan Kota Lhokseumawe, 28 November 2007 dengan nomor register proposal 250/01/KB/H65/2007. Awalnya, disebutkan akan mendapat bantuan tahun 2008. Namun, hingga kini bantuan itu tak kunjung datang.
Dhebit hanya satu cerita di antara sekian banyak cerita nelayan kecil yang ingin mendapatkan bantuan. Mereka harus mengarungi lautan dengan perahu seadanya. Menantang bahaya di tengah gelombang laut yang kadang berubah ganas.
Selama tahun 2008, Dinas Perikanan Lhokseumawe memang memberikan bantuan jaring, keramba, komputer, satelit dan rumpon kepada sejumlah nelayan. Namuan baru beberapa nelayan yang mendapatkan bantuan tersebut.
Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lhokseumawe, T Rudi Fattahul Hadi, menyebutkan, masih banyak nelayan yang tidak mendapatkan bantuan. Pasalnya, bantuan yang disalurkan kepada nelayan langsung dilakukan dinas terkait.
Tidak berkoordinasi dengan lembaga-lembaga yang menjadi wadah para nelayan. “Seharusnya ada koordinasi antara Dinas Perikanan dengan Panglima Laot, HNSI dan lembaga lain yang menjadi wadah nelayan,” katanya, Kamis (1/1).
Anehnya lagi, tambahnya, Walikota Lhokseumawe, Munir Usman, yang didukung penuh oleh masyarakat nelayan ketika mencalonkan diri sebagai walikota, belum memberikan perhatian serius untuk masyarakat nelayan.
Saat itu, pasangan Munir Usman- Suadi Yahya, unggul mutlak di perkampungan nelayan di Kecamatan Banda Sakti, Muara Satu dan Kecamatan Blang Mangat. “Tahun 2009, walikota idealnya memberikan perhatian pada masyarakat nelayan. Ya, mengingatkan kembali dinas terkait agar konsen terhadap persoalan nelayan,” kata Rudi.
Selain masalah bantuan, nelayan seringkali bingung cara mengurus Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) di Kota Lhokseumawe. Sosialisasi tentang aturan penangkapan ikan masih minim di kota itu.
“Sekarang ini, sangat sedikit sekali sosialisasi tentang SIPI yang diberikan oleh Dinas Perikanan. Seharusnya, intensip. Sehingga, nelayan bisa mengetahui, cara mengurus SIPI dan lain sebagainya,” kata Rudi.
Karena ketidaktahuan nelayan mengurus SIPI, tiga orang nelayan asal Lhokseumawe, Zulkifli Ahmad, Chaidir Husen dan M Jamal terpaksa berurusan dengan pengadilan.
Mereka ditangkap karena mengantongi SIPI yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabuapten Bireuen. Mereka divonis 18 bulan penjara dan denda Rp 50 juta oleh Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Kini mereka naik banding ke Mahkamah Agung di Jakarta terhadap putusan itu.
Persoalan pukat harimau juga menjadi kendala bagi nelayan di Lhokseumawe. Umumnya, pukat harimau itu berasal dari Thailand, Belawan, Sumatera Utara, dan Idi, Aceh Timur.
Pukat harimau asal tiga daerah itu yang sering menangkap ikan dengan pukat harimau. Pukat ini menghabiskan ikan kecil dan besar diperairan Lhokseumawe. Biasanya, pukat harimau beroperasi sejak Januari hingga Februari setiap tahun.
“Pemerintah harus tegas. Dinas ini yang harus ditindak. Persoalan pukat harimau bisa memicu konflik parah antar nelayan kecil dan besar. Nelayan kecil pasti kalah soal ini. Mereka hidupnya pas-pasan, untuk itu dinas harus menangkap pukat harimau itu,” terang T Rudi.
Saat ini, tercatat sebanyak 4.000 nelayan kecil beroperasi di perairan Lhokseumawe dengan 80 nelayan yang menggunakan pukat langga dan ratusan nelayan yang menggunakan boat kecil.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Lhokseumawe, Marzuki Idris, menyebutkan pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada para panglima laot di Kota Lhokseumawe terkait teknik dan cara mengurus SIPI. “Kita telah sosialisasikan dengan para Panglima Laot soal cara mengurus SIPI,” kata Marzuki belum lama ini.
Cerita nelayan kurang diperhatikan memang cerita lama yang tetap usang. Jarang terperhatikan, sehingga kesannya masyarakat nelayan termarginalkan. Tahun 2009 nelayan di Lhokseumawe berharap dilindungi, diperlakukan adil dan diberikan suntikan bantuan untuk memperbaiki boat yang rusak. [masriadi sambo]