MOST RECENT

|

Menunggu Super Hero Penjaga Hutan

MORATORIUM logging (jeda tebang hutan) telah dicanangkan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Gerakan ini dinilai sebagai langkah tepat untuk menjaga hutan Aceh agar tetap ”perawan”. Di awal kebijakan itu diberlakukan, sang gubernur turun menyisir hutan, memburu pelaku ilegal logging (penerbangan liar) di seluruh Aceh, termasuk Aceh Utara.


Namun, tampaknya praktik penebangan liar itu terus berjalan. Deru chainshaw, kerap terdengar di daerah pinggiran hutan. Informasi yang dihimpun Independen, praktik ilegal loging masih terjadi di Kecamatan Langkahan, Sawang dan Kecamatan Cot Girek. Tiga daerah ini menjadi penyuplai kayu ilegal terbesar di Aceh Utara. Disusul Kecamatan Pirak Timue, Paya Bakong dan Kecamatan Nisam Antara. Umumnya, kecamatan itu terletak tepat di pinggiran hutan. Sehingga praktik ini sangat mudah dilakukan oleh para pembalak liar.


Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Utara, M Ichwan, menyebutkan, tiga daerah yang paling menjadi sentral penebangan liar. ”Kecamatan Langkahan, Sawang dan Cot Girek paling parah,” kata Ichwan, Selasa (30/12).


Data dari lembaga Selamatkan Flora dan Fauna (Silfa) Aceh menyebutkan hal yang sama. ”Masyarakat pedalaman kemapanan ekonomi sangat lemah. Sehingga, mereka menganggap menebang kayu, menjadi pekerjaan. Mereka hanya pekerja, sedangkan dalang intelektualnya berada di kota,” kata Direktur Silfa, Irsadi Aristora.


Luas hutan di Aceh Utara hanya 71.000 hektare dari total luas wilayah 329.000 hektare. Artinya kawasan hutan hanya 23 persen dari luas wilayah kabupaten. Idealnya, luas hutan harus mencapai 30 persen dari luas wilayah. Ditambah lagi, dari luas 71.000 hektare itu sebagian besar telah gundul. ”Kondisi hutan ini tentu sangat parah dan memprihantikan. Akibatnya, banjir terjadi dimana-mana. Dan terakhir turunnya gajah liar di beberapa kecamatan. Ini bukti hutan tidak aman lagi. Sehingga gajah pun turun ke kampung,” tegas Irsadi.


Langkah untuk reboisasi juga dinilai lamban dan kurang fokus. Seharusnya reboisasi hutan dilakukan terarah dan tepat sasaran. ”Belum ada perubahan dari pola reboisasi. Seharusnya, daerah mana yang menjadi target, pengawasan, penanaman tidak dilakukan asal asalan. Setelah habis tahun, selesai, pohon itu mati terserah,” ujar Irsadi lagi.


Irsadi menuding, reboisasi bahkan menjadi lahan baru untuk melakukan penebangan ilegal di kawasan hutan di Aceh Utara. Di sisi lain, selama tahun 2008, ia menilai tidak ada kebijakan yang berarti dibidang pengawasan hutan. Pasukan pengamanan hutan (Pamhut) dinilai mandul. ”Pamhut lemah dalam bertindak. Kami bahkan dapat kabar, kalau Pamhut yang dikontrak itu dilarang melakukan penangkapan. Hanya duduk manis, lalu untuk apa merekrut mereka,” terang Irsadi.


Umumnya, untuk mengeluarkan kayu ilegal dari hutan ke pasaran, dilakukan dengan menggunakan truk pada malam hari dan jika siang hari menggunakan becak. Motif lainnya, dari truk kayu ilegal itu diangkut secara cicilan ke panglong kayu tertentu dengan menggunakan becak. Ini untuk mengelabui Polisi, sehingga kesannya, kayu dari becak tersebut bukan kayu ilegal. Karena jumlah kayu yang diangkat sedikit, hanya menggunakan becak, tentu tidak perlu menggunakan segala macam surat izin. Sampai di panglong, kayu ini bukan lagi menjadi kayu ilegal. Dari panglong pula transaksi dengan pembeli digelar.


Irsadi menyebutkan, perlu keseriusan dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Utara dan aparat penegak hukum lainnya untuk menjaga ”keperawanan” hutan di Aceh Utara. Terkait tudingan tidak diefektifkannya Pasukan Pengamanan Hutan (Pamhut) yang berstatus pegawai kontrak tersebut, Ichwan menyebutkan itu sesuai dengan tugas pokok, dan fungsi (Tufoksi) Pamhut yang disahkan oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.


Dalam tupoksi, Pamhut bertugas mendampingi polisi hutan untuk melakukan penangkapan kayu ilegal. ”Pamhut hanya bisa menangkap kayu ilegal didampingi oleh petugas Polisi Hutan senior. Artinya penangkapannya bersamaan dengan Polhut. Tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pamhut,” kata Ichwan. Saat ini, sebanyak 95 Pamhut bertugas untuk mengamankan hutan di Aceh Utara.


Ichwan mengaku, pihaknya serius menangani pemberantasan penebangan liar di Aceh Utara. Namun, tampaknya hingga saat ini belum ada super hero (pahlawan super) di Aceh Utara untuk memberantas seluruh kejahatan penebangan liar. Pamhut yang diharapkan menjadi Super Hero hanya bisa mendampingi Polhut. Tidak bisa melakukan aksi. Sedangkan, Polhut juga belum bisa berbuat banyak. Ya, entah sampai kapan sang super hero datang ke bumi Sultan Malikussaleh itu, sedangkan hutan terus kritis karena dibabat secara sadis. [masriadi sambo]

Publis Oleh Dimas Sambo on 00.48. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Menunggu Super Hero Penjaga Hutan"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added