Maestro Raket Yang Ingin Jadi Dokter
SOSOK mungil, mungkin membuat orang ragu bahwa dara yang satu ini jago mengayunkan raket. Namun, kepiawaiannya melakukan smash dan penempatan shuttlecocks yang jitu kerap menjadikan lawan pontang-panting menahan serbuan dari kibasan lengannya yang atletis.
Siti Ardila Ringusti namanya. Sulung dari dua bersaudara ini sejak kecil menggemari olahraga bulutangkis. Ya, gadis yang satu ini pantang membiarkan raket menganggur tergantung di dinding rumahnya. Nyaris saban petang ia melakoni olahraga yang konon berasal dari negeri tirai bambu ini.
“Saya ini belum ada apa-apanya. Saya masih banyak belajar,” ujar Ringusti, panggilan akrabnya saat ditemui Independen, pertengahan pekan kemarin. Beruntung bagi Ringusti, hasratnya bermain bulutangkis mendapat restu penuh dari kedua orangtuanya. “Olahraga itu bisa meminimalkan kenakalan remaja, begitu kata orangtua,” celotehnya sembari tertawa.
Bakatnya di cabang olahraga bulutangkis memang sudah terlihat sejak kecil. Dia juga tercatat sebagai atlet bulutangkis Aceh Utara sejak tahun 2001. Setahun kemudian, Ringusti mengikuti turnamen bulutangkis usia dini se-Aceh dan sukses menggondol medali perunggu. Prestasi ini juga membuatnya menerima beasiswa Sampoerna Foundation (SF) plus memecutnya untuk meraih hasil yang lebih baik lagi. ”Saya belum puas. Saya terus berlatih,” ujar Ringusti.
Tahun 2004 silam, ia kembali turun dalam turnamen bulutangkis putri se-Aceh. Ringusti belum beruntung, dia hanya mampu menduduki juara tiga saat itu. Namun, usaha kerasnya akhirnya memberi bukti. Di tahun 2005, Ringusti berhasil menjadi kampiun turnamen yang sama.
Siswa SMA Negeri 1 Tanah Jambo Aye ini pun mulai menempa kemampuannya kian intensif. Tak hanya itu, penggemar Susi Susanti ini sering memperhatikan gaya bertanding atlet bulutangkis internasional. Liliana Natsir, menjadi salah satu pemain Indonesia favoritnya.
Ringusti kembali mengejutkan dunia bulutangkis Aceh. Pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) X di Bireuen baru-baru ini dia kembali mendulang medali emas di nomor tunggal putri. ”Saya tak pernah turun ganda. Saya selalu tunggal. Lebih leluasa,” ungkap Ringusti.
Lagi-lagi, prestasi ini membuatnya mendapat beasiswa dari Sampoerna Foundation. Sayang, pada Popwil se-Sumatera yang digelar di tahun yang sama, nasib belum berpihak padanya. Ringusti kalah dan gagal mempersembahkan medali untuk Aceh Utara.
Lalu, bagaimana pandangan Ringusti terhadap minat pelajar Aceh terhadap bulu tangkis? ”Wah, banyak faktor kenapa pelajar kurang suka bulutangkis. Sarana dan tempat latihan tak ada. Jadi, bagaimana mau latihan. Perhatian pemerintah terhadap atlet berprestasi juga rendah sekali. Ini mungkin, yang membuat teman-teman pelajar lain enggan terjun ke bidang olahraga,” sergahnya diplomatis.
Ringusti berharap agar Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Utara memberikan perhatian serius terhadap atlet berprestasi serta melakukan pembinaan yang mapan. Sehingga, para olahragawan di Tanah Rencong menjadi atlet-atlet andalan dan siap mempersembahkan medali bagi Aceh dan Indonesia.
Meski begitu, gadis cilik yang bercita-cita menjadi dokter ini berharap bisa eksis pada cabang bulutangkis.
”Ini bukan saja hobi. Bagi saya, bulutangkis sudah mendarah daging. Saya sangat menikmati olahraga ini. Namun, saya juga ingin suatu saat menjadi dokter. Itu tugas yang mulia,” cetusnya.
Lho, kenapa ingin jadi dokter? “Kalau jadi dokter, nanti para atlet yang ingin berobat biayanya bisa discount,” tukas Ringusti sambil tersenyum. [masriadi sambo]
Siti Ardila Ringusti namanya. Sulung dari dua bersaudara ini sejak kecil menggemari olahraga bulutangkis. Ya, gadis yang satu ini pantang membiarkan raket menganggur tergantung di dinding rumahnya. Nyaris saban petang ia melakoni olahraga yang konon berasal dari negeri tirai bambu ini.
“Saya ini belum ada apa-apanya. Saya masih banyak belajar,” ujar Ringusti, panggilan akrabnya saat ditemui Independen, pertengahan pekan kemarin. Beruntung bagi Ringusti, hasratnya bermain bulutangkis mendapat restu penuh dari kedua orangtuanya. “Olahraga itu bisa meminimalkan kenakalan remaja, begitu kata orangtua,” celotehnya sembari tertawa.
Bakatnya di cabang olahraga bulutangkis memang sudah terlihat sejak kecil. Dia juga tercatat sebagai atlet bulutangkis Aceh Utara sejak tahun 2001. Setahun kemudian, Ringusti mengikuti turnamen bulutangkis usia dini se-Aceh dan sukses menggondol medali perunggu. Prestasi ini juga membuatnya menerima beasiswa Sampoerna Foundation (SF) plus memecutnya untuk meraih hasil yang lebih baik lagi. ”Saya belum puas. Saya terus berlatih,” ujar Ringusti.
Tahun 2004 silam, ia kembali turun dalam turnamen bulutangkis putri se-Aceh. Ringusti belum beruntung, dia hanya mampu menduduki juara tiga saat itu. Namun, usaha kerasnya akhirnya memberi bukti. Di tahun 2005, Ringusti berhasil menjadi kampiun turnamen yang sama.
Siswa SMA Negeri 1 Tanah Jambo Aye ini pun mulai menempa kemampuannya kian intensif. Tak hanya itu, penggemar Susi Susanti ini sering memperhatikan gaya bertanding atlet bulutangkis internasional. Liliana Natsir, menjadi salah satu pemain Indonesia favoritnya.
Ringusti kembali mengejutkan dunia bulutangkis Aceh. Pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) X di Bireuen baru-baru ini dia kembali mendulang medali emas di nomor tunggal putri. ”Saya tak pernah turun ganda. Saya selalu tunggal. Lebih leluasa,” ungkap Ringusti.
Lagi-lagi, prestasi ini membuatnya mendapat beasiswa dari Sampoerna Foundation. Sayang, pada Popwil se-Sumatera yang digelar di tahun yang sama, nasib belum berpihak padanya. Ringusti kalah dan gagal mempersembahkan medali untuk Aceh Utara.
Lalu, bagaimana pandangan Ringusti terhadap minat pelajar Aceh terhadap bulu tangkis? ”Wah, banyak faktor kenapa pelajar kurang suka bulutangkis. Sarana dan tempat latihan tak ada. Jadi, bagaimana mau latihan. Perhatian pemerintah terhadap atlet berprestasi juga rendah sekali. Ini mungkin, yang membuat teman-teman pelajar lain enggan terjun ke bidang olahraga,” sergahnya diplomatis.
Ringusti berharap agar Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Utara memberikan perhatian serius terhadap atlet berprestasi serta melakukan pembinaan yang mapan. Sehingga, para olahragawan di Tanah Rencong menjadi atlet-atlet andalan dan siap mempersembahkan medali bagi Aceh dan Indonesia.
Meski begitu, gadis cilik yang bercita-cita menjadi dokter ini berharap bisa eksis pada cabang bulutangkis.
”Ini bukan saja hobi. Bagi saya, bulutangkis sudah mendarah daging. Saya sangat menikmati olahraga ini. Namun, saya juga ingin suatu saat menjadi dokter. Itu tugas yang mulia,” cetusnya.
Lho, kenapa ingin jadi dokter? “Kalau jadi dokter, nanti para atlet yang ingin berobat biayanya bisa discount,” tukas Ringusti sambil tersenyum. [masriadi sambo]