Pembangunan Cet Langet di Lhokseumawe
Pembangunan di Lhokseumawe terkesan cet langet. Pemerintah sibuk membangun, namun tidak menempati gedung yang telah membangun. Inilah kisah pembangunan centang perenang di kota migas itu.
TIGA masyarakat tengah duduk santai di bangunan Pasar Kuliner di Desa Pusong, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Matahari menyengat bumi. Panas. Tiga masyarakat itu melepas lelah. Duduk di atas pinggiran bangunan. Sebanyak delapan unit bangunan pasar kuliner telah rampung sejak Januari lalu. Namun, hingga kini bangunan itu belum difungsikan. Bangunan di disain khas undak-undak Hindu, terbagi kotak-kotak kecil. Menghadap ke laut lepas. Masing-masing kotak berukuran 2,5 x 2,5 meter. Di depan bangunan itu, terlihat empat kotak yang sedang dibangu namun belum rampung. Anehnya, meski belum ditempati, bangunan itu telah bocor. Tampak jelas, bekas air hujan menetes di asbes bangunan. Bercaknya menguning.
Selain itu, bangunan itu juga terlihat jorok. Penuh sampah pada bagian dalam kotak-kotak kecil bangunan itu. Itu baru cerita buruk bagian satu pembangunan pasar di kota yang dulu dikenal dengan sebutan petro dollar. Cerita paling aneh berada di balik pembangunan gedung Pasar Buah di Jalan Pase, Desa Keudee Aceh, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Bangunan yang menelan dana Rp 3,5 miliyar itu dibangun sejak dua tahun lalu oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Lhokseumawe. Papan pintu ratusan kios ini sudah hancur. Sebagiannya kabarnya telah hilang dicuri. Bagian atap rusak karena angin. Cat gedung itu juga telah muram, tulisan pasar buah juga telah berjatuhan. Bangunan ini terbagi dua. Keduanya dalam kondisi memprihatinkan.
Pembangunan kedua pasar itu tujuannya untuk menata kota agar lebih indah. Program ini diwacanakan, oleh Walikota Lhokseumawe, Munir Usman. Sayangnya, niat Sang Walikota untuk menata kota, tak kunjung tiba. Dinas di bawahnya tak mampu menafsirkan keinginan walikota. Bahkan, Pasar Buah sudah terlantar sejak dua tahun lalu. Pasar ini khusus ditujukan untuk pedagang buah yang selama ini berjualan di Terminal Lama. Juga untuk para pedagang sayur dan buah di Pasar Pusong. Jika dua tempat ini dipindahkan, paling tidak semrawut kota akan berkurang. Sedangkan Pasar Kuliner yang dibangun di pinggiran pantai itu dikhususkan untuk pedagang makanan di Jalan Perniagaan Kota Lhokseumawe. Pemko Lhokseumawe dua tahun lalu, awalnya ingin membangun pasar kuliner juga di kawasan Desa Mon Geudong. Namun, hingga saat ini bangunan itu belum ada sama sekali.
Akibatnya, masyarakat pun bertanya-tanya. Salah seorang masyarakat di Jalan Pase, Munirwansyah, juga sangat heran mengapa gedung itu tidak dipungsikan, Padahal bangunan itu telah rampung. Munirwansyah yang juga pedagang buah berharap gedung di depannya bisa segera ditempati. “Bahkan, kabarnya pembagian untuk pedagang juga belum dilakukan. Mungkin,gedung itu hanya untuk gudang hantu saja,” kata Munirwansyah.
Pedagang lainnya, Noni Irsati, menyebutkan sangat khawatir ada permainan terhadap bangunan pasar tersebut. Dia mengatakan, seharusnya pasar itu sudah bisa ditempati. Bahkan, sebagian masyarakat kabarnya sudah mendaftar pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Lhokseumawe. “Saya binggung, tidak jelas kapan akan ditempati. Padahal kita sudah daftar. Untungnya, orang yang mendaftar belum menyerahkan uang. Kalau sudah menyerahkan uang, lebih parah lagi,” kata Noni. Namun, persoalan yang besar bukan pada merugikan masyarakat, namun, bangunan itu juga berasal dari dana APBK tahun 2006. Dana public yang dibangun untuk public namun tidak digunakan.
Tak Kunjung Ditempati
Gedung pasar buah ini pun tak kunjung ditempati. Tahun lalu, Walikota Lhokseumawe, Munir Usman, dan Sekda Kota Lhokseumawe, Safwan, beberapa kali menyebutkan pada wartawan bahwa gedung itu akan segera ditempati. Saat itu, dia berdalih gedung itu hanya kendala listrik. “Listriknya belum di pasang. Tapi, itu akan segera ditempati,” kata Walikota Lhokseumawe, Munir Usman. Masyarakat menduga, bahwa karena gedung itu dibangun oleh Dispenda, bukan oleh Disperindagkop, makanya gedung itu terlantar. Selain itu, target untuk memperindah kota jelas sudah gagal. Target untuk membangun pusat kuliner di Lhokseumawe juga gagal. Informasi yang dihimpun Kontras, disebut-sebut Pemko melalui Disperindakop tidak memiliki pondasi dana yang kuat untuk membangun pasar kuliner. Sehingga, pasar kuliner ini hanya menjadi program wacana cet langet (mengecat langit) saja. Bisa dikatakan, program ini hanya menjual isu. Agar kesannya ada pembangunan di kota itu. [masriadi]
MUHAMMAD RIDHA [KADIS PERINDAGKOP LHOKSEUMAWE]
“SETELAH LEBARAN AKAN DITEMPATI”
Kepala Disperindagkop Lhokseumawe, Muhammad Ridha membantah bahwa gedung itu terbengkalai. Dia menyebutkan pihaknya akan segera memfungsikan gedung Pasar Buah itu. “Begini, gedung itu dibangun Dispenda. Pertama itu belum diserahkan kepada kita. Tapi, dalam waktu dekat ini akan diserahkan. Gedung ini akan kita serahkan ke masyarakat setelah lebaran nanti,” kata Cek Mad, panggilan akrab Muhammad Ridha, Selasa (8/9).
Saat disinggung tentang gedung yang sudah rusak,papan pintu yang sudah tidak ada, Cek Mad menyebutkan kerusakan itu akan dibebankan pada pembeli dan penyewa gedung. Teknisnya akan dibicarakan kemudian hari dengan calon pemilik kios. “Masalah lainnya mulai teratasi. Air sudah ada. Listrik sudah masuk. Tinggal lagi, meterannya saja yang belum di pasang oleh pihak PLN (Perusahaan Listrik Negara –red). Saya pikir, setelah lebaran sudah selesai dan sudah bisa ditempati,” kata Cek Mad.
Saat disinggung mengapa Pasar Kuliner juga belum difungsikan, Cek Mad berdalih bahwa tungku untuk memasak para masyarakat belum rampung. “Kalau gedung yang sudah di bangun ada sembilan buah itu dari BRR. Gedung itu sudah diserakan ke kita. Angka rupiahnya saya tidak tau. Orang BRR yang tau,” kata Cek Mad. Lebih jauh dia menyebutkan, kondisi gedung Pasar Kuliner yang telah bocor bukan menjadi tanggungjawab Disperindagkop Lhokseumawe. Namun, menjadi tanggungjawab BRR. “Gedung pasar kuliner itu belum siap dapurnya. Setalah siap dapurnya, segera akan kita tempati pedagang itu,” kata Cek Mad. Dapur yang dibangun dengan dana APBK Lhokseumawe 2008 itu menghabiskan dana sebesar Rp 200 juta. Ukurannya sekitar 6 x 10 meter. Diperkirakan akan menampung sembilan atau sepuluh pedagang. Sedangkan pengunjung akan duduk secara terbuka di pinggir laut kawasan Desa Pusong itu.
“Ini juga setelah lebaran akan kita tempati. Untuk tahun depan, kita sudah usulkan dana otsus. Sehingga, pasar kuliner bisa menjadi lebih baik. Lebih indah,” pungkas Cek Mad. [masriadi]