MOST RECENT

|

Buruknya Pelayanan Kesehatan di Aceh Utara



Masriadi Sambo - KONTRAS
Persoalan kesehatan memang masih memprihatinkan di Aceh. Banyak masyarakat yang mengeluh terkait buruknya layanan kesehatan di kabupaten/kota. Fasilitas kesehatan yang tidak memadai, dan gaji tenaga medis honorer yang memprihatinkan, menjadi lingkaran setan memburuknya pelayanan.

RABU, 10 November 2010. Jam baru menunjukkan pukul 20.00 WIB. Sekelompok masyarakat di Desa Keude Kecamatan Langkahan, membawa empat masyarakat yang terluka akibat kecelakaan lalu lintas. Empat orang itu, yakni Fadli Sukra, Nurdin, Ratu Muri dan Muliana. Keempatnya mengalami luka parah.

Masyarakat pun memutuskan membawa ke Puskesmas Kecamatan Langkahan, Aceh Utara. Namun, betapa kecewanya masyarakat saat mengetahui di Puskesmas itu tidak ada dokter. Hanya satu orang dokter pegawai tidak tetap (PTT) yang ada.

Empat korban itu pun kemudian ditangani darurat. Namun, karena lukanya serius, korban banyak mengeluarkan darah, terpaksa dibawa ke rumah sakit di Lhokseumawe. Warga semakin kesal, karena ternyata ban mobil ambulance dalam kondisi bocor. Artinya, ambulans tidak disiapkan membawa pasien. Di Puskesmas tersebut, ada dua ambulans, satu digunakan Kepala Puskesmas, dr Jafaruddin, satunya lagi dalam kondisi bocor.

Masyarakat pun mengamuk. Mereka mengancam akan membakar gedung itu, jika tidak ada mobil mengangkut rekannya yang terluka ke Lhokseumawe. Sejumlah personel polisi dari Polsek Langkahan pun turun tangan menenangkan amarah masyarakat yang sudah diubun-ubun.

Kapolres Aceh Utara AKBP Farid BE, melalui Kapolsek Langkahan Ipda M Jafaruddin, membenarkan peristiwa masyarakat yang memprotes dan mengancam membakar gedung Puskesmas.

“Mereka kecewa karena tidak ada dokter dan ambulans tidak dalam kondisi yang bisa digunakan,” sebut Kapolsek. Dia menyebutkan, polisi berupaya menenangkan masyarakat. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pun, polisi kemudian meminjam mobil warga, untuk membawa korban laka lantas ke Rumah Sakit PMI di Lhokseumawe. “Setelah kita pinjam mobil, warga pun tenang dan tidak protes lagi, lalu bubar dengan tertib,” terang Kapolsek.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Langkahan, dr Jafaruddin, membantah bahwa dokter tidak ada di tempat. “Ada dua orang petugas medis sedang piket, satu orang dokter. Lalu, para medis mencari mobil warga untuk membawa pasien ke RS PMI Lhokseumawe. Bahkan, satu petugas medis mendampingi sampai ke rumah sakit,” sebut Jafaruddin.

Dia juga menyebutkan, mobil ambulans sedang bocor ban. Sehingga, tidak bisa dipaksakan untuk digunakan. “Mobil ada, tapi sedang bocor ban. Jadi, tak bisa digunakan,” pungkasnya.

Itu baru kisah pertama. Kisah berikutnya soal layanan buruk juga terjadi di Puskesmas Sawang, Aceh Utara. Anggota DPRK Aceh Utara, Tantawi, menyebutkan hasil amatannya. Kata anggota dewan terhormat itu, tenaga medis di Puskesmas tersebut masuk kerja sekitar pukul 10.00 WIB dan pulang sekitar pukul 12.00 WIB.

“Itu aneh sekali. Akibatnya, masyarakat yang merugi. Ketika masyarakat datang, sudah tidak ada lagi paramedis. Selain itu, kepala puskesmasnya, dr Yanti hanya masuk tiga kali dalam sepekan,” beber politisi Partai Demokrat itu.

Selain itu, sejumlah obat antibiotik seperti obat bius, paracetamol, oksigen juga tidak ada. Padahal, Puskesmas itu memiliki kapasitas rawat inap. “Saya khawatir masyarakat mengamuk jika terus kondisinya begitu,” sebut Tanwati. Dia menyebutkan, pihaknya telah memanggil Kadis Kesehatan Aceh Utara, M Nurdin.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Sawang, dr Yanti, yang dihubungi terpisah membantah bahwa dirinya jarang masuk kerja. “Tidak benar jika saya tidak masuk kerja. Saya tidak masuk ada, itu pun jika ada rapat di Dinkes Aceh Utara,” terang dr Yanti. Terkait pegawai tidak disiplin, sebut Yanti, hanya beberapa orang saja. Itu pun, terangnya, telah diberi surat teguran. Terkait obat dia membantah ada kelangkaan obat di Puskesmas tersebut.

Sementara itu, Kadis Kesehatan Aceh Utara, M Nurdin, menyebutkan, persoalan di sejumlah Puskesmas segera diatasi. Dia menyebutkan, terkait Puskesmas Sawang, dia turun ke lokasi dan mengingatkan seluruh tenaga medis agar bisa bekerja profesional, sesuai sumpahnya sebagai pegawai negeri.

Selain itu, bagi petugas Puskemas Pembantu, dan bidan desa, juga diminta untuk bekerja profesional. “Harap masyarakat juga mengontrol. Laporkan kepada saya, kita akan tindak. Seluruh laporan masyarakat akan kita tindaklanjuti. Kita lakukan pemeriksaan, kemudian jika terbukti salah, kita akan tindak tegas,” sebut Nurdin.

Dia menyebutkan, keluhan paling banyak datang dari masyarakat terkait bidan desa. “Nah, bidan desa ini gajinya cukup. Besar, di atas Rp 2 juta. Jika tidak mau bekerja, kita ganti. Masih banyak lulusan bidan yang mau bekerja dan siap membaktikan diri pada rakyat,” pungkas Nurdin sembari meminta agar masyarakat juga mengontrol layanan kesehatan di pedalaman.

Kapasitas RS
Kisah buruk terus berlanjut ke layanan kesehatan di Rumah Sakit Cut Meutia. Rumah sakit milik Pemerintah Aceh Utara ini terkadang tidak mampu menampung banyaknya pasien. Salah satunya, Jalaluddin (35) warga Desa Ceubrek, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara. Dia terkena cangkang keong emas di kaki kanannya. Akibatnya, kakinya bengkak, dan terlihat membiru.

Kejadian itu terjadi pada 11 November 2010. Kemudian, keluarga dan petani lainnya membawanya ke Rumah Sakit Cut Meutia. Di sana dia terpaksa dirawat di lorong ruang bedah rumah sakit tersebut.

Sejumlah perawat di ruangan itu ketika ditanya mengaku seluruh ranjang penuh. “Terpaksa menunggu pasien lain pulang dulu. Siang atau sore nanti, sudah ada pasien. Harap pengertiannya,” sebut perawat pria di ruangan tersebut.

Selain itu, kerap kali dikeluhkan para pasien dan keluarga pasien terkait kebersihan rumah sakit itu. Bau apek dan tidak sedap menyeruap ketika memasuki sejumlah ruangan di sana. Lantai jorok menjadi pemandangan utama. Terkait persoalan ketidaknyamanan pasien dan keluarganya ini, Direktur Rumah Sakit Cut Meutia, dr T Muhayatsyah, menyebutkan, sangat susah untuk menjaga kebersihan.

“Kita telah berupaya untuk membersihkan lantai, dan bau ruangan itu. Namun, ini perlu kesadaran pasien dan keluarganya juga,” sebut Muhayatsah. Dia menyebutkan, kepuasan seorang pasien sangat sulit untuk diukur. “Sangat sulit untuk kita ukur kepuasannya. Apa indikatornya. Bisa jadi si A bilang sudah memadai. Si B belum. Ini kan sulit,” terang Muhayatsyah.

Selain itu, dia meminta agar masyarakat bisa menyampaikan keluhannya secara bertingkat pada bidang masing-masing. “Sampaikan saja misalnya pada bidang apa, bidang bedah. Saya yakin akan ditangani. Jika tidak ditangani, laporkan ke sana, kita akan periksa. Jika salah, kita akan tindak sesuai ketentuan yang ada,” pungkas Muhayatsyah.

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 568 | Tahun XII 18 - 24 November 2010

Publis Oleh Dimas Sambo on 02.56. Filed under , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Buruknya Pelayanan Kesehatan di Aceh Utara"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added