Membongkar Jaringan Sabu Asal Malaysia
Masriadi Sambo - KONTRAS
BISNIS narkotik dan obat terlarang (narkoba) semakin marak di Aceh. Bisnis ini bukan datang dengan sendirinya. Produksi dan kualitas ganja di Aceh telah diakui bagus oleh masyarakat dunia.
Itu pula yang dilakoni Syf (37), warga asal Desa Sawang, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Dia tergiur dengan untung besar dari bisnis berjualan ganja. Awalnya, Syf berjualan di Pasar Inpres, Lhokseumawe. Namun, karena lapaknya digusur pemerintah, dia pun pulang kampung. Lalu, mulailah menjalani bisnis ganja.
Dia membeli ganja asal Jeunib, Kabupaten Bireuen. Ganja asal daerah itu dikenal memiliki kualitas bagus. Modal yang dikeluarkan Syf hanya Rp 500.000 per kilogram. Dia pun menjual dengan harga Rp 800.000, terkadang bahkan sampai Rp 1 juta. Untungnya lumayan. Cukup untuk mengepulkan asap dapur rumah tangga.
Belum lagi jika dia menjual eceran, per paket kecil Rp 5.000. “Untungnya lumayan. Saya tidak tahu berbisnis lain. Bisnis ini lebih enak, mudah dapat barangnya dan mudah menjualnya. Banyak pelanggannya pula,” sebut Syf yang ditemui di tahanan Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Aceh Utara.
Dia ditangkap di rumahnya baru-baru ini. Di rumahnya, puluhan paket kecil siap edar berjejer rapi di bagian dapur. Selain itu, lima kilogram ganja kering yang baru tiba dari Jeunib dimasukkan di bawah meja dapur.
“Saya menyesal, telah berkali-kali diingatkan istri agar tidak berjualan ganja. Tapi, saya tidak mendengarkan. Karena, saya tidak punya kerjaan lain,” ujar pria bertubuh tinggi besar ini.
Informasi yang dihimpun Kontras, pasokan ganja terbesar datang dari kawasan Jeunib, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, dan Kabupaten Aceh Jaya. Kawasan berbukit merupakan lokasi paling aman untuk menanam ganja. Selain itu, kerap kali para pelaku bisnis haram itu menanam tumbuhan seperti kacang cabai, untuk kedok menanam ganja.
Khusus Aceh Utara, kecamatan yang kerap kali ditanami ganja adalah Kecamatan Sawang, Paya Bakong, dan Kecamatan Langkahan. Beberapa kali polisi mencabuti tumbuhan haram itu. Untuk mengeluarkan ganja dari dalam perut gunung ke pembeli, kerap kali para pengusaha ganja ini menggunakan kurir. Kurir ini memanggul ganja melewati “jalan tikus” dari hutan ke hutan. Misalnya, dari Jeunib ke Aceh Utara. Mereka melintasi gunung demi gunung. Ongkos angkut dari kebun ganja ke lokasi bervariasi, tergantung jarak yang ditempuh. Misalnya, dari Jeunib ke Aceh Utara, ongkos angkut hanya Rp 100.000 per kilogram. Satu orang kurir bisa mengangkut 50 kilogram ganja kering, bahkan ada yang lebih.
Artinya, si kurir bisa mendapat penghasilan untuk sekali perjalanan Rp 5 juta. Sebanyak 50 persen dibayar di depan, sisanya ketika barang diterima di lokasi tujuan. Untuk menempuh Jeunib ke Aceh Utara, si kurir hanya membutuhkan waktu satu hari satu malam berjalan kaki melewati hutan demi hutan.
Pola yang sama juga dilakukan jika membawa ganja ke luar Provinsi Aceh. Jika memilih jalur darat, sangat besar kemungkinan bisa ditangkap oleh aparat kepolisian.
Ganja Aceh pun diburu pebisnis ganja di luar Aceh. Lihatlah lakon Ar (27) pemuda asal Jambi. Sehari-hari dia menetap di Jalan T Amir Hamzah, KM 29, Binjai, Sumatera Utara. Selama ini, pasokan ganja dari Riau ke Medan, mulai sedikit. Untuk melanjutkan bisnisnya, dia pun datang ke Aceh. Memburu ganja Aceh untuk dibawa ke Medan, dan Riau.
Namun malang, dia memilih jalur darat, memasukkan enam kilogram ganja ke dalam tas pakaian. Malangnya, ketika bus yang ditumpanginya dicegat di depan Polsek Baktya, Aceh Utara. Dia pun tak berkutik, terpaksa mendekam di tahanan Polres Aceh Utara.
Itu baru kisah ganja. Lain lagi cerita peredaran sabu. Ags (25), Syar (25) dan Dar (27), warga Desa Matang Payang, Kecamatan Baktia, Aceh Utara, ini merupakan bandar sabu. Ketiganya, berbisnis sabu dalam dua tahun terakhir. Mereka merangkap sebagai kurir.
Dari tangan tersangka, ditangkap 21,12 gram sabu dimasukkan ke dalam empat plastik kecil. Diperkirakan harga barang haram itu mencapai Rp 20 juta. Sabu memang menjadi target utama polisi. Bukan kali itu saja polisi menangkap bandar sabu. Catatan Kontras, sedikitnya dalam setahun terakhir polisi telah menangkap 20 bandar sabu dan kurir.
Informasi yang dihimpun Kontras, sabu yang masuk ke Aceh bukanlah barang sembarangan. Sabu ini dipasok dari Malaysia. Dipasok melalui perairan di Aceh Utara, seperti perairan di kawasan Kuala Jambo Aye, atau dipasok dari perairan Idi, Aceh Timur.
Kemudian, barang itu dipasok ke sejumlah kabupaten/kota termasuk ke Aceh Timur, Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Utara dan Lhokseumawe. Pangsa pasar sabu ini bukan hanya kalangan menengah ke atas. Bahkan pelajar pun menjadi target penjualan. “Menjual ke pelajar itu lebih mudah. Mereka memiliki rasa ingin tahu, dan ingin mencoba,” sebut salah seorang bandar sabu yang telah ditangkap polisi. Dia enggan namanya disebutkan.
Agak sulit bagi polisi menangkap para bandar ini. Pasalnya, setiap kali tertangkap, mereka langsung mengabari bandar sabu lainnya. Menjelaskan ciri-ciri siapa yang menangkapnya dan lain sebagainya. Tujuannya menyelamatkan teman, agar tidak tertangkap polisi.
Ucapan sang bandar ini ada benarnya. Hal itu terlihat ketika enam pelajar, salah satu SMA di Panton Labu, Aceh Utara, mengadakan pesta sabu, baru-baru ini. Mereka adalah RDF (15) dan ARM, (15) warga Kota Panton Labu. Kemudian, AMT(15), DKR (15) RRK (15) dan MFV (20). Keempatnya warga Desa Rawang Iteik, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.
Mereka tertangkap tangan sedang mengonsumsi sabu-sabu. Satu paket kecil sering disebut paket hemat seharga Rp 100.000 plus bong sabu ada di depan mereka. Sebagian sudah menghirup. Sebagian lagi menunggu giliran.
Untuk membeli paket hemat itu, keenamnya patungan. Mereka membeli dari salah satu bandar, yang kini telah ditangkap polisi. Peredaran narkoba, jenis ganja dan sabu terus terjadi. Tinggal lagi, bagaimana masyarakat membentengi diri agar tak terjebak dari penyakit kecanduan barang haram itu.
Dominan
Data yang diperoleh Kontras dari Kejaksaan Negeri Lhoksukon, sepanjang tahun 2010 ini, tercatat 294 perkara pidana umum dan khusus telah ditangani pihak Kejari.
Namun, dari ratusan perkara itu, kasus pencurian dan narkotika jenis shabu yang paling menonjol hingga mencapai 70 persen, sedangkan sisanya meliputi penculikan, kepemilikan senjata api, pembunuhan, pencabulan dan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Kepala Kejaksaan Negeri Lhoksukon, Zairida M Hum, merincikan, dari 294 perkara itu, 278 merupakan perkata pidana umum, sedangkan sisanya 16 perkara merupakan pidana khusus, yang mencakup tindak pidana korupsi (tipikor). “Dari 278 perkara pidana umum, 217 sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Lhoksukon, bahkan 160 di antaranya sudah putus (inkrah),” ujar Zairida.
Dia menyebutkan, kasus yang ditangani polisi lebih banyak narkoba. “Polisi lebih banyak menangani narkoba, sehingga, kasus narkoba lah yang paling dominan selama ini,” pungkas Zairida.
Terus diburu
Sementara itu, Kapolres Aceh Utara, AKBP Farid BE, kepada Kontras, menyebutkan, peredaran narkoba jenis ganja dan sabu memang marak di Aceh Utara. Bukan hanya di Aceh Utara, di kabupaten/kota lainnya, peredaran barang haram itu juga marak terjadi.
Hasil rekapitulasi Polres Aceh Utara, dari Juli - September 2010, telah ditangkap barang bukti berupa ganja, 101 bal ganja kering seberat 106 kilogram (senilai Rp 151.500.000) dan sabu 271,10 gram (senilai Rp 271.100.000). Barang haram itu dimusnahkan di Mapolres setempat, Selasa (26/10).
Kapolres Aceh Utara AKBP Farid BE, menyebutkan, barang bukti narkoba itu berhasil disita petugas antinarkoba dan Satreskrim Polres Aceh Utara dari sejumlah tersangka yang berhasil diciduk mulai Juli hingga September 2010. “Ini komitmen kita untuk memberantas narkoba. Apalagi sekarang ini banyak sekali ganja dan sabu yang beredar di Aceh Utara,” ungap Kapolres.
Dia menyebutkan, pemberantasan narkoba menjadi perioritas utama buruan kepolisian. Dia menyebutkan, narkoba saat ini telah beredar di kalangan pelajar dan anak di bawah umur.
“Peredaran narkoba di kalangan pelajar sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk itu, kita mengimbau agar semua pihak memberantas narkoba. Jika melihat orang yang mengonsumsi, mengedarkan, dan lain sebagainya barang haram itu, harap segera melapor ke kepolisian,” imbuh Farid.
Pemusnahan sabu-sabu dilakukan dengan cara mencelupkan sabu ke cairan kimia, sedangkan ganja dengan cara dibakar. Kapolres mengakui adanya sabu asal Malaysia masuk ke Aceh Utara. “Kabar yang kita terima begitu. Tim Reskrim dan antinarkoba terus memburu pelakunya. Kita terus himpun informasi, mencoba mendalami, kemudian melakukan penangkapan,” sebut Kapolres.
Lebih jauh dia menyebutkan, pihaknya meminta dukungan dari semua pihak utnuk memberantas peredaran narkoba di Aceh Utara. Sementara itu, Ketua MPU Aceh Utara, Mustafa Ahmad, yang dihubungi terpisah menyebutkan kalangan ulama mendukung penuh upaya polisi menangkap pelaku narkoba. Dia juga telah mengimbau ulama agar memasukkan soal bahaya narkoba dalam setiap ceramah keagamaan.
“Saya sudah imbau agar kutbah Jumat, pengajian rutin, semuanya memasukkan kajian tentang narkoba. Kajian haram, dan upaya pencegahannya,” pungkas tengku yang akrab disapa Abu Paloh Gadeng ini. Realitas peredaran narkoba terus berlanjut. Para agen, kurir, dan bandar terus bekerja. Saatnya semua pihak bekerja sama, memberantas para kartel narkoba ini.
--
Tabloid KONTRAS Nomor : 565 | Tahun XII 28 Oktober - 3 November 2010