MOST RECENT

|

DPRK Aceh Utara Berkinerja Buruk?



Laporan Masriadi Sambo

DPRK ACEH UTARA hasil pemilihan umum (Pemilu) 2009 resmi dilantik sebagai legislator pada 31 Agustus 2009 lalu. Khusus untuk Aceh Utara, tercatat 45 anggota resmi duduk sebagai wakil rakyat. Ke-45 anggota DPRK Aceh Utara periode 2009-2014 yakni M Hasan, Mahmudi, Azhari, Isa Ahmadi Junaidi, Anwar Sanusi, Moechtaruddin, Munir Syamsuddin, Misbahul Munir, Ismail Abdullah, M Nasir Asnawi, Amiruddin B, Abdul Hadi Zainal Abidin, Muhammad, Abdul Mutalib, Ali Basyah, Zainuddin SA, IR H Subki El Madny, Usman Abidin, Fauzi, Nawawi, Muhammad, Munawir, dan M. Yusuf, Nasruddin, Nurdin, Khaidir, Ismail A Jalil, Jamaluddin Jalil, MHD. Nasir Taher, Ridwan M Yunus, Usman, dari Partai Aceh.

Total anggota DPRK Aceh Utara periode 2009-2014 dari Partai Aceh sebanyak 31 orang. Sisanya, Tantawi, A.Md, Hj. Ida Suryana, A.Md, Rajuddin, Ahmad Satari, SE, dari Partai Demokrat Aceh Utara. Anggota DPRK lainnya yakni A Junaidi, Faisal Fahmi, Zulfadli A. Taleb, H Ridwan Yunus, H M Saleh Mahmud, H Muhammad, Lidan Hasan, H Ibrahim Alisyech Ibras, H Muchtar A Al-Khutby.

Sejak dilantik sampai saat ini sudah 16 bulan masa jabatan wakil rakyat yang dipilih secara demokratis di Aceh Utara. Namun, kalangan Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) Aceh Utara, menilai hingga kini belum ada gerakan yang luar biasa dari gedung dewan di Jalan Nyak Adam Kamil No 1 Lhokseumawe itu.

Juru bicara FKMS, Safwani SH, kepada Kontras, mengatakan, DPRK memiliki tiga fungsi, yakni legislasi, pengawasan, dan budgetting. Ketiga fungsi itu belum berjalan maksimal, bahkan cenderung melemah. “Kami elemen sipil menilai bahwa kinerja DPRK Aceh Utara memang sangat lemah. Lihat saja, semua fungsi mereka belum berjalan efektif dan efisien. Misalnya saja fungsi legislasi. Sampai saat ini belum ada satu pun qanun yang disahkan,” sebut Safwani.

Dia menyebutkan, bahkan qanun-qanun yang dibahas saat ini terbilang tidak mendesak untuk dibahas, seperti qanun perusahaan daerah (PD) minyak bumi dan gas (Migas) Aceh Utara. “Qanun PD Migas itu sedari awal ditolak oleh semua elemen sipil di Aceh Utara ini. Itu jelas-jelas hanya menguntungkan segelintir elite. Bahkan, sejak DPRK periode yang lalu, qanun itu sudah ditolak semua kalangan, ini kok malah dilanjutkan lagi pembahasannya,” sebut Safwani.

Lebih jauh dia menyebutkan, terkait dari sisi fungsi budgeting, DPRK Aceh Utara dinilai tidak mampu menghemat anggaran yang sangat terbatas saat ini. Sehingga, praktis tidak ada pembangunan yang menyeluruh di Aceh Utara. Hanya pembangunan bidang kesehatan dan pendidikan yang bersumber dari dana pusat saja yang bisa dilakukan. Sedangkan dari sumber dana Aceh Utara nihil, soalnya Pemkab terlilit masalah deposito Rp 220 M yang menempatkan pimpinan di wilayah itu sebagai tersangka.

“Malah dialokasikan anggaran untuk pameran North Aceh Expo (NAE) kelima yang diselenggarakan di Desa Blang Ado, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, 17-31 Desember 2010. Ini daerah pedalaman. Kok buat pameran di pedalaman, investor mana yang akan datang ke sana?” ujarnya penuh tanya.

Dara alumnus Fakultas Hukum, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, itu menambahkan, seharusnya DPRK Aceh Utara menolak rencana eksekutif untuk melaksanakan pameran tersebut. Pameran NAE telah dilaksanakan empat kali berturut-turut. Namun, sampai saat ini belum ada satu pun investor yang mau menanamkan modalnya di Aceh Utara.

“Eksekutif kita terlalu banyak mimpi. Begitu juga dengan legislatif. Kalau sudah melihat program cet langet, harusnya tidak usah dianggarkan saja. Ini malah dianggarkan dana lagi, saya lupa angkanya,” terang Safwani.

Di sisi lain, terkait pengawasan, dia juga menilai, belum ada pengawasan yang luar biasa dilakukan DPRK Aceh Utara. “Misalnya begini, DPRK Aceh Utara tidak berani melakukan sikap tegas terhadap proyek yang bermasalah. Sebut saja, pembangunan SKB di Desa Alue Kejruen, Aceh Utara. Itu tanahnya masih sengketa, tapi sudah dibangun gedungnya. Kalau menang penggugat, kan kasihan uang negara untuk pembangunan itu,” terang Safwani.

Sementara itu, Koordinator MaTA, Alfian, meminta agar DPRK Aceh Utara berani merekomendasikan untuk pembubaran badan usaha yang tidak menghasilkan laba. Misalnya, PT Bina Usaha Satu yang diberi wewenang mengelola Kapal Marisa.

“DPRK Aceh Utara harus lebih berani. Kita desak agar membubarkan badan usaha daerah yang menghabiskan uang daerah. Tidak produktif untuk menghasilkan laba, jadi, untuk apa dipertahankan,” tegas Alfian.

Ini bagian dari fungsi pengawasan yang dilakukan DPRK. Elemen sipil berharap agar DPRK Aceh Utara lebih berani, dan agresif melakukan fungsi dan tugasnya. Pada akhirnya akan membawa kemajuan dan perubahan untuk Aceh Utara.

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 571 | Tahun XII 17 - 23 Desember 2010
Lap

Publis Oleh Dimas Sambo on 01.53. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "DPRK Aceh Utara Berkinerja Buruk?"

Posting Komentar

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added