Kasbon di Aceh Tenggara
KONTRAS
TERKAIT kasus kas bon Aceh Tenggara, Kepala Dinas Pengelolaan dan Kekayaan Daerah (DPKKD) Aceh Tenggara, Drs H Suhailuddin, kepada Kontras Rabu (1/12) mengatakan, kas bon Pemkab Agara tahun 2007, 2008, dan 2009 sebesar Rp 8,9 Miliar, semuanya sudah diselesaikan semuanya dan tak ada lagi masalah kas bon Pemkab Agara se peser pun. Seperti diberitakan sebelumnya, Masyarakat Transpransi Aceh (MaTA) menemukan kas bon di Pemerintahan Aceh Tenggara Rp 8,9 Miliar belum diselesaikan oleh Pemkab setempat. MaTA mendesak pihak Kejati Aceh menurunkan tim untuk mengusut kasus tersebut.
Suhailuddin mengatakan, penggunaan kas bon Pemkab Agara itu, dilakukan sebelum dia menjabat sebagai kepala dinas DPKKD Agara, jadi dia tidak tahu persoalannya penggunaan dana sebanyak itu ke mana saja dimanfaatkan. Ia juga menegaskan bahwa setelah diaudit BPK, LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) keuangan Pemkab Agara adalah WDP (wajar dengan pengecualian). Pernyataan ini sekaligus menglarifikasi pernyataan MaTA yang mengkalim keuangan Pemkab Agara disclaimer setelah diudit BPK.
Menanggapi kasus ini, Anggota DPRK Aceh Tenggara, Tgk Appan JS, mengatakan, jika kasus kas bon ini tidak bisa diselesaikan, pihaknya akan melaporkan persoalan itu ke aparat penegak hukum untuk diusut hingga tuntas. Jika terbukti, kasus ini dinilai telah merusak citra pemerintahan di bumi sepakat segenap.
Menurutnya, mengenai kas bon tahun 2007, 2008, dan 2009, apakah keuangan WDP atau disclaimer, baginya harus ada pembuktian kalau dana itu telah diselesaikan semuanya seperti statemen kadis DPKKD Agara. “Jadi, jangan sekedar ngomong saja, tapi harus bisa buktikan keuangan Pemkab Agara WDP. Jangan hanya membangun opini untuk pencitraan publik, apabila persoalan itu tak bisa diselesaikan akan diserer ke aparat penegak hukum,” katanya.
Harus dibuktikan
Menanggapi klarifikasi Kepala DPKKA Aceh Tenggara, MaTA kembali menegaskan, pada tahun 2007 dan 2009, 2009 pihaknya tidak ada melihat bukti resmi bahwa kabupaten tersebut memperoleh penilaian WDP. “Kita telah melakukan diskusi dengan sejumlah pihak, termasuk dengan sejumlah anggota DPRK, tapi tetap tidak ada. DPRK sebanarnya juga sangat berharap eksekutif menunjukkan bukti WDP, karena biasanya langsung diumumkan. Jika tak ada bukti yang jelas, berarti BPK masih belum menetapkan status pengelolaan keuangan Aceh Tenggara,” kata Koordinator MaTA, Alfian.
Ditambahkan, kasus ini sebenarnya merupakan kasus serius. Untuk itu aparat hukum harus bertindak cepat. Seperti di tahun 2009, meski kas bon telah ditututpi, tapi jika pengelolaan keuangannya tak diperbaiki, hal serupa akan bisa terjadi lagi di tahun berikutnya. Ini dapat terlihat dari gejla yang terjadi selama tiga tahun, dimana terjadi kas bon tiga berturut-turut.
Ditambahkan, jika aparat hukum tak tegas, dikhawatirkan hal serupa akan terjadi di kabupaten lain. Karena dianggap tak terlalu mempengaruhi proses hukum, sejumlah kabupaten lain akan meniru apa yang terjadi di Aceh Tenggara ini. “Jadi aparat harus menyelidikinya. Semenara jika pejabat setempat menyatakan mendapat WDP, mereka harus membuktikannya. Biasanya hal ini ada dalam laporan BPK. Mekanismenya, diketahui oleh DPRK. Tapi ini ko anggota DPRK tidak tahu,” pungkasnya. (as)
--
Tabloid KONTRAS Nomor : 570 | Tahun XII 2 - 8 Desember 2010