Derita Cut Ubiet di Gubuk Tua
CUT Ubiet (76) duduk lesu di rumahnya Desa Babah Geudubang, Kilometer Empat, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, Minggu (20/2) siang. Kain lusuh dikenakan di pinggang, serta handuk yang membungkus badan. Perempuan ringkih ini tak berdaya. Sudah delapan tahun dia menempati rumah berukuran 3 x 3 meter itu.
Gubuk itu terletak di lintas Cot Girek-Lhoksukon. Kondisinya sudah tak layak ditempati. DindingNYA terbuat dari papan yang lapuk “dimakan” waktu. Cahaya matahari terlihat menerobos masuk dari atap rumbia yang sudah bocor. Bahkan, sebulan lalu, pohon kelapa jatuh menimpa atap rumah tersebut. Lengkap sudah penderitaan janda tersebut.
Matanya berkaca-kaca. Tak lama kemudian bulingan jernih menetes di pipi. Dia tak mampu menahan tangis, ketika bertemu dengan Serambi, kemarin. “Meunoe keuh cobaan geubri le Allah SWT. Lon hamba laeh. Hana daya. (Beginilah cobaan dari Allah SWT. Saya hamba lemah, tak berdaya),” ujarnya sambil menangis sesenggukan. Siang itu, Cut Ubiet ditemani anaknya, Safiah (45).
“Saya juga tidak memiliki rumah. Kami keluarga miskin. Saya sudah ajak ibu saya menetap di rumah saya di Meunasah Dayah, Lhoksukon. Namun, ibu tidak mau. Karena rumah saya juga sama jeleknya dengan rumah ibu,” sebut Safiah.
Cut Ubiet bercerita, dia ditinggalkan suaminya tahun 1987. Sejak saat itu, dia membesarkan anak-anak dengan hasil menanam padi di lahan milik orang lain. Hasilnya tak seberapa. Untuk membeli beras, lauk, dan biaya pengajian anaknya saja tidak cukup. Karena itulah, hingga usianya mencapai 76 tahun dia tidak memiliki rumah. Tanah tempat berdiri gubuk ini pun bukan miliknya.
Setelah tumbangnya pohon kelapa di atap rumah itu, setiap malam Cut Ubiet terpaksa tidur di rumah warga lain. Jika siang, dia kembali ke gubuk derita itu. “Saya hidup dari belas kasihan orang lain. Terkadang ada orang lewat memberikan sedekah. Itu yang saya gunakan untuk makan sehari-hari. Kalau beras, saya dapat beras murah yang dibagikan di desa setiap bulan,” terang Cut Ubiet.
Dia masih berharap suatu hari bisa hidup di rumah sendiri, bahkan menghembuskan napas terakhir di rumah yang sedikit lebih baik. Inilah potret kemiskinan yang hingga kini masih membekap masyarakat di Aceh Utara.
Menanggapi persoalan itu, Ketua Komisi C, Khaidir Abdurahman, dan Ketua Fraksi Partai Aceh, DPRK Aceh Utara, Abdul Muthalib, berjanji segera merehab rumah Cut Ubiet. “Pembahasan anggaran 2011 sudah selesai. Tidak mungkin kita plot dalam APBK. Namun, kami anggota DPRK dari Fraksi Partai Aceh dalam waktu dekat segera merehab rumah Cut Ubiet. Kami akan patungan uang pribadi untuk membangun rumah itu,” sebut Khaidir didampingi anggota dewan dari Partai Aceh lainnya.
Dia menyebutkan, pihaknya akan membangun secepat mungkin rumah itu. “Kami berharap tangisan Cut Ubiet berakhir dengan diperbaikinya rumah itu nanti. Dalam minggu ini kita membangun rumah itu,” pungkas Khaidir.(masriadi sambo)
Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.