Dulu Pengacara, Kini Guru Besar
SIANG itu Prof Dr Jamaluddin SH MHum berdiskusi ringan dengan beberapa dosen lain di ruang rapat Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe di Jalan Jawa, Kompleks Bukit Indah Blang Pulo, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe. Prof Jamal--panggilan akrab Prof Jamaluddin--adalah seorang dosen berprestasi di fakultas itu.
Ia satu-satunya guru besar di fakultas tersebut. Dia terinspirasi dari film India. “Dalam film India tempo dulu selalu diceritakan pengacara yang mendampingi kliennya untuk mencari keadilan di pengadilan. Itu yang menjadi inspirasi saya kuliah di hukum dan saat itu saya ingin jadi pengacara,” jelasnya.
Lalu, ia memilih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Usai menamatkan pendidikan di Fakultas Hukum Unsyah tahun 1989, Prof Jamal sempat menjadi pengacara di Banda Aceh. Lalu, tahun 1990 dia memutuskan menjadi dosen di Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe hingga sekarang.
“Setelah menjadi akademisi, saya makin tertantang untuk belajar dan memberikan pengetahuan kepada mahasiswa. Saya juga terus melakukan penelitian dan analisis terhadap perkembangan ilmu hukum. Namun, spesialisasi saya hukum perdata,” sebut Prof Jamal.
Ia merasa senang bisa meraih gelar guru besar pertama di fakultas tersebut. “Kini saya mendorong dosen di fakultas ini terus berburu meraih gelar doktor dan menjadi guru besar. Saya memotivasi mereka agar terus maju dan berkembang,” ungkapnya.
Lalu, apa pendapat Prof Jamal tentang penegakan hukum di Indonesia dan Aceh? “Hukum belum menjadi budaya di negeri ini. Contoh kecil, ketika lampu merah di persimpangan, ada saja warga yang menerobos lampu itu. Sementara aparat penegak hukum kita masih tebang pilih. Seharusnya, seluruh masyarakat kedudukannya sama di depan hukum. Ini perlu dibenahi terus-menerus. Sehingga, hukum menjadi panglima di negeri ini,” pungkas Prof Jamal. * masriadi sambo
Ia satu-satunya guru besar di fakultas tersebut. Dia terinspirasi dari film India. “Dalam film India tempo dulu selalu diceritakan pengacara yang mendampingi kliennya untuk mencari keadilan di pengadilan. Itu yang menjadi inspirasi saya kuliah di hukum dan saat itu saya ingin jadi pengacara,” jelasnya.
Lalu, ia memilih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Usai menamatkan pendidikan di Fakultas Hukum Unsyah tahun 1989, Prof Jamal sempat menjadi pengacara di Banda Aceh. Lalu, tahun 1990 dia memutuskan menjadi dosen di Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe hingga sekarang.
“Setelah menjadi akademisi, saya makin tertantang untuk belajar dan memberikan pengetahuan kepada mahasiswa. Saya juga terus melakukan penelitian dan analisis terhadap perkembangan ilmu hukum. Namun, spesialisasi saya hukum perdata,” sebut Prof Jamal.
Ia merasa senang bisa meraih gelar guru besar pertama di fakultas tersebut. “Kini saya mendorong dosen di fakultas ini terus berburu meraih gelar doktor dan menjadi guru besar. Saya memotivasi mereka agar terus maju dan berkembang,” ungkapnya.
Lalu, apa pendapat Prof Jamal tentang penegakan hukum di Indonesia dan Aceh? “Hukum belum menjadi budaya di negeri ini. Contoh kecil, ketika lampu merah di persimpangan, ada saja warga yang menerobos lampu itu. Sementara aparat penegak hukum kita masih tebang pilih. Seharusnya, seluruh masyarakat kedudukannya sama di depan hukum. Ini perlu dibenahi terus-menerus. Sehingga, hukum menjadi panglima di negeri ini,” pungkas Prof Jamal. * masriadi sambo
Publis Oleh Dimas Sambo
on 21.06. Filed under
PASE UPDATE,
PENDIDIKAN,
SOSOK
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response