Kampung Sengsara
TUAN, hari ini, saya menuliskan surat singkat, sebagai pengingat, bahwa rakyat masih menunggu
kebijakan tepat. Dulu, kecamatan ini, Pirak Timu, dimekarkan menjadi kecamatan
otonom sejak tahun 2007 lalu. Sebelumnya, bergabung dengan Kecamtan Matangkuli,
Aceh Utara.
Tahukan
Tuan, bahwa infrastruktur kecamatan yang bersisian dengan hutan ini sangat
buruk. Di sini, saban tahun, panen padi
tak maksimal. Saban tahun berharap Tuhan menurunkan air hujan, sampai memenuhi
pematang sawah. Kami tak punya irigasi Tuan.
Tuan,
ini zaman teknologi. Setiap pidato, Tuan mengatakan bahwa anak negeri ini harus
melek teknologi. Bisa bersaing dengan bangsa asing. Tahukah Tuan, kami memiliki
handphone yang dibeli dari gaji buruh tani. Kami bersyukur pada Tuhan,memberikan
rezeki untuk sebuah Blackberry. Sayangnya Tuan, handphone pintar itu tak bisa
kami gunakan sepenuhnya. Fitur canggih tak bermakna. Karena signal menjadi
sangat langka.
Hasil
pertanian kami lumayan memuaskan. Kami punya coklat, pinang, sawit, dan lain
sebagainya. Harga selalu anjlok. Karena, kami harus menjual ke pengumpul. Tak bisa
menjual ke pusat-pusat penjualan di ibukota. Jalanan sangat buruk Tuan. Jangankan
membawa hasil pertanian, mengendarai sepeda motor saja sulit.
Sisi
kesehatan, kami memiliki Puskesmas Tuan. Sayangnya, Puskesmas itu tak ada
ambulans. Jika kami sakit malam hari, tak mampu ditangani di sini, maka truk
pengangkut sawitlah jadi sarana transfortasi. Membawa warga menjerit menahan
sakit ke rumah sakit pemerintah di Buket Rata, Lhokseumawe.
Tuan,
satu lagi, setiap musim hujan, banjir melanda delapan sampai sepuluh desa. Tidak kah Tuan berpikir
untuk menangani banjir ini. Mengapa tak ada tanggul di seluruh sungai di daerah
kami. Mengapa pula Tuan hanya membebaskan lahan untuk tempat pengungsian. Kami
tak ingin mengungsi. Kami ingin tidur nyenyak di gubuk reot dan ilalang sebagai
atapnya.
Tuan
bupati, atau pejabat tinggi negeri. Kami tak ingin menagih janji. Karena janji
adalah hutang. Jika tak dilunasi, seumur hidup bahkan sampai mati, janji
melekat di sanubari. Tuan, harus mempertanggungjawabkan janji itu di hari akhir
nanti. Tuan, kami hanya mengingatkan, bahwa daerah ini, belum pernah Tuan
perhatikan. Inilah kampung sengsara. |
Pirak Timu | 10032013