MOST RECENT

Semrawutnya Sektor Perizinan Aceh Utara



Masriadi Sambo - KONTRAS
Sektor perizinan memang menjadi sorotan baru di Aceh Utara. Pasalnya, sektor ini dinilai menjadi lumbung pendapatan asli daerah (PAD). Namun, banyak persoalan yang melilit sektor itu. Mulai dari selektifitas yang lemah, hingga fasilitas yang tidak memadai.

GEDUNG bertingkat dua di Jalan Iskandar Muda, Kota Lhokseumawe, itu terlihat sepi. Sesekali masyarakat datang memasuki kantor bercat warna putih itu. Itulah gedung Kantor Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) Aceh Utara.

Di dalam gedung sangat terasa suasana sepi. Di bagian kanan pintu masuk tampak dua pegawai santai di loket pembayaran. Hari itu, memang tidak ada masyarakat yang mengantre mengurus izin. Di bagian gedung lainnya, tampak pegawai juga santai. Di dalam gedung itulah seluruh proses perizinan di Aceh Utara diterbitkan, dari izin mendirikan bangunan (IMB) sampai izin industri. Saat ini tercatat ada 19 jenis perizinan yang ditangani kantor tersebut. Bahkan, qanun tentang izin pariwisata juga sedang digodok. Artinya, pada tahun 2011 mendatang, kantor itu akan mengurusi izin sebanyak 20 jenis.

Persoalan perizinan memang baru ditangani di kantor itu dalam setahun terakhir. Sebelumnya, sektor perizinan terpencar di sejumlah dinas. Misalnya, izin rumah makan, ditangani oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Pascadileburkannya sejumlah dinas dan dibangunnya KPTSP awal tahun lalu, seluruh perizinan telah ditangani kantor ini.

Masalah di sektor perizinan memang cukup rumit. Untuk mendapatkan izin, sejumlah masyarakat harus datang ke KPTSP di Lhokseumawe. Sedangkan masyarakat Aceh Utara lebih banyak berada di daerah pedalaman, misalnya di Kecamatan Langkahan, yang berbatasan langsung dengan Aceh Timur. Kecamatan Nisam Antara berbatasan langsung dengan Kabupaten Bener Meriah, dan sejumlah kecamatan pedalaman lainnya.

Akibatnya, praktik pungutan liar di kantor kecamatan pun tak bisa dihindarkan. Umumnya, untuk mengurus izin masyarakat meminta rekomendasi dari kecamatan. Lalu, baru membawanya ke KPTSP.

“Lebih banyak yang menggunakan pegawai kecamatan. Jadi, di sini biasanya diminta biaya lagi oleh oknum pegawai kecamatan. Ini sudah jadi rahasia umumlah,” ujar sumber Kontras yang meminta namanya tak disebutkan. Rata-rata pungutan itu sebesar Rp 100.000.

“Alasannya biaya jasa ke Lhokseumawe. Padahal, orang kecamatan dilarang keras untuk melakukan itu,” sebut sumber ini. Bagi masyarakat yang berada, memang tak masalah mengeluarkan uang sebesar Rp 100.000. Namun, bagi masyarakat miskin, ini menjadi persoalan. Uang itu bisa digunakan untuk membeli satu sak beras dengan berat 30 kilogram.

Itu baru masalah pertama. Masalah lainnya, dari sektor izin mendirikan bangunan (IMB). Pemerintah Aceh Utara dalam rancangan umum tata ruang kecamatan (RUTRK) dan rancangan detail tata ruang kota kecamatan (RDTUK) disebutkan ada daerah tertentu yang ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH).

Khusus untuk daerah RTH, tidak boleh dibangun apa pun oleh pemiliknya. Tentu ini menjadi bumerang. Para pemilik tanah merasa dizalimi oleh pemerintah. “Itu tidak adil. Misalnya, saya punya tanah, punya sertifikatnya. Enak saja dilarang oleh pemerintah, melarang saya membangunnya. Hanya sekadar itu daerah hijau,” sebut Alamsyah (45), warga Keude Panton Labu, Kecamtan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.

Dia menyebutkan harus diberikan kompensasi bagi masyarakat yang tanahnya ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Hal itu diakui oleh Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban (Trantib) Kecamatan Tanah Jambo Aye, Zulkifli.

Dia menyebutkan, banyak masyarakat yang protes terkait penetapan RTH tersebut. “Ini memberatkan masyarakat. Persoalan itu sudah sampai ke dinas terkait,” sebut Zulkifli.

Saat ini, sebut Zulkifli, dari 700 unit rumah dan toko (Ruko) di Panton Labu, hanya sekitar 350 unit atau 50 persen yang memiliki IMB. “Banyak faktor yang membuat masyarakat malas membuat izin, salah satunya biaya yang agak mahal. Bisa sampai Rp 3,5 juta. Tergantung ukuran Rukonya. Selain itu, jarak yang jauh,” sebut Zulkifli.

Dia menambahkan, masyarakat enggan mengurus IMB juga dikarenakan dalam ketentuan bangunan yang berada di pinggir jalan nasional, harus terpaut 200 meter dari garis tengah jalan.

“Masyarakat merasa mereka dirugikan. Karena, harus jauh dari badan jalan. Harusnya bisa dibangun lebih besar, tapi jadi lebih kecil,” sebut Zulkifli. Dia berharap agar ada solusi terkait perizinan tersebut. Sehingga, memudahkan pihak kecamatan melakukan sosialisasi pada masyarakat.

“Masyarakat biasanya mau mengurus IMB kalau sudah sangat membutuhkan. Misalnya meminjam uang ke bank. Salah satu syaratnya bangunan yang dijadikan borogh harus memiliki IMB,” ujar Zulkifli.

Persoalan unik terkait perizinan juga pernah terjadi sekitar September 2010 lalu di Kecamatan Tanah Jambo Aye. Saat itu, sebuah surat permohonan IMB tertanggal 25 September 2010 dari TH Hamid Ali sampai di meja Camat Tanah Jambo Aye, TM Yacob. Dalam surat itu, disebutkan TH Hamid Ali, pekerjaan pedagang dan beralamat di Kompleks Bumi Asri Blok E, No 202 RT/RW Cinta Damai, Medan Helvetia, memohon IMB untuk mendirikan sepuluh pintu kios permanen berlantai satu di Jalan PLN Kota Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.

Syarat yang dilampirkan yaitu tanda lunas pajak, surat keterangan tanah/sertifikat tanah, lunas Sumpeda dan galian C, serta gambar bangunan. Anehnya, TH Hamid Ali telah meninggal dunia beberapa waktu lalu. Sejumlah masyarakat yang ditanyai di Panton Labu, mengaku memang Hamid Ali telah meninggal dunia. Surat itu diduga dipalsukan oleh salah seorang anggota keluarganya. Namun, tidak diketahui siapa sang pelakunya.

Sementara itu, pada tanggal yang sama, Camat Tanah Jambo Aye, TM Yacob, mengeluarkan rekomendasi atas nama TH Hamid Ali. Belakangan, surat itu banyak beredar di kalangan wartawan. Camat pun, mengetahui dia sudah melakukan kekeliruan. Akhirnya, dia mengeluarkan pembatalan surat rekomendasi tersebut. Surat pembatalan itu juga dikirimkan ke KPTSP Aceh Utara.

“Secara kebetulan memang permohonan itu tidak lengkap. Tidak dilampirkan gambar denah tanah. Jadi, tidak kita proses,” sebut Kepala KPTSP Aceh Utara, Murtala.

Sektor perizinan memang perlu dibenahi lebih serius lagi. Seluruh dinas, termasuk Bappeda untuk duduk kembali, mendisain kebijakan yang memudahkan rakyat dan tidak merugikan rakyat. Pasalnya, sektor ini merupakan sumber PAD yang sangat potensial. Misalnya, tahun 2010 ditargetkan PAD sektor perizinan mencapai Rp 480 juta. Ke depan, bisa lebih tinggi lagi. Ini sangat membantu Aceh Utara yang sedang mengalami penyakit krisis keuangan berkepanjangan.

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 569 | Tahun XII 25 November - 1 Desember 2010

01.46 | Posted in , , | Read More »

Buruknya Pelayanan Kesehatan di Aceh Utara



Masriadi Sambo - KONTRAS
Persoalan kesehatan memang masih memprihatinkan di Aceh. Banyak masyarakat yang mengeluh terkait buruknya layanan kesehatan di kabupaten/kota. Fasilitas kesehatan yang tidak memadai, dan gaji tenaga medis honorer yang memprihatinkan, menjadi lingkaran setan memburuknya pelayanan.

RABU, 10 November 2010. Jam baru menunjukkan pukul 20.00 WIB. Sekelompok masyarakat di Desa Keude Kecamatan Langkahan, membawa empat masyarakat yang terluka akibat kecelakaan lalu lintas. Empat orang itu, yakni Fadli Sukra, Nurdin, Ratu Muri dan Muliana. Keempatnya mengalami luka parah.

Masyarakat pun memutuskan membawa ke Puskesmas Kecamatan Langkahan, Aceh Utara. Namun, betapa kecewanya masyarakat saat mengetahui di Puskesmas itu tidak ada dokter. Hanya satu orang dokter pegawai tidak tetap (PTT) yang ada.

Empat korban itu pun kemudian ditangani darurat. Namun, karena lukanya serius, korban banyak mengeluarkan darah, terpaksa dibawa ke rumah sakit di Lhokseumawe. Warga semakin kesal, karena ternyata ban mobil ambulance dalam kondisi bocor. Artinya, ambulans tidak disiapkan membawa pasien. Di Puskesmas tersebut, ada dua ambulans, satu digunakan Kepala Puskesmas, dr Jafaruddin, satunya lagi dalam kondisi bocor.

Masyarakat pun mengamuk. Mereka mengancam akan membakar gedung itu, jika tidak ada mobil mengangkut rekannya yang terluka ke Lhokseumawe. Sejumlah personel polisi dari Polsek Langkahan pun turun tangan menenangkan amarah masyarakat yang sudah diubun-ubun.

Kapolres Aceh Utara AKBP Farid BE, melalui Kapolsek Langkahan Ipda M Jafaruddin, membenarkan peristiwa masyarakat yang memprotes dan mengancam membakar gedung Puskesmas.

“Mereka kecewa karena tidak ada dokter dan ambulans tidak dalam kondisi yang bisa digunakan,” sebut Kapolsek. Dia menyebutkan, polisi berupaya menenangkan masyarakat. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pun, polisi kemudian meminjam mobil warga, untuk membawa korban laka lantas ke Rumah Sakit PMI di Lhokseumawe. “Setelah kita pinjam mobil, warga pun tenang dan tidak protes lagi, lalu bubar dengan tertib,” terang Kapolsek.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Langkahan, dr Jafaruddin, membantah bahwa dokter tidak ada di tempat. “Ada dua orang petugas medis sedang piket, satu orang dokter. Lalu, para medis mencari mobil warga untuk membawa pasien ke RS PMI Lhokseumawe. Bahkan, satu petugas medis mendampingi sampai ke rumah sakit,” sebut Jafaruddin.

Dia juga menyebutkan, mobil ambulans sedang bocor ban. Sehingga, tidak bisa dipaksakan untuk digunakan. “Mobil ada, tapi sedang bocor ban. Jadi, tak bisa digunakan,” pungkasnya.

Itu baru kisah pertama. Kisah berikutnya soal layanan buruk juga terjadi di Puskesmas Sawang, Aceh Utara. Anggota DPRK Aceh Utara, Tantawi, menyebutkan hasil amatannya. Kata anggota dewan terhormat itu, tenaga medis di Puskesmas tersebut masuk kerja sekitar pukul 10.00 WIB dan pulang sekitar pukul 12.00 WIB.

“Itu aneh sekali. Akibatnya, masyarakat yang merugi. Ketika masyarakat datang, sudah tidak ada lagi paramedis. Selain itu, kepala puskesmasnya, dr Yanti hanya masuk tiga kali dalam sepekan,” beber politisi Partai Demokrat itu.

Selain itu, sejumlah obat antibiotik seperti obat bius, paracetamol, oksigen juga tidak ada. Padahal, Puskesmas itu memiliki kapasitas rawat inap. “Saya khawatir masyarakat mengamuk jika terus kondisinya begitu,” sebut Tanwati. Dia menyebutkan, pihaknya telah memanggil Kadis Kesehatan Aceh Utara, M Nurdin.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Sawang, dr Yanti, yang dihubungi terpisah membantah bahwa dirinya jarang masuk kerja. “Tidak benar jika saya tidak masuk kerja. Saya tidak masuk ada, itu pun jika ada rapat di Dinkes Aceh Utara,” terang dr Yanti. Terkait pegawai tidak disiplin, sebut Yanti, hanya beberapa orang saja. Itu pun, terangnya, telah diberi surat teguran. Terkait obat dia membantah ada kelangkaan obat di Puskesmas tersebut.

Sementara itu, Kadis Kesehatan Aceh Utara, M Nurdin, menyebutkan, persoalan di sejumlah Puskesmas segera diatasi. Dia menyebutkan, terkait Puskesmas Sawang, dia turun ke lokasi dan mengingatkan seluruh tenaga medis agar bisa bekerja profesional, sesuai sumpahnya sebagai pegawai negeri.

Selain itu, bagi petugas Puskemas Pembantu, dan bidan desa, juga diminta untuk bekerja profesional. “Harap masyarakat juga mengontrol. Laporkan kepada saya, kita akan tindak. Seluruh laporan masyarakat akan kita tindaklanjuti. Kita lakukan pemeriksaan, kemudian jika terbukti salah, kita akan tindak tegas,” sebut Nurdin.

Dia menyebutkan, keluhan paling banyak datang dari masyarakat terkait bidan desa. “Nah, bidan desa ini gajinya cukup. Besar, di atas Rp 2 juta. Jika tidak mau bekerja, kita ganti. Masih banyak lulusan bidan yang mau bekerja dan siap membaktikan diri pada rakyat,” pungkas Nurdin sembari meminta agar masyarakat juga mengontrol layanan kesehatan di pedalaman.

Kapasitas RS
Kisah buruk terus berlanjut ke layanan kesehatan di Rumah Sakit Cut Meutia. Rumah sakit milik Pemerintah Aceh Utara ini terkadang tidak mampu menampung banyaknya pasien. Salah satunya, Jalaluddin (35) warga Desa Ceubrek, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara. Dia terkena cangkang keong emas di kaki kanannya. Akibatnya, kakinya bengkak, dan terlihat membiru.

Kejadian itu terjadi pada 11 November 2010. Kemudian, keluarga dan petani lainnya membawanya ke Rumah Sakit Cut Meutia. Di sana dia terpaksa dirawat di lorong ruang bedah rumah sakit tersebut.

Sejumlah perawat di ruangan itu ketika ditanya mengaku seluruh ranjang penuh. “Terpaksa menunggu pasien lain pulang dulu. Siang atau sore nanti, sudah ada pasien. Harap pengertiannya,” sebut perawat pria di ruangan tersebut.

Selain itu, kerap kali dikeluhkan para pasien dan keluarga pasien terkait kebersihan rumah sakit itu. Bau apek dan tidak sedap menyeruap ketika memasuki sejumlah ruangan di sana. Lantai jorok menjadi pemandangan utama. Terkait persoalan ketidaknyamanan pasien dan keluarganya ini, Direktur Rumah Sakit Cut Meutia, dr T Muhayatsyah, menyebutkan, sangat susah untuk menjaga kebersihan.

“Kita telah berupaya untuk membersihkan lantai, dan bau ruangan itu. Namun, ini perlu kesadaran pasien dan keluarganya juga,” sebut Muhayatsah. Dia menyebutkan, kepuasan seorang pasien sangat sulit untuk diukur. “Sangat sulit untuk kita ukur kepuasannya. Apa indikatornya. Bisa jadi si A bilang sudah memadai. Si B belum. Ini kan sulit,” terang Muhayatsyah.

Selain itu, dia meminta agar masyarakat bisa menyampaikan keluhannya secara bertingkat pada bidang masing-masing. “Sampaikan saja misalnya pada bidang apa, bidang bedah. Saya yakin akan ditangani. Jika tidak ditangani, laporkan ke sana, kita akan periksa. Jika salah, kita akan tindak sesuai ketentuan yang ada,” pungkas Muhayatsyah.

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 568 | Tahun XII 18 - 24 November 2010

02.56 | Posted in , , | Read More »

Pengacara Bupati : Sedang Ditempuh Upaya Damai



KONTRAS
BERBEDA dengan Senin lalu yang mengaku belum mengetahui kasus ini, saat dihubungi Rabu kemarin, pengacara Bupati Aceh Utara, Sayuti Abubakar mengatakan, pihaknya sedang menempuh upaya perdamaian di luar persidangan dengan Umi Khadijah. Dia menyebutkan, sebenarnya tidak ada masalah yang terlalu besar yang perlu diungkap ke publik.

“Kami keluarga besar semuanya sedang berupaya menyelesaikan kasus itu di luar persidangan. Alhamdulillah, sudah ada hasilnya. Sebenarnya tidak ada kejadian apa pun. Hanya mis-komunikasi saja. Bupati sibuk dengan kegiatan menjalankan pemerintahan, istri bupati juga sibuk. Jadi, jarang ketemu,” sebut Sayuti Abubakar.

Lebih jauh dia menyebutkan, sampai saat ini tidak ada masalah antara bupati dan istrinya. “Hanya miskomunikasi saja,” ujar Sayuti. Selain itu, saat disinggung tentang kebenaran menikah, dan identitas palsu yang dicantumkan dalam gugagatan cerai tersebut, Sayuti enggan berkomentar.

Dia menyebutkan, pihaknya belum mengetahui isi gugatan cerai tersebut. “Saya tidak bisa berkomentar terkait isi gugatan. Karena, kami belum menerima pemberitahuan sidang dan isi gugatannya. Jadi, mohon maaf, kami tidak bisa berkomentar terkait materi gugatan itu,” pungkas Sayuti. [masriadi sambo]

03.38 | Posted in , | Read More »

Bupati pun Digugat Cerai



KONTRAS

LAGEE teujalok, ubelhok hana meutuka. Apalagi sejak beberapa bulan lalu, sang istri selalu bermimpi aneh. Hati pun merasa gundah dan gelisah. Firasat memang telah ada, suara hati kecil seperti memberitahukan sesuatu sedang terjadi. Apalagi setelah muncul beberapa kali mimpi aneh, ada kecurigaan kalau rumah tangganya akan hancur karena diganggu oleh orang lain.

Mimpi aneh tersebut sebenarnya telah lebih awal memberitahukan tentang rahasia dalam rumah tangga. Hanya saja belum tahu apa secara pasti. Demikian seorang istri camat dan seorang Istri Wartawan di Wilayah Pase, yang ketahuan suaminya secara diam - diam telah membelah dua bijian cinta, hingga keduanya terjadi bentrok. Prahara rumah tangga itu tercium pula ke tetangga dan bahkan kini menjadi rahasia umum.

Peristiwa seperti itu bukan hanya dialami istri pengusaha, PNS, anggota DPRD, Wartawan, tapi juga ikut dirasakan oleh sosok wanita penyandang jabatan sebagai Ketua PKK dan Ketua Dekranas Aceh Utara. Dia statusnya masih istri Bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid yang selama ini dikenal sebagai pejabat publik.

Dalam beberapa bulan belakangan ini, kehidupan dalam rumah tangganya mulai retak. Keretakan itu terjadi setelah tersibaknya rahasia, bahwa sang Bupati telah menyunting dara manis dengan umurnya jauh berbeda, bahkan orang menyebutkan gadis masih bau kencur yang tidak tertutup kemungkinan baru pertama pelatuk asmaranya tersentuh.

“Kisah-kasih sang Bupati dengan seorang gadis belia di Kota Medan” cukup layak dipercaya. Bukan lagi isu dan firasat mimpi, tetapi sudah menjadi kenyataan, bahwa Bupati Aceh Utara sudah lama menyunting dara manis bernama Mustika Dewi, begitu nama lengkap perempuan ini. Teman-teman sebayanya memanggil gadis kelahiran 1989 itu dengan sebutan Ningsih.

Sejak terungkapnya kasus Bupati kecantol “anggrek Sumatera itu,” istri Bupati yang sering dipanggil Ummi Khadijah binti Abdullah, bagaikan disambar petir. Bahkan, kehidupan dalam rumah tangga tak lagi serasi, akhirnya Ummi Khadijah menggugat cerai suaminya Ilyas A Hamid ke Mahkamah Syar’iyah. Gugatan itu resmi didaftarkan Senin awal November 2010 oleh kuasa hukumnya dari LBH Masyarakat Aceh (Masya).

Dua pengacara LBH Masya, yakni Nur Laila SH, dan Tri Atnuari SH, dengan langkah gontainya datang ke Pengadilan menyerahkan berkas gugatan setebal tujuh halaman. Berkas yang telah memuat berbagai data serta bukti dengan isi gugatan itu diterima oleh petugas meja satu, bidang penerimaan perkara Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe, M Al-Mahdi.

Berkas itu pun teregistrasi dengan diberikan Nomor 228/Pdt. G/2010/MS. Kuasa hukum Khadijah, Tri Atnuari SH, dan Nur Laila SH, menyebutkan, istri bupati tak tahan lagi dengan perlakuan suaminya. “Bupati dalam dua tahun terakhir sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya selama dua tahun terakhir. Ini yang paling membuat Umi Khadijah (panggilan akrab Khadijah) tidak tahan terhadap perlakuan suaminya, setelah dikhianati cinta dipukul lagi,” sebut Tri Atnuari di pengadilan, kemarin.

Selain itu, pengacara Ummi menyebutkan, Bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid, melakukan manipulasi identitasnya, yakni dalam akte nikahnya dengan gadis kelahiran 1989, bernama Mustika Dewi dan akrab disapa Ningsih, di Medan, Sumatera Utara. Tertulis dalam buku nikah bahwa Ilyas Hamid statusnya duda, sementara Ningsih, yang mantan cady golf, di Medan, Sumatera Utara, masih gadis belia.

“Bupati dengan identitasnya ketika menikah dengan istri kedua itu mengaku duda. Padahal, kan sudah menikah. Ini besar kemungkinan pemalsuan identitas,” sebut Tri Atnuari.

Khadijah memberikan surat kuasa pada LBH Masya tertanggal 3 Agustus 2010 lalu. “Namun, karena melengkapi bukti-bukti dan berkas gugatan, baru kali ini kita ajukan gugatan,” sebut Tri Atnuari. Dia menyebutkan, istri bupati tak hadir dalam pengajuan gugatan itu dan sudah menyerahkan sepenuhnya perkara itu pada pihaknya.

Sementara itu, penerima berkas perkara Mahkamah Syariah Lhokseumawe, M Al-Mahdi, menyebutkan, pihaknya telah menerima berkas gugatan cerai tersebut. “Sepuluh hari ke depan, akan dipanggil para pihak untuk bersidang. Biasanya, akan ada mediasi dulu. Jika mediasi mentok, baru dilanjutkan ke ranah persidangan,” sebut M Al-Mahdi.

Sementara itu, pengacara Bupati Aceh Utara, Ilyas A Hamid, Sayuti Abubakar SH, dihubungi per telepon menyebutkan, dirinya tidak tau apakah istri bupati, menggugat suaminya. “Benar-benar saya tak tau apa-apa dalam kasus itu. Sampai sekarang saya belum diberi kabar oleh bupati, terkait kasus tersebut,” pungkas Sayuti. (Masriadi Sambo)

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 566 | Tahun XII 3 - 10 November 2010

03.37 | Posted in , , | Read More »

Membongkar Jaringan Sabu Asal Malaysia



Masriadi Sambo - KONTRAS


BISNIS narkotik dan obat terlarang (narkoba) semakin marak di Aceh. Bisnis ini bukan datang dengan sendirinya. Produksi dan kualitas ganja di Aceh telah diakui bagus oleh masyarakat dunia.

Itu pula yang dilakoni Syf (37), warga asal Desa Sawang, Kecamatan Samudera, Aceh Utara. Dia tergiur dengan untung besar dari bisnis berjualan ganja. Awalnya, Syf berjualan di Pasar Inpres, Lhokseumawe. Namun, karena lapaknya digusur pemerintah, dia pun pulang kampung. Lalu, mulailah menjalani bisnis ganja.

Dia membeli ganja asal Jeunib, Kabupaten Bireuen. Ganja asal daerah itu dikenal memiliki kualitas bagus. Modal yang dikeluarkan Syf hanya Rp 500.000 per kilogram. Dia pun menjual dengan harga Rp 800.000, terkadang bahkan sampai Rp 1 juta. Untungnya lumayan. Cukup untuk mengepulkan asap dapur rumah tangga.

Belum lagi jika dia menjual eceran, per paket kecil Rp 5.000. “Untungnya lumayan. Saya tidak tahu berbisnis lain. Bisnis ini lebih enak, mudah dapat barangnya dan mudah menjualnya. Banyak pelanggannya pula,” sebut Syf yang ditemui di tahanan Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Aceh Utara.

Dia ditangkap di rumahnya baru-baru ini. Di rumahnya, puluhan paket kecil siap edar berjejer rapi di bagian dapur. Selain itu, lima kilogram ganja kering yang baru tiba dari Jeunib dimasukkan di bawah meja dapur.

“Saya menyesal, telah berkali-kali diingatkan istri agar tidak berjualan ganja. Tapi, saya tidak mendengarkan. Karena, saya tidak punya kerjaan lain,” ujar pria bertubuh tinggi besar ini.

Informasi yang dihimpun Kontras, pasokan ganja terbesar datang dari kawasan Jeunib, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, dan Kabupaten Aceh Jaya. Kawasan berbukit merupakan lokasi paling aman untuk menanam ganja. Selain itu, kerap kali para pelaku bisnis haram itu menanam tumbuhan seperti kacang cabai, untuk kedok menanam ganja.

Khusus Aceh Utara, kecamatan yang kerap kali ditanami ganja adalah Kecamatan Sawang, Paya Bakong, dan Kecamatan Langkahan. Beberapa kali polisi mencabuti tumbuhan haram itu. Untuk mengeluarkan ganja dari dalam perut gunung ke pembeli, kerap kali para pengusaha ganja ini menggunakan kurir. Kurir ini memanggul ganja melewati “jalan tikus” dari hutan ke hutan. Misalnya, dari Jeunib ke Aceh Utara. Mereka melintasi gunung demi gunung. Ongkos angkut dari kebun ganja ke lokasi bervariasi, tergantung jarak yang ditempuh. Misalnya, dari Jeunib ke Aceh Utara, ongkos angkut hanya Rp 100.000 per kilogram. Satu orang kurir bisa mengangkut 50 kilogram ganja kering, bahkan ada yang lebih.

Artinya, si kurir bisa mendapat penghasilan untuk sekali perjalanan Rp 5 juta. Sebanyak 50 persen dibayar di depan, sisanya ketika barang diterima di lokasi tujuan. Untuk menempuh Jeunib ke Aceh Utara, si kurir hanya membutuhkan waktu satu hari satu malam berjalan kaki melewati hutan demi hutan.

Pola yang sama juga dilakukan jika membawa ganja ke luar Provinsi Aceh. Jika memilih jalur darat, sangat besar kemungkinan bisa ditangkap oleh aparat kepolisian.

Ganja Aceh pun diburu pebisnis ganja di luar Aceh. Lihatlah lakon Ar (27) pemuda asal Jambi. Sehari-hari dia menetap di Jalan T Amir Hamzah, KM 29, Binjai, Sumatera Utara. Selama ini, pasokan ganja dari Riau ke Medan, mulai sedikit. Untuk melanjutkan bisnisnya, dia pun datang ke Aceh. Memburu ganja Aceh untuk dibawa ke Medan, dan Riau.

Namun malang, dia memilih jalur darat, memasukkan enam kilogram ganja ke dalam tas pakaian. Malangnya, ketika bus yang ditumpanginya dicegat di depan Polsek Baktya, Aceh Utara. Dia pun tak berkutik, terpaksa mendekam di tahanan Polres Aceh Utara.

Itu baru kisah ganja. Lain lagi cerita peredaran sabu. Ags (25), Syar (25) dan Dar (27), warga Desa Matang Payang, Kecamatan Baktia, Aceh Utara, ini merupakan bandar sabu. Ketiganya, berbisnis sabu dalam dua tahun terakhir. Mereka merangkap sebagai kurir.

Dari tangan tersangka, ditangkap 21,12 gram sabu dimasukkan ke dalam empat plastik kecil. Diperkirakan harga barang haram itu mencapai Rp 20 juta. Sabu memang menjadi target utama polisi. Bukan kali itu saja polisi menangkap bandar sabu. Catatan Kontras, sedikitnya dalam setahun terakhir polisi telah menangkap 20 bandar sabu dan kurir.

Informasi yang dihimpun Kontras, sabu yang masuk ke Aceh bukanlah barang sembarangan. Sabu ini dipasok dari Malaysia. Dipasok melalui perairan di Aceh Utara, seperti perairan di kawasan Kuala Jambo Aye, atau dipasok dari perairan Idi, Aceh Timur.

Kemudian, barang itu dipasok ke sejumlah kabupaten/kota termasuk ke Aceh Timur, Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Utara dan Lhokseumawe. Pangsa pasar sabu ini bukan hanya kalangan menengah ke atas. Bahkan pelajar pun menjadi target penjualan. “Menjual ke pelajar itu lebih mudah. Mereka memiliki rasa ingin tahu, dan ingin mencoba,” sebut salah seorang bandar sabu yang telah ditangkap polisi. Dia enggan namanya disebutkan.

Agak sulit bagi polisi menangkap para bandar ini. Pasalnya, setiap kali tertangkap, mereka langsung mengabari bandar sabu lainnya. Menjelaskan ciri-ciri siapa yang menangkapnya dan lain sebagainya. Tujuannya menyelamatkan teman, agar tidak tertangkap polisi.

Ucapan sang bandar ini ada benarnya. Hal itu terlihat ketika enam pelajar, salah satu SMA di Panton Labu, Aceh Utara, mengadakan pesta sabu, baru-baru ini. Mereka adalah RDF (15) dan ARM, (15) warga Kota Panton Labu. Kemudian, AMT(15), DKR (15) RRK (15) dan MFV (20). Keempatnya warga Desa Rawang Iteik, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.

Mereka tertangkap tangan sedang mengonsumsi sabu-sabu. Satu paket kecil sering disebut paket hemat seharga Rp 100.000 plus bong sabu ada di depan mereka. Sebagian sudah menghirup. Sebagian lagi menunggu giliran.

Untuk membeli paket hemat itu, keenamnya patungan. Mereka membeli dari salah satu bandar, yang kini telah ditangkap polisi. Peredaran narkoba, jenis ganja dan sabu terus terjadi. Tinggal lagi, bagaimana masyarakat membentengi diri agar tak terjebak dari penyakit kecanduan barang haram itu.

Dominan
Data yang diperoleh Kontras dari Kejaksaan Negeri Lhoksukon, sepanjang tahun 2010 ini, tercatat 294 perkara pidana umum dan khusus telah ditangani pihak Kejari.

Namun, dari ratusan perkara itu, kasus pencurian dan narkotika jenis shabu yang paling menonjol hingga mencapai 70 persen, sedangkan sisanya meliputi penculikan, kepemilikan senjata api, pembunuhan, pencabulan dan tindak pidana korupsi (Tipikor).

Kepala Kejaksaan Negeri Lhoksukon, Zairida M Hum, merincikan, dari 294 perkara itu, 278 merupakan perkata pidana umum, sedangkan sisanya 16 perkara merupakan pidana khusus, yang mencakup tindak pidana korupsi (tipikor). “Dari 278 perkara pidana umum, 217 sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Lhoksukon, bahkan 160 di antaranya sudah putus (inkrah),” ujar Zairida.

Dia menyebutkan, kasus yang ditangani polisi lebih banyak narkoba. “Polisi lebih banyak menangani narkoba, sehingga, kasus narkoba lah yang paling dominan selama ini,” pungkas Zairida.

Terus diburu
Sementara itu, Kapolres Aceh Utara, AKBP Farid BE, kepada Kontras, menyebutkan, peredaran narkoba jenis ganja dan sabu memang marak di Aceh Utara. Bukan hanya di Aceh Utara, di kabupaten/kota lainnya, peredaran barang haram itu juga marak terjadi.

Hasil rekapitulasi Polres Aceh Utara, dari Juli - September 2010, telah ditangkap barang bukti berupa ganja, 101 bal ganja kering seberat 106 kilogram (senilai Rp 151.500.000) dan sabu 271,10 gram (senilai Rp 271.100.000). Barang haram itu dimusnahkan di Mapolres setempat, Selasa (26/10).

Kapolres Aceh Utara AKBP Farid BE, menyebutkan, barang bukti narkoba itu berhasil disita petugas antinarkoba dan Satreskrim Polres Aceh Utara dari sejumlah tersangka yang berhasil diciduk mulai Juli hingga September 2010. “Ini komitmen kita untuk memberantas narkoba. Apalagi sekarang ini banyak sekali ganja dan sabu yang beredar di Aceh Utara,” ungap Kapolres.

Dia menyebutkan, pemberantasan narkoba menjadi perioritas utama buruan kepolisian. Dia menyebutkan, narkoba saat ini telah beredar di kalangan pelajar dan anak di bawah umur.

“Peredaran narkoba di kalangan pelajar sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk itu, kita mengimbau agar semua pihak memberantas narkoba. Jika melihat orang yang mengonsumsi, mengedarkan, dan lain sebagainya barang haram itu, harap segera melapor ke kepolisian,” imbuh Farid.

Pemusnahan sabu-sabu dilakukan dengan cara mencelupkan sabu ke cairan kimia, sedangkan ganja dengan cara dibakar. Kapolres mengakui adanya sabu asal Malaysia masuk ke Aceh Utara. “Kabar yang kita terima begitu. Tim Reskrim dan antinarkoba terus memburu pelakunya. Kita terus himpun informasi, mencoba mendalami, kemudian melakukan penangkapan,” sebut Kapolres.

Lebih jauh dia menyebutkan, pihaknya meminta dukungan dari semua pihak utnuk memberantas peredaran narkoba di Aceh Utara. Sementara itu, Ketua MPU Aceh Utara, Mustafa Ahmad, yang dihubungi terpisah menyebutkan kalangan ulama mendukung penuh upaya polisi menangkap pelaku narkoba. Dia juga telah mengimbau ulama agar memasukkan soal bahaya narkoba dalam setiap ceramah keagamaan.

“Saya sudah imbau agar kutbah Jumat, pengajian rutin, semuanya memasukkan kajian tentang narkoba. Kajian haram, dan upaya pencegahannya,” pungkas tengku yang akrab disapa Abu Paloh Gadeng ini. Realitas peredaran narkoba terus berlanjut. Para agen, kurir, dan bandar terus bekerja. Saatnya semua pihak bekerja sama, memberantas para kartel narkoba ini.

--
Tabloid KONTRAS Nomor : 565 | Tahun XII 28 Oktober - 3 November 2010

23.02 | Posted in , , | Read More »

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added